Singgasana Magis Arcana

Kecepatan Seorang Kesatria



Kecepatan Seorang Kesatria

0"Kau suka hadiah ulang tahunku?"     
0

Suara Natasha agak serak. Dia pura-pura santai tapi jantungnya masih berdetak lebih kencang daripada biasanya, seolah kecemasan jauh di dalam hatinya menyebar. Apa Lucien menyukainya? Akankah dia menerimanya?     

Meski dia adalah seorang ratu dan juga kesatria pemberani, dia merasa sulit untuk tetap tenang, dan dia tak seyakin penampilannya.     

'Bahkan jika dia menolakku, aku tidak akan menyerah. Aku pasti akan menaklukkannya suatu hari nanti!'     

Natasha membuat keputusan dan menyemangati diri kalau satu kegagalan saja masih bisa diterima.     

Mendadak, dia merasakan ada yang memegang pinggang serta punggungnya, kemudian Natasha mendengar suara dalam Lucien,     

"Aku menyukainya, tapi..."     

Tangan di punggungnya mendadak menekan. Natasha yang tidak siap, jadi terdorong ke arah Lucien, lalu melihat ada badai yang tampak di mata Lucien.     

"... tapi belum cukup."     

Huh? Natasha tidak paham apa yang dimaksud Lucien, saat bibirnya sudah bersentuhan dengan bibir Lucien. Dia merasakan panasnya embusan napas di wajahnya.     

Bibir Natasha dihisap dan dibuka oleh Lucien, kemudian lidah menelusup masuk ke dalam mulutnya. Lidah itu bergerak liar, mencari lawan main yang bergerak semangat beberapa saat lalu.     

Hm? Natasha seolah menyadari sesuatu. Dia memejamkan matanya karena senang dan bersemangat. Matanya yang redup tampak sudah bersinar lagi sekarang.     

Lucien mencium dengan liar untuk menunjukkan perasaannya yang sudah ditahan sejak lama, namun dia masih menahan diri. Apakah itu hanya hadiah ulang tahun? Apakah ada arti lainnya? Mungkinkah Lucien salah?     

Tidak tenang, ekspektasi, kecemasan ... Segalanya bercampur dan dimasak di dalam panci bernama perasaan yang tak terdeskripsikan. Lucien memelankan gerakannya dan menunggu Natasha memberikan jawaban kepastian.     

Mendadak, Lucien merasa lidah yang manis dan lembut melilit lidahnya. Kekuatannya besar dan rasanya manis, bahkan lidah itu mencoba mendorong lidah Lucien kembali ke mulutnya. Saat itu, dua tangan memegangi kepala Lucien.     

Boom! Lucien merasa ada kembang api yang meledak di depan matanya. Natasha jelas sudah memberikan jawabannya.     

Ciuman mereka semakin intens. Entah sudah berapa lama, keduanya akhirnya memisahkan diri.     

Lucien baru akan mengatakan sesuatu saat Natasha, yang wajahnya merona, berujar senang, "Lucien, kau terasa lebih baik daripada yang kubayangkan."     

Lidahnya menjilat bibir dengan cepat.     

Lucien langsung merasa malu. Memang sudah sepantasnya dari seorang Natasha. Namun, itulah alasan Lucien menyukainya.     

Napas Natasha berat. "Setelah berhasil merobohkan pertahanan mentalku, aku sadar kalau aku jatuh cinta padamu sejak lama. Tidak, Lucien. Aku ingin mengatakan padamu..."     

Mata perak keunguannya tampak serius. "... kalau aku mencintaimu. Kuharap kita bisa mencoba hidup bersama. Aku ingin membagi sisa hidupku bersamamu sampai kematian memisahkan kita."     

Sebagai wanita yang punya cukup pengalaman cinta, Natasha sangat tahu kalau pernyataan cinta hanya bisa dilakukan jika dua orang saling mengenal dengan baik. Menyatakan cinta pada orang asing yang tak terlalu dikenal hanya akan membuat mereka takut, dan jika mereka mau menerimanya, mereka hanya akan mengincar harta atau seks.     

Lucien mendadak merasa rencana kencan yang dia susun dengan serius berubah sia-sia, karena sudah terbukti tak berguna sebelum Lucien punya kesempatan menggunakannya. Bahkan pernyataan cintanya sudah dilakukan oleh Natasha.     

Namun sekarang bukan saatnya kepikiran oleh hal itu. Lucien menatap mata Natasha dengan hangat dan berusaha agar kegembiraannya tak membuat suaranya bergetar. "Natasha, aku juga mencintaimu. Entah sejak kapan, aku sudah menikmati waktuku bersamamu. Aku sadar apa yang kuinginkan saat kembali ke Aalto. Selama beberapa tahun terakhir, aku terus mencoba mendekati dan mengejarmu. Aku juga ingin membagi sisa hidupku bersamamu. Aku ingin kau menjadi istriku."     

Selalu ingat bahwa 'orang yang pacaran bukan untuk menikah adalah bajingan'. Sehingga Lucien menunjukkan keseriusannya.     

Natasha memberikan senyum cerah. Itu adalah perasaan terbaik di seluruh dunia, ketika orang yang kaucintai juga mencintaimu.     

Dia tampak lelah mencondongkan tubuh. Sehingga Natasha memindahkan tangannya ke bahu Lucien, sementara badannya langsung duduk di pangkuan pemuda tersebut. Lantas, ekspresinya terlihat aneh.     

Lucien buru-buru menjelaskan sambil tersipu, "Ini ... Ini reaksi normall."     

Sial. Suasana romantisnya agak rusak.     

Natasha langsung sadar apa yang sedang terjadi. Dia sedikit menekuk punggungnya, lalu menatap ekspresi lucu Lucien. Natasha kemudian berbisik menggoda di telinga Lucien, "Lucien's Big Ivan?"     

"Ya." Lucien tersipu, tak tahu harus menjawab apa.     

Natasha membuka mulut dan menghisap daun telinga Lucien, membiarkan sensasi tegang menyebar di tubuh Lucien. Tak lama, Natasha sedikit menjauh dan terkekeh. "Aku suka reaksimu. Jangan malu."     

Karena kelewat malu, Lucien menoleh dan menghisap telinga Natasha juga. Tak seperti harapannya, Lucien melihat Natasha sedikit bergetar, dan warna merah menjalar dari leher hingga pipinya.     

Apakah itu adalah titik sensitifnya?     

"Aku juga suka kau melakukan itu padaku." Mata Natasha seolah memiliki kabut. Kemudian dia bertanya dengan nada riang serta penasaran, "Kaubilang kau jatuh cinta dan mencoba mengejarku selama bertahun-tahun. Kenapa aku tak merasakan apapun?"     

"Aku khawatir kau hanya suka pada wanita. Jadi aku terus mencoba membangun hubungan denganmu dan mengubahmu." Lucien membalas jujur.     

Natasha tersenyum dan seolah terharu. "Lucien, aku masih suka wanita, tapi kau satu-satunya pengecualian. Meski kau laki-laki, aku tetap merasa nyaman melakukan kontak fisik denganmu."     

Sembari berujar demikian, Natasha memutar pinggulnya untuk membuktikan apa yang dia katakan, membuat Lucien semakin sulit menahan diri.     

"Hehe. Karena kau terus mencoba membangun hubungan kita, kau pasti membuat rencana untuk makan malam hari ini, 'kan? Apakah kau akan tetap melakukannya meski aku tidak menyatakan cinta padamu?" Natasha tampak menikmati Lucien yang sedang menahan diri. Dia menggerakkan pinggulnya pelan, namun tetap tidak berhenti selama bertanya.     

"Ya. Aku membuat seluruh rencana termasuk menyiapkan makanan, topik, permainan piano, pernyataan cinta, dan segalanya." Otaknya dipenuhi dengan darah, jadi Lucien mengaku begitu saja.     

Natasha tercengang. Itu hanyalah pertanyaan biasa, dan dia tidak menyangka Lucien memang membuat rencana. Sehingga dia bertanya dengan penuh ketertarikan.     

Kini setelah Lucien tanpa sengaja mengatakan hal memalukan, dia tak punya pilihan selain mengatakan seluruh rencananya. Pada akhirnya dia berujar, "Meski akhirnya rencana itu tak berguna."     

Natasha tertawa. "Khas dirimu! Konyol sekali!"     

Mendadak natasha berhenti tertawa. Sorot matanya berubah dalam seraya berujar dengan suara serak, "Tapi aku suka! Aku sangat suka!"     

Lucien merasakan napas Natasha semakin panas. Kala melihat matanya, Lucien bisa merasakan kebahagiaannya.     

Meski dia tak pernah mengalami situasi semacam ini, Lucien mendadak merasa kalau seluruh rencananya tak benar-benar percuma. Meski isi rencananya tak sempat digunakan, rencana itu sendiri berhasil membuat Natasha tersentuh. Lucien langsung merasa senang, tapi tak lama disela oleh deklarasi Natasha.     

"Lucien, ayo buat anak." Natasha tampak tak terbiasa dengan suasana emosional. Dia buru-buru menahan diri dan berujar dengan senang hati.     

Lucien nyaris pingsan. Bukankah ini terlalu cepat?     

Karena tak merasa ada yang aneh, Natasha melanjutkan dengan girang, "Aku berencana punya anak dengan inseminasi buatan, yang kau katakan, denganmu. Tapi masalah seperti itu tak dibutuhkan lagi. Kita bisa melakukannya langsung. Haha!"     

Lucien merasa malu lagi. "Natasha, apa kau tidak merasa kalau sudah merusak suasana romantisnya?"     

Natasha akhirnya sadar. Dia berujar dengan nada menyesal, "Benar..."     

Namun dia kembali ceria. Natasha menatap Lucien sambil tersenyum. "Sebenarnya, aku merasa suasana ini adalah suasana paling cocok untukmu. Tidakkah kau berpikir demikian?"     

"Aku juga. Rasanya lega tanpa tekanan," balas Lucien jujur.     

"Natasha kembali ke topik sebelumnya. "Lucien, aku sangat berharap kita bisa bersama secara terbuka suatu hari nanti, dan anak kita bisa tumbuh dengan mendapat kasih sayang orang tuanya. Ya, itu adalah ide yang kumiliki dan tujuan yang akan kucapai. Perlindungan adalah perasaan dari Tuhan sejati di dasar hatiku. Dia ada di sana dan akan selalu ada, tak akan bisa digoyahkan oleh apapun."     

Sorot mata Natasha jelas dan tegas, seolah dia sudah menemukan jalan untuk dilaluinya.     

"Aku juga. Kuharap anak kita bisa besar dalam keluarga yang lengkap." Mudah saja bagi pasangan untuk membayangkan masa depan saat mereka bersama. Tak terkecuali Lucien, yang kini juga tersenyum.     

Natasha terkekeh. "Tapi pertama-tama, kita harus punya anak."     

"Kita bisa melakukannya nanti," balas Lucien seraya tersenyum.     

Namun Natasha menggerakkan pinggulnya lagi. "Begitukah? Ivan besarmu sepertinya menyarankan sebaliknya. Aku ingin memanjakannya sekarang."     

Tanpa menunggu balasan Lucien, Natasha duduk tegak lurus hanya dengan dibantu oleh tulang punggungnya, lalu menggenggam tangan Lucien.     

"Natasha..." Lucien kesulitan mengimbangi prosesnya.     

Lucien kesulitan menyelesaikan kalimatnya, saat tangan kanannya—dengan dibimbing Natasha—menyentuh bagian dengan pucuk yang menegang.     

"Kau suka?" Suara Natasha semakin serak, seolah dia juga terpukau.     

Darahnya mengalir ke kepala, dan Lucien mau tak mau mengangguk. Kemudian tangan kirinya ditarik Natasha, lalu menyusup melewati beberapa lapis pakaiannya, hingga menyentuh kulitnya yang halus dan kenyal.     

"Kau suka?" Natasha mencondongkan badannya pada Lucien, lalu bertanya lagi dengan suara serak dan seksi.     

"Iya." Lucien merasa dia tak bisa lagi dipanggil seorang pria jika dia terus menahan diri. Setelah membuat kedua tangannya sibuk, dia berkata, "Ayo pindah ke kamar."     

"Lakukan di sini, di atas meja, di atas karpet, atau di atas kursi," ujar Natasha seraya terkekeh. Suaranya dipenuhi dengan nafsu.     

Lucien menganggap pertama kali lebih baik dilakukan di atas ranjang. Sehingga, dia mencoba menggendong Natasha. Namun mendadak, dia merasa sebuah tangan yang agak dingin menyelip ke dalam bajunya, lalu menyusuri dada hingga ke bawah, sampai Natasha menggenggam 'milik' Lucien.     

"Aku tak sabar merasakanmu."     

Seolah ada air yang menetes dari mata perak keunguan Natasha, seiring dia mencium Lucien lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.