Bebaskan Penyihir Itu

Ayo! Ke Dunia yang Baru!



Ayo! Ke Dunia yang Baru!

0Roland terdiam.     
0

Phyllis benar. Bagi Roland, rasa sakit adalah sesuatu yang sangat alami sehingga ia hampir menganggapnya sebagai bagian yang sudah melekat dalam kehidupannya sehari-hari. Mengenai mimpi Roland, karena keanehan dan ketidaklengkapannya, ia memandangnya sebagai sebuah dunia fiksi yang diciptakan oleh imajinasinya. Namun bagi Phyllis, dunia ini adalah tempat impiannya. Dunia Mimpi ini semacam cahaya harapan di ujung terowongan. Tidak peduli apa pun yang menunggu di sana, Phyllis akan berusaha untuk meraih cahaya itu.     

Jika kedatangan Phyllis ke Dunia Mimpi ini memang hanya ketidaksengajaan yang tidak akan terulang dan ia bisa pergi begitu saja, Phyllis mungkin akan kehilangan sesuatu di luar imajinasi Roland. Jika rasa sakit adalah satu-satunya hal yang bisa Phyllis alami di Dunia Mimpi ini, menolak permintan wanita itu rasanya terlalu kejam.     

Roland menghela napas. Akhirnya, Roland memegang tangan Phyllis dan berkata, "Aku mengerti. Mari kita lakukan tes ini di malam hari."     

Dua hari di Dunia Mimpi kira-kira sama seperti 1 malam di dunia nyata. Roland baru akan bangun beberapa jam kemudian jika ia tetap di dalam Dunia Mimpi sampai malam. Jadi, seharusnya ini tidak menimbulkan masalah. Namun, beberapa jam tambahan ini bisa memungkinkan Phyllis untuk menjelajahi Dunia Mimpi yang baru ini.     

"Terima kasih, Yang Mulia …" Phyllis bangkit berdiri dan sekali lagi ia meletakkan tangannya di dada, ini adalah bentuk penghormatan khusus yang biasanya dilakukan oleh anggota senior Pusat Persatuan Penyihir. "Aku sekarang mengerti mengapa Persatuan Penyihir bisa sepenuhnya mendukung anda."     

Roland baru hendak memberi tanggapan ketika tiba-tiba seseorang menggedor pintu kamarnya. Roland mendengar suara Zero di luar ruangan. "Aku membuat teh. Apakah kalian mau minum teh?"     

"Apa yang anak ini lakukan?" pikir Roland dengan heran. Biasanya, Zero akan menghilang cukup lama ketika ia sedang merasa kesal. Zero tidak pernah merebus air atau membuat teh selama ini. "Trik apa lagi yang di mainkan oleh anak ini sekarang?"     

Roland membuka pintu, alisnya mengkerut ketika ia melihat bahwa Zero tidak membawa apa-apa di tangannya. Gadis kecil itu menatap Roland kemudian menjulurkan kepalanya ke dalam kamar Roland. Zero mengamati Phyllis secara saksama, matanya penuh dengan kewaspadaan.     

"Hei, mana tehnya?" tanya Roland.     

"Di ruang tamu. Ambil saja sendiri." balas Zero dengan kasar. "Oh ya, jangan sampai kalian menghasilkan suara-suara aneh. Kalian bisa mengganggu konsentrasiku dalam mengerjakan pekerjaan rumahku!" Setelah berkata demikian, Zero bergegas pergi.     

"Hm … jadi itu alasannya." pikir Roland sambil menggelengkan kepalanya, ia tidak bisa berkata-kata. Anak-anak ini tampaknya lebih dewasa dari yang Roland duga. Jika Roland yang jadi anak kecil, ia mungkin hanya akan menanyakan kesehatan tamunya dan bertanya apakah tamunya ingin pergi ke rumah sakit daripada memikirkan ide-ide gila dan tidak pantas di kepalanya.     

Roland menutup pintunya. "Jangan pedulikan anak itu. Seorang anak yang lahir di tahun 2000 ke atas memang suka bertingkah seperti itu. Zaman memang sudah berbeda."     

Phyllis tampak kebingungan. "Tahun 2000? Zaman yang berbeda? Apa hubungan anda dengan anak itu …."     

"Anak itu hanya tinggal bersama denganku," jawab Roland kepada Phyllis tanpa menjelaskan lebih lanjut. Roland bermaksud mengabaikan pertanyaan Phyllis. Meskipun Roland pernah mengatakan kepada Phyllis bahwa pertempurannya dengan Paus Tertinggi berlangsung di Alam pertempuran jiwa, Roland tidak mengatakan kepada Phyllis bahwa gadis kecil ini sebenarnya adalah mantan Penyihir Suci yang telah ia kalahkan. Zero telah memulai kehidupannya yang baru di Dunia Mimpi. Masa lalu Zero kini sudah menjadi sejarah. Roland tidak merasa perlu untuk menceritakan mengenai Zero lagi.     

Phyllis menggigit bibirnya. "Aku mengerti. Kalau begitu… tolong berikan aku rasa sakit lagi. Anda bisa menggunakan cara lain. Aku akan mencoba diam kali ini."     

Roland meletakkan tangannya di keningnya, ia merasa sedikit geli dan frustrasi.     

"Apakah Phyllis kini kecanduan rasa sakit? Ada begitu banyak kesenangan yang bisa di dapat di dunia ini. Phyllis benar-benar tidak harus berpegang pada sensasi rasa sakit semata."     

"Ehem." Roland berdeham. "Karena kamu sudah datang ke Dunia Mimpi, izinkan aku untuk mengajakmu berkeliling."     

"Bisakah aku keluar begitu saja seperti ini?" Phyllis bertanya dengan heran. "Tampaknya dunia ini sangat berbeda dari Kota Tanpa Musim Dingin. Apa aku tidak akan membuat anda kesulitan jika seseorang menyadari kehadiranku di sini?"     

Phyllis jelas mengamati perubahan dramatis di sekitarnya, tetapi tampaknya ia masih berpikir orang-orang di dunia ini masih bertindak dengan cara yang sama seperti di dunia di mana para penyihir ditolak kehadirannya oleh masyarakat. Phyllis masih percaya orang-orang yang terlihat berbeda akan selalu diperlakukan dengan penuh diskriminasi atau dianiaya.     

Roland tersenyum pada Phyllis. "Jika kamu seorang penyihir, kamu akan menjadi selebriti di dunia ini. Aku sudah bilang bahwa ini adalah sebuah dunia yang baru. Menjadi berbeda tidak akan membahayakanmu di sini. Sebaliknya, kamu akan memiliki banyak penggemar yang mengagumi kamu. Tentunya, kamu akan mendapatkan perlakuan seperti itu jika kamu tidak melanggar hukum di dunia ini."     

"Benarkah itu?" Phyllis langsung terhibur. "Ada kedai minuman dan juga penginapan di sini, bukan?"     

Roland tersenyum. "Apakah kamu ingin mencoba anggur dan makanan di sini? Ada lebih banyak makanan dan minuman di dunia ini daripada yang kamu bayangkan."     

"Bukankah rencana Phyllis semula adalah tetap tinggal di dunia ini dan bisa merasakan rasa sakit terus-menerus?" Walaupun gagasan untuk menyiksa wanita cantik dan baik hati itu terdengar sangat seru dan menggairahkan, Roland berpikir ini bukan ide yang bagus.     

Itu akan menjadi sebuah tindakan yang memalukan! Roland hampir saja membuat kesalahan besar.     

"Oh ya, karena kamu sekarang sedang berada di tubuhmu sendiri, apakah kamu masih bisa menggunakan kekuatan sihirmu?" tanya Roland.     

"Ah … aku hampir lupa dengan kekuatanku," sahut Phyllis. "Biar aku coba."     

Phyllis menutup kedua matanya dan menahan napas. Namun, tidak ada yang terjadi selama beberapa saat.     

"Tidak berhasil?" tanya Roland.     

"Ya … aku bisa merasakan pusaran sihir. Hanya sedikit sulit dikerahkan karena aku belum menggunakan kekuatanku selama beberapa waktu," jawab Phyllis, ia tampak sedikit malu. "Sebentar … kekuatanku sudah keluar."     

Setelah mengucapkan kata-kata itu, dua cakar hitam yang kurus tiba-tiba tumbuh dari balik punggung Phyllis dan menyebar di bahunya. Jika dilihat sekilas, dua cakar ini tampak seperti sepasang tangan monster atau sayap bertulang.     

Roland mengelus dagunya. "Ini adalah …."     

Phyllis menghela napas panjang. "Aku menyebutnya Cakar Pemotong. Cakar itu bisa ditarik dan dapat meregang sejauh yang aku mau. Cakar ini lebih tajam daripada pedang besi biasa. Ketika aku bertarung dengan Pasukan Iblis, cakar itu bisa melindungi aku dari serangan belakang dan juga membantu aku melawan Iblis Senior yang kuat."     

"Jadi kamu adalah seorang penyihir tempur." kata Roland.     

"Itu benar. Di zaman Taquila, aku adalah penjaga Tiga Pemimpin Penyihir." jawab Phyllis. "Tetapi ada satu hal yang aku tidak mengerti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perkumpulan Taquila, kekuatan sihir berasal dari Bulan Merah. Kalau begitu, mengapa kekuatan sihir juga ada di Dunia Mimpi ini?"     

Roland meregangkan kedua tangannya. "Meskipun dunia ini diciptakan oleh imajinasiku, mungkin juga ada hubungannya dengan Bulan Merah. Aku masih mencoba untuk mengetahui misteri itu. Aku akan memberimu informasi ketika kita sudah berada di dunia nyata. Karena kita telah memutuskan untuk melakukan tes pada malam hari, lebih baik kita mulai saja daripada membuang-buang waktu di sini."     

"Baik, Yang Mulia!" jawab Phyllis dengan penuh semangat.     

Saat itu hari Sabtu, Roland memutuskan untuk mengajak Zero bersama mereka. Kalau tidak, gadis kecil ini mungkin akan menyimpan dendam pada Roland untuk waktu yang cukup lama.     

"Satu hal lagi, di dunia ini kamu tidak perlu memanggilku dengan sebutan 'Yang Mulia'. Panggil aku Roland saja. Tidak ada raja dan kerajaan di dunia ini." kata Roland pada Phyllis.     

"Yah … kalau begitu, maafkan kelancanganku." jawab Phyllis.     

Roland tidak yakin apakah ini hanya sekedar perasaannya saja, karena Phyllis terlihat lebih bersikap hormat kepadanya daripada sebelumnya, dan rasa hormat wanita itu tampak tulus. Roland merasa penyusupan yang tidak disengaja ini tidak buruk juga jika ia bisa memenangkan dukungan seorang penyihir Taquila dengan cara ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.