Singgasana Magis Arcana

Minat Kekal



Minat Kekal

0Di depan Blue Gate, Maltimus menggenggam trisula emas di tangan kanannya dan mengulurkan tangan kiri ke dalam kekosongan.     
0

Riak ilusi mengelilingi tangan yang menghitam, di mana api belerang sedang membara. Semakin dekat pada telapak tangan, semakin seperti danau di mana riak intens menyebar.     

Bagian ujung depan telapak tangan memburam sepenuhnya, seolah inti riaknya terhubung pada dunia lain.     

Cahaya lembut menyebar dari trisula emas di tangan kanan Maltimus, membuat Blue Gate bergetar. Kabut biru menyebar dan berusaha menutupi seluruh lubang.     

Aglaea mengambil satu langkah mundur. Bayangan pohon elvish di belakangnya mendadak memadat, sementara bagian tubuh tumbuh dari akar pohon satu per satu. Mereka saling terjalin menjadi sebuah monster dan menembus ke dalam kabut biru.     

Sebagai hasilnya, riak cahaya melembut, bagaikan lautan di mana tornado berhenti.     

Dalam dimensi di sekitar Aglaea yang seolah baru disapu banjir, 'lumpur' yang menempel erat pada akar tak mau lepas.     

Sehingga, Aglaea keluar dari jangkauan Blue Gate dengan santai tanpa terkunci sama sekali.     

Namun, setelah separuh melebur dengan pohon elvish, wajahnya jadi agak pucat. Jelas jika dia sudah membayar harga yang besar.     

Ketika dia keluar dari jangkauan Blue Gate, Aglaea mengangkat busurnya dan membidik pada Lord of Hell.     

Kabur dengan panik akan memberikan kesempatan bagi musuh untuk menyerang dari belakang. Sehingga, dia berencana menggunakan serangan untuk melindungi diri. Jadi Maltimus harus fokus melindungi diri sekarang. Dengan begitu, dia bisa kabur dengan aman.     

Titik cahaya hijau bersinar di ujung jari Aglaea, sementara Jantung Alam bersinar di belakangnya. Di sisi lain, Maltimus juga mengarahkan trisula emas pada Aglaea. Kelihatannya dia siap menggunakan salah satu dari lima kemampuan terkuat tubuh ini.     

Tepat saat itu, tangan kiri Maltimus yang terulur sampai ke kekosongan mendadak bersinar, seolah matahari kecil baru muncul di tangannya.     

DHUAAR!     

Riak ilusi hancur, sementara tangan kirinya hancur. Namun, badai energi yang melahap segalanya tak berhenti, melainkan terus menyeruak ke arah maltimus.     

Tubuh Maltimus mendadak memburam. Dia seolah memasuki ruang dan waktu yang berbeda, seakan-akan menyebar ke seluruh dunia makhluk hidup, ke dalam hati setiap makhluk yang punya perasaan negatif.     

Perasaan yang tak bisa diprediksi dan tak bisa dipahami muncul. Esensi demigod cukup mirip dengan Blue Gate, pohon elvish, dan God's Glory. Tapi kekurangan sesuatu yang penting jika dibandingkan dengan Tungku Arwah.     

Badai energi menenggelamkan Maltimus, tapi 'suara' paling jahat menggema di dalam.     

"Sinful Rebirth!"     

Melihat dirinya mustahil mengenai Maltimus yang berada dalam badai energi, Aglaea menurunkan busurnya. Lalu, tubuhnya memburam dan menghilang.     

Akankah ada saat untuk kabur yang lebih baik daripada sekarang?     

Sisa bayangan pohon elvish perlahan menghilang di dalam lautan gelap. Badai energi akhirnya reda, sementara tubuh ilusinya memadat. Tangan kanannya masih memegang trisula emas, tangan kirinya masih utuh.     

"Mantra apa itu?" Maltimus, yang seolah tak terluka, menatap pada kekosongan di depannya.     

Penyihir legendaris level tiga pernah melukainya yang nyaris tiba dengan tubuh aslinya tanpa bantuan orang lain, memaksanya memulihkan diri dengan kekuatan dahsyat. Itu adalah sesuatu yang tak pernah terjadi bahkan di zaman mitos! Jika serangannya lebih kuat lagi, dia pasti kesulitan memulihkan diri.     

Lord of Hell berdiri diam di depan Blue Gate, tak mengejar ratu elf maupun mencoba mendobrak ke dalam Atomic Universe Lucien.     

Tubuhnya berubah dan kembali pada wujud Harex, dengan sisik safir di sekujur tubuh, serta mahkota biru di atas kepala.     

Namun, mata merahnya kini semakin merah, dan sorot acuhnya berubah menjadi sorot mengejek.     

Dia seolah sedang menatap air yang gelap di atas, dengan senyum mengejek yang sama di sudut bibirnya.     

Di atas laut, matahari terbenam menciptakan gelombang emas yang paling cantik.     

Di tengah bongkahan karang, Putri Duyung Doris menepuk air dengan ekor emasnya pelan.     

Dia mendadak merasakan hawa paling jahat menyeruak dari dasar laut. Lalu, dia melihat air di lautan berubah hitam, matanya berubah merah.     

Perubahan tak terduga ini tak mengejutkannya. Dia hanya berujar pada dirinya sendiri, "Kenapa mereka tak menghentikannya tiba ke dunia material utama? Tak ada yang akan mendapat keuntungan dari ini."     

Lalu, wajahnya berubah jelek sejenak, lalu suaranya menjadi tua dan serak. "Silver Moon senang melihatnya tiba ke dunia material utama dengan stabil untuk membagikan tekanan dan melawanku. Sebenarnya, Maltimus tak akan melupakan lawan aslinya. Tapi mereka tak tahu berapa banyak yang sudah kudapatkan akhir-akhir ini. Saat aku berhasil, mereka hanya akan menjadi badut dalam sirkus."     

Suara itu milik Benedict III, atau King of Calamities Viken!     

Suara indah Doris terdengar lagi, "Apakah Silver Moon ada di sekitar sini?"     

"Mungkin. Bintang Induk Takdirku merasakan sesuatu. Biar bagaimanapun, Lucien Evans sudah mengetahui lokasi Blue Gate, dan dia punya banyak kesempatan menjelajahinya di masa depan. Maltimus tak bisa ada di sini selamanya. Aku tak akan bisa tenang sampai mengetahui keanehan dunia ini." Suara tua dan serak keluar dari mulut Doris. Dia seolah mau menampung proyeksi Viken dengan sukarela.     

Sebagai penyihir brutal namun sangat terkenal, mengejar kebenaran dunia masih mengalir di nadi Viken. Dia yakin kalau individual tak bisa terpisah dari dunia, apalagi untuk demigod.     

Bisa dilihat dari fakta bahwa demigod harus mengandalkan neraka, abyss, silver moon, atau Mountain Paradise agak tak bisa terbunuh. Sehingga, bisa cukup berisiko jika seseorang memperkuat diri tanpa mengetahui rahasia dunia. Dia jelas tak akan melakukan hal semacam itu kecuali tak punya pilihan.     

Hal paling aneh mengenai dunia ini adalah semua sosok legendaris merasa kalau planet tak bisa ditemukan, sementara Boundless Ocean tak punya dasar. Sehingga, meski Lucien dan Kongres Sihir adalah musuhnya, Viken tetap senang melihat mereka melakukan penjelajahan dan mempelajari masalahnya.     

Suara lembut Doris terdengar, "Silver Moon mungkin menunggumu menyerang…"     

Doris menatap gelombang naik di kejauhan dengan mata buram. Suaranya seperti sedang berada di dalam mimpi.     

Di lautan di arah lain, seorang pria tampan yang mengenakan kemeja merah dan kemeja hitam berkerah tinggi sedang berjalan di atas laut. Tapi ada lapisan tipis di antara sepatunya yang berkilauan dan air biru.     

Kepalanya agak ditundukkan, lalu menatap pantulannya pada laut dan matahari terbenam.     

Cahaya matahari terakhir mengapung bersama gelombang, menutupi pantulannya dalam warna emas.     

Di belakang pantulannya, di tengah matahari terbena, sebuah bulan perak yang tak ada di langit memancarkan kilaunya. Kelihatannya ia ada di sana seperti memang tempatnya.     

…     

Di menara sihir Allyn di Kota Langit…     

"Aglaea sudah kembali ke Elvish Court. Lord of Hell tak mengejarnya." Di perpustakaan Hathaway, Douglas, yang sudah meninggalkan penelitiannya dan tiba, melaporkan hasil komunikasinya dengan ratu elf.     

Sudah lima tahun sejak Hellen mulai mengawasi Allyn. Kini giliran Hathaway untuk menjadi Kota Langit sekarang.     

"Syukurlah." Meski Aglaea punya ambisinya sendiri dan tak sepenuhnya ada di pihak Kongres, jelas lebih baik memiliki satu orang rekan legendaris papan atas setelah Lord of Hell tiba.     

Hathaway mengendalikan lingkaran sihir tanpa buru-buru dan berkata, "Semua penyihir legendaris sudah diberitahu mengenai kemungkinan serangan mendadak Lord of Hell."     

Selain beberapa legendaris papan atas, bahkan arcanis agung harus menganggap masalah ini dengan waspada. Jika mereka diserang Lord of Hell tanpa persiapan, ada kemungkinan mereka bisa langsung mati. Makanya, setelah Lucien dan Natasha menyerahkan informasi pada Hathaway, keputusan pertamanya adalah memberitahu penyihir legendaris yang tak sedang keluar, lalu menghubungi penyihir legendaris yang keluar melakukan misi mengenai keadaan darurat.     

Meski alat darurat tak bisa menghubungi penyihir di dimensi lain, mereka akan tahu kalau demigod bengis lain sudah tiba di dunia material utama begitu mereka kembali.     

"Kupikir situasi tenang ini akan berjalan selamanya. Aku tak menyangka terjadi perubahan seperti ini." Oliver, yang baru kembali, menggeleng sambil tersenyum kecut.     

Vicente, seraya menatap pertahanan separuh terbuka di luar, berujar sinis, "Bukan selalu hal buruk. Maltimus nyaris menganggap minatnya adalah hal terpenting, sementara musuh terbesarnya adalah Viken dan Gereja Selatan. Kemungkinan akan ada kesempatan kerja sama."     

Fernando sedang fokus pada pembelajarannya mengenai neutron dan fisi, jadi dia separuh menutup Thunder Hell. Dia belum menerima pesan Hathaway.     

"Tapi, setan tak punya batasan. Dengan timbal balik yang sesuai, dia akan menjual kita dan bekerja sama dengan Viken tanpa ragu. Jadi pilihan terbaik adalah mengusirnya dari dunia material utama," kata Lucien tegas.     

"Hanya dengan kita? Hanya ada satu persen kesempatan jika semua penyihir legendaris menggabungkan kekuatan. Lalu bagaimana dengan musuh lain?" Suara Erica, sang Master of Transformation, datang dari proyeksi demiplane-nya. Dia sedang mengawasi cabang di Calais untuk jaga-jaga atas serangan Lord of Hell.     

Lucien mengangguk. "Misinya memang tak bisa hanya kita yang melakukan. Aku berencana pergi ke Night Highland dan menemui Silver-eyed Count untuk meminta bantuan God of Silver Moon."     

Semua orang di Dewan Tinggi tahu hubungan pertemanan Lucien dengan Rhine dan Alterna. Jadi tak satu pun merasa aneh dengan ajuan itu. Namun Douglas menggeleng dan menghela napas. "Kemungkinannya tak terlalu tinggi. Bagi Silver Moon, jadi hal bagus jika Maltimus sudah sampai ke dunia material utama."     

Lucien agak cemas sejak kedatangan tak terduga Lord of Hell dan tak pernah mempertimbangkan situasi keseluruhan. Setelah mendengar kalimat presiden, dia tercengang sesaat dan menyadari kalimatnya benar.     

"Meski kesempatannya tak besar, saya ingin mencoba." Tak pernah menyerah adalah motto Lucien.     

Douglas mengangguk. "Biarkan Fernando yang melakukannya. Kau terluka parah, sementara Robe of Grand Arcanis dan Shield of Truth harus segera diperbaiki selama bisa. Sebaiknya kau tak keluar dulu."     

"Baiklah. Saya akan menulis surat dan meminta guru membawanya." Lucien ingat hubungan gurunya dengan King of Nightmare, dan juga hubungan King of Nightmare dengan Kongres Kegelapan. Dia dia tak ngotot pergi.     

Setelah Lucien kembali ke Atomic Universe, dia menghela napas. Memang benar tak ada rekan abadi.     

Setelah menenangkan diri, Lucien tak langsung memperbaiki dua item legendaris itu. Alih-alih, dia mengeluarkan pena dan kertas untuk menyusun data penjelajahannya.     

"Apa mereka masih berguna saat kita tak menjelajahi Blur Gate?" Natasha, yang sedang mengobati lukanya, menatap penasaran pada Lucien.     

Lucien tersenyum. "Bagi orang lain mungkin tak berguna, tapi aku punya spekulasi sebelumnya. Makanya, data ini hanya untuk konfirmasi. Tak sepenuhnya mustahil bagiku untuk menemukan rahasia di baliknya."     

"Apa ada model matematika di mana seseorang terus berjalan maju hanya untuk mencapai titik awal di akhir?" Tahu Lucien terus menekankan kalau matematika harus menjadi fondasi analisis dan penelitian, Natasha bertanya santai.     

Lucien mengangguk serius. "Ada. Tapi masalahnya adalah kenapa ia bersikap seperti itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.