Bebaskan Penyihir Itu

Pengalaman Mimpi Pertama



Pengalaman Mimpi Pertama

0Wanita itu memiliki rambut panjang berwarna kuning kecokelatan, poni sampingnya menempel di satu sisi, memperlihatkan separuh keningnya. Wanita itu memiliki fitur wajah yang lembut, memberi Roland kesan bahwa wanita itu memiliki karakter yang lembut dan halus. Namun dalam keadaan seperti ini, kecantikannya wanita itu tidak membuat Roland terlena, tetapi Roland justru curiga jika wanita itu adalah hantu.     
0

Terlepas dari itu, Roland juga memperhatikan bahwa gaun wanita itu tampak lusuh. Beberapa jahitan gaunnya tampak keluar, dan manset serta ujung gaunnya juga robek dan compang-camping, seolah-olah gaun itu diambil dari tempat sampah.     

"Aku … aku dengar paman keluar, jadi aku ingin memeriksa apakah pintunya sudah terkunci dengan benar. Namun ketika aku berbalik, aku melihat wanita itu sedang berdiri di sana!" seru Zero dengan wajah pucat pasi, ia jelas ketakutan dengan kejadian aneh ini.     

Wanita itu tampaknya juga menyadari keributan yang ia timbulkan. Saat wanita itu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah pintu, ekspresinya tiba-tiba berubah.     

Roland mengepalkan tangannya diam-diam. Roland sedang bersiap-siap untuk melancarkan serangannya.     

Tetapi apa yang dikatakan wanita itu benar-benar membuat Roland terkejut setengah mati. Wanita itu berseru dengan ekspresi terkejut juga. "Yang … Mulia?"     

"Apa katanya?" pikir Roland.     

"Yang Mulia katanya?"     

"Hm … kamu …" Roland mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.     

"Aku Phyllis, Yang Mulia. Apa yang terjadi di sini?" kata Phyllis yang sama bingungnya dengan Roland.     

"Kamu Phyllis?" berbagai macam pikiran berkecamuk di benak Roland, "Apakah ini benar-benar Phyllis, si Penyihir Penghukuman Tuhan yang tadinya berada di aula istana? Mengapa Phyllis bisa masuk ke dalam mimpi Roland? Apakah Dunia Mimpi ini sekarang terbuka dan terhubung ke dunia lain? Di mana Anna? Mengapa Anna tidak ada di sini?"     

"Tunggu, kalian berdua saling kenal?" Zero menyadari ada yang tidak beres di sini. "Apa yang wanita ini maksud dengan 'Yang Mulia' … apakah paman sedang bermain sandiwara sekarang?" cecar gadis itu.     

"Ehem, wanita ini … adalah kerabat jauhku." tiba-tiba Roland menyadari bahwa ini bukan saatnya ia terpaku dalam kebingungan. "Mengenai cara wanita ini memanggilku, sebutan itu hanya untuk lelucon. Kami tumbuh bersama, jadi wajar saja jika wanita ini memanggilku dengan beberapa sebutan konyol." kata Roland.     

"Kerabat paman?" Mendengar bahwa wanita itu bukanlah hantu, Zero segera kembali ke sikapnya yang berani dan menantang. Zero mulai berpikir skeptis juga. "Tetapi paman baru saja bertanya siapa wanita ini."     

Roland langsung balas bertanya, "Apa aku benar-benar berkata begitu? Aku lihat ada seorang gadis penakut yang menangis yang hampir mengencingi celananya sendiri."     

Wajah Zero langsung memerah hingga ke pelipisnya. "Paman, kamu seorang pembohong!"     

"Bukankah kamu yang menjerit? Wanita ini ada di ruangan ini sebelumnya. Kamu terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah di kamarmu sampai-sampai kamu tidak memperhatikannya."     

Yang membuat Roland lega, Phyllis menyadari petunjuk itu dan berkata. "Maaf, aku … aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Aku sedang berada di ruangan lain ketika Yang Mulia pergi. Aku baru hendak menyapamu ketika kamu menjerit dan bergegas lari keluar ruangan."     

Roland memberikan sentuhan terakhir atas 'pertunjukan improvisasinya'. "Kurasa semuanya sudah jelas. Kamu ingin mengetahui apa yang terjadi di sini. Yang terjadi sebenarnya adalah kamu membuat wanita ini takut. Jika aku menemukan seorang gadis kecil yang berteriak seperti orang gila ketika aku keluar dari ruangan, aku akan sama bingungnya seperti wanita ini."     

"Aku … aku …" Zero berusaha berkata-kata untuk membalas ucapan Roland. Zero tidak dapat menyangkal fakta bahwa ia memang menjerit, lagipula ia memang tidak biasa berbohong. Terperangkap dalam dilema seperti itu, gadis kecil itu merasakan matanya mulai basah karena air mata.     

Roland menyadari itu terlalu berat untuk ditanggung seorang gadis kecil seperti Zero, lalu ia membungkuk dan mengacak-acak rambutnya. "Ini hanya masalah miskomunikasi. Kembalilah belajar ke kamarmu sekarang."     

Roland tidak bisa menahan perasaan bersalah untuk Zero karena ia tahu seorang anak kecil seperti Zero tidak mungkin bisa melihat seluk-beluk tipu muslihat dan akal-akalan yang digunakan orang dewasa. Hidup Zero baru lengkap setelah mengalami berbagai macam penipuan dan kebohongan orang dewasa, karena ini adalah sebuah kejadian yang akan membuat gadis itu dewasa secara mental.     

Roland mengira Zero akan berlari ke kamarnya sambil berlinang air mata, tetapi gadis kecil itu malah mengendus dan mengeringkan matanya dengan cepat sebelum ia menendang Roland dengan keras di kakinya. "Paman, kamu memang brengsek!" Sambil berkata demikian, Zero bergegas kembali ke kamarnya dengan penuh amarah.     

Roland mengerutkan bibirnya. Reaksi Zero sedikit berbeda dari yang Roland perkirakan, tetapi … secara keseluruhan, gadis itu telah menerima kejadian hari ini sebagai sebuah pelajaran yang berharga.     

"Hahaha." Phyllis tertawa melihat semua kejadian itu. "Sepertinya anda bukan seorang raja yang dihormati di sini."     

"Tetapi akulah pencipta dan penguasa di dunia ini." Roland memberi isyarat agar Phyllis masuk ke dalam. "Mari kita bicara di dalam. Aku juga punya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu."     

…     

Setengah jam kemudian, Roland baru percaya bahwa wanita ini memang benar-benar Phyllis.     

Phyllis tidak hanya berbicara tentang Taquila tetapi juga tentang apa yang ia alami di istana, serta fakta bahwa ia pernah menyamar sebagai gadis pemandu dalam Uang Gelap dengan nama samaran 'nomor 76'. Selain itu, Phyllis juga bisa menjawab beberapa hal yang belum jelas bagi Roland.     

Mustahil untuk mengembangkan sebuah narasi yang terorganisir dengan baik dan konsisten secara logis hanya dengan membaca ingatan Roland. Karena itu Roland yakin bahwa wanita ini bukanlah makhluk yang secara otomatis terbentuk di dunia ini.     

Ditambah lagi, tubuh wanita yang saat ini berada di hadapan Roland ternyata persis seperti rupa asli Phyllis.     

Kemudian pertanyaan Roland sudah sangat jelas.     

Bagaimana cara Phyllis memasuki Dunia Mimpi ini?     

Phyllis menggelengkan kepalanya. "Aku juga benar-benar tidak tahu … hari sudah larut malam pada waktu itu. Tentara Pertama baru saja berganti shift penjagaan mereka. Aku hendak tidur nyenyak untuk memulihkan kekuatanku. Ketika aku bangun, aku sudah berada di sini." Phyllis berhenti sejenak kemudian melanjutkan, "Anda menyebut tempat ini dengan nama … Dunia Mimpi?"     

"Benar. Ini adalah sebuah dunia yang hanya beroperasi dalam mimpiku, tetapi aku tidak yakin apakah aturan ini masih berlaku sekarang." Roland merasa tidak perlu menahan informasi apa pun dari Phyllis saat ini, karena ia juga harus mencari tahu alasan mengapa Phyllis bisa memasuki Dunia Mimpinya secepat mungkin. Meskipun Roland tahu dunia yang rumit ini tidak nyata di dalam kepalanya, tetap saja rasanya cukup mengejutkan melihat seseorang datang tanpa diundang. Bagaimana pun, Roland yakin Dunia Mimpi ini diciptakan tepat sesuai dengan ingatannya. Melalui kejadian ini, berarti seseorang bisa memasuki ingatan Roland tanpa seizinnya.     

Roland membuka tangga lipat yang ada di belakang pintu dan meletakkannya di sebelah tempat tidur. "Mungkin kita bisa melakukan tes kecil untuk mencari tahu mengapa kamu datang ke sini."     

"Apa ini?" Phyllis bertanya dengan heran.     

Roland menjelaskan kepada Phyllis, "Ketika aku menjatuhkan diriku dari atas tangga, mimpi ini akan berakhir. Kamu dapat mencoba tes ini terlebih dahulu untuk melihat apakah kamu dapat kembali ke dunia nyata. Aku juga akan mengakhiri mimpi ini nanti. Jika kamu bisa keluar dari Dunia Mimpi, tunggu aku di aula istana. Aku akan segera menemuimu di sana."     

"Tunggu dulu … Yang Mulia." Phyllis mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Roland.     

Roland merasa kagum dengan sikap Phyllis terhadapnya. Memegang tangan sang raja merupakan tindakan penghinaan ekstrim di Kota Tanpa Musim Dingin. Mungkinkah Phyllis benar-benar sudah meninggalkan semua tata krama dan kebiasaannya selama ratusan tahun terakhir setelah datang ke lingkungan yang benar-benar asing di sini? Roland rasa itu sangat tidak mungkin.     

Phyllis bertanya dengan suara rendah, "Bisakah anda … mencubit aku?"     

" Hah, apa?" Roland tertegun.     

"Tolong cubit aku dengan segenap tenaga anda." Phyllis menggulung lengan bajunya dan menyerahkan lengannya yang berkulit pucat pada Roland.     

"Aku sudah memastikan bahwa rasa sakit tidak bisa mengakhiri mimpi ini." balas Roland.     

"Aku hanya ingin merasakan rasa sakit … aku mohon." kata Phyllis.     

"Ingin merasakan rasa sakit?" Roland langsung teringat akan deskripsi Agatha tentang Penyihir Penghukuman Tuhan dan ia segera mengerti apa yang diinginkan hyllis. Setelah hening sejenak, Roland mencubit pergelangan tangan Phyllis dengan tangan kanannya.     

Phyllis menggertakkan giginya, sambil mengeluarkan suara erangan kesakitan. Phyllis gemetar dalam kegembiraan seperti seorang musafir haus yang kembali menikmati minuman lezat yang sudah lama terlupakan.     

Setelah sekian lama, Phyllis akhirnya membuka matanya dan menghela napas panjang.     

"Ya Tuhan, aku bisa merasakan rasa sakit lagi!" Phyllis tampak seperti orang yang benar-benar berbeda, ia menatap Roland dengan mata yang berbinar-binar penuh kegembiraan.     

Roland meregangkan kedua tangannya. "Kamu bisa mencubit dirimu sendiri juga."     

Phyllis menggelengkan kepalanya dan ia tiba-tiba berlutut. "Itu berbeda, Yang Mulia. Mungkin, dunia ini hanya sebuah mimpi bagimu, tetapi aku bersedia melakukan apa saja agar aku tetap berada di sini. Aku khawatir aku tidak akan pernah bisa kembali ke dunia nyata setelah aku pergi. Maukah anda mengizinkan aku untuk bermimpi sedikit lebih lama, setidaknya untuk saat ini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.