Bebaskan Penyihir Itu

Musik, Tembakan Cepat, dan Kekuatan!



Musik, Tembakan Cepat, dan Kekuatan!

0Setelah pengumuman itu dibuat, para prajurit Klan Pemotong Tulang segera mengeluarkan senjata mereka, dan tanpa ragu lagi, mereka mengepung keempat orang Klan Osha dari kedua sisi.     
0

Tidak peduli seberapa sempurnanya rencana Klan Osha, mereka hanya berempat saja.     

Tidak mungkin Klan Osha bisa menguasai separuh dari arena duel. Ketika 22 prajurit Klan Pemotong Tulang sudah selesai melakukan formasi pengepungan, Klan Osha pasti akan menghadapi serangan dari segala arah.     

Para prajurit Klan Pemotong Tulang ini hidup untuk berduel, dengan demikian mereka tidak takut mati. Sejak mereka menginjak arena duel, mereka sudah mendedikasikan hidup mereka untuk Tiga Dewa.     

Ini bukan hanya pertarungan untuk merebut kekuasaan, tetapi juga pertarungan untuk menyenangkan para dewa.     

Tiba-tiba, mereka mendengar suara nyanyian yang sedih dan mendayu.     

Lagu yang dinyanyikan Nona Bulan Perak dengan cepat meredakan kobaran api yang ada di bawah tanah dan Sungai Styx.     

Melodi lagu itu terdengar pelan dan halus, dan terdengar seolah-olah berasal dari langit yang jauh. Perasaan kehilangan, penderitaan, dan kesedihan yang mendalam tertanam dalam lagu itu, sehingga siapa pun yang mendengarnya tidak bisa menahan tangis mereka.     

Lagu ini membuat para prajurit Klan Pemotong Tulang menghentikan langkah mereka.     

"Tidak … hentikan lagu itu!"     

"Apa yang kamu lakukan?!"     

"Hentikan! Kamu mengotori tempat suci ini!"     

"Biadab!"     

"Aku akan membunuhmu!"     

Ekspresi para penonton itu berubah secara dramatis. Beberapa orang dari mereka menunjuk ke arah Klan Pemotong Tulang dan memaki mereka, sementara yang lain menyembunyikan wajah mereka dan menangis seolah-olah mereka telah mengalami sebuah insiden yang sangat menyedihkan.     

Thuram tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.     

Prajurit Klan Pemotong Tulang malah berbalik dan mereka berniat membunuh klan mereka sendiri. Dalam sekejap, tempat para penonton berdiri berlumuran darah hangat dan segar saat para prajurit itu menebas para kerabat mereka. Kepala-kepala manusia bergulingan satu per satu ke arena duel, ekspresi di wajah kepala-kepala itu tampak gelisah dan syok. Melodi sedih yang menyertai semua pembantaian itu tampak merekam dan menceritakan kisah pembantaian yang mengerikan ini.     

Pemandangan mengerikan itu hanya berlangsung sesaat.     

Ketika Thuram mengedipkan matanya lagi, pemandangan mengerikan yang baru saja ia saksikan sudah menghilang. Kedua puluh dua prajurit itu masih bergerak maju, meskipun dengan langkah kaki yang jauh lebih lambat dari sebelumnya.     

Semua prajurit itu tampak sangat lesu. Klan mereka seharusnya menjadi sumber kekuatan, dukungan, dan sumber spiritual terbesar mereka. Mereka hidup dan mati untuk klan mereka dan mereka mencari kekuasaan, sementara rakyat bersorak untuk mereka sebagai pahlawan. Sayangnya, semuanya kini sudah kacau. Tangisan dan kutukan dari klan mereka sendiri membuat para prajurit itu merasa sangat kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi, sementara klan lain yang mendukung mereka sekarang melotot ke arah para prajurit itu seolah-olah mereka telah melakukan suatu kesalahan yang tidak termaafkan.     

Para prajurit itu tidak pernah merasa terganggu dengan seberapa kuat musuh yang hendak mereka hadapi, tetapi mereka tidak dapat mengabaikan teriakan kesal dari rakyat mereka sendiri.     

Mungkinkah ini kemampuan yang dimiliki Putri Osha?     

"Tetapi bagaimana caranya?" Meskipun Thuram telah melihat kemampuan mengendalikan pikiran sebelumnya, seperti kemampuan yang dimiliki Kabala dari Klan Batu Pasir, ia belum pernah melihat atau mendengar kemampuan ini digunakan pada kisaran lebih dari 10 meter! Thuram menyentuh Liontin Penghukuman Tuhan yang ia kenakan di lehernya dan melirik ke arah majikan barunya. Nona Bulan Perak tampak berdiri pada jarak yang lebih jauh dari 10 meter dari penonton. "Apakah itu benar-benar suara nyanyian Nona Bulan Perak yang memaksa orang-orang yang tidak mengenakan Liontin Penghukuman Tuhan supaya mereka menangis seperti itu?"     

Thuram yakin para prajurit Klan Pemotong Tulang itu juga memiliki keraguan yang sama.     

Dan dalam duel, keraguan akan berakibat fatal.     

Semuanya terjadi dalam sepersekian detik.     

Begitu mereka memperlambat langkah mereka, Andrea mengambil inisiatif untuk menyerang duluan.     

Tanpa menggunakan busur panah pendek yang dibawanya di punggungnya, Andrea malah melemparkan panah-panah itu ke arah 4 musuh terdekat.     

Mungkin karena musuh sedang dipengaruhi oleh apa yang baru saja terjadi di luar arena duel, atau mungkin mereka lengah ketika mereka melihat bahwa lawan tidak memegang busurnya, mereka tidak mengambil tindakan responsif untuk menghindari serangan Andrea. Pada saat mereka melihat panah-panah itu terbang lurus ke arah mereka, sudah terlambat untuk mengelak.     

Segenggam anak panah melaju sekuat tembakan yang dilepaskan oleh busur!     

Setiap anak panah itu menembus sasarannya sedikit di bawah tulang selangka kanan mereka dan terjepit di antara tulang itu. Serangan ini menyebabkan tangan kanan mereka kehilangan semua energi dan mereka tidak mampu memegang senjata. Keempat prajurit itu kini tidak mampu berperang sepenuhnya.     

Ini menciptakan celah dalam pengepungan yang dilakukan prajurit Klan Pemotong Tulang.     

Lagu yang bergema di arena duel itu tiba-tiba berubah dari nada sedih menjadi bersemangat dan bernada tinggi. Suara genderang yang keras sepertinya berdenyut-denyut di hati setiap pendengar dan menginspirasi mereka.     

Sosok Ashes tampak seperti sebuah bayangan hitam, yang sekali lagi membuktikan kekuatannya yang luar biasa. Ashes membawa sebuah palu raksasa dan perisai kayu, namun langkah kakinya sangat ringan sehingga ia tampak melayang. Tangan kiri Ashes digunakan untuk menangkis serangan, sementara tangan kanannya memegang senjatanya. Tidak ada musuh yang bisa menahan serangan Ashes. Daripada menghancurkan lawan-lawannya dengan pukulan yang kuat, Ashes memegang palu itu secara horizontal dan berlari ke segala arah di sekitar arena duel, dan dengan begitu ia bisa menundukkan 6 atau 7 musuh dalam waktu singkat.     

Prajurit Klan Pemotong Tulang yang awalnya unggul secara jumlah kini berada dalam dilema.     

Jika mereka berusaha untuk terus mengepung kelompok Osha dari kedua sisi, mereka harus berjuang setengah mati untuk menangkis serangan panah Andrea, selain itu, mereka juga harus menemukan cara untuk mengepung Ashes dan membuat jarak aman. Bahkan jika mereka mengangkat perisai mereka, anak panah Andrea masih bisa menusuk kaki mereka. Panah berisi Batu Ajaib yang bisa mereka tembakkan nyaris tidak bisa mengancam serangan yang dilancarkan ketiga wanita itu, dan ketika Batu Pembalasan Tuhan mereka jatuh ke tanah, Si Kapak Besi yang bertindak sebagai garis pertahanan, hanya akan melangkah dan menghancurkan Batu Ajaib yang bernilai puluhan keping emas itu!     

Namun, jika Klan Pemotong Tulang memutuskan untuk meninggalkan taktik pengepungan, keuntungan akan jumlah mereka yang banyak jadi sia-sia.     

"Semuanya, mendekat denganku!"     

Mungkin karena mereka sudah menyadari bahwa rencana awal mereka tidak lagi dapat dijalankan, salah satu prajurit Klan Pemotong Tulang berteriak ke arah belasan prajurit untuk berkumpul bersama. Pada titik ini, semua orang sudah jelas bahwa, meskipun proklamasi Ashes terdengar sombong pada awalnya, tidak ada satu pun dari musuh yang diserang sampai tewas.     

Jika Ashes benar-benar berniat untuk membunuh mereka, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menahan pukulan palu wanita itu.     

Setiap prajurit adalah aset yang berharga bagi klannya. Dengan demikian, taktik serangan Ashes mendapatkan rasa hormat dari klan-klan yang menonton duel itu, termasuk para prajurit dari Klan Pemotong Tulang itu sendiri. Sementara mereka tidak takut untuk mengorbankan diri mereka sendiri untuk tujuan Duel Suci, pertempuran ini seharusnya mendapatkan kematian yang bermakna, bukan hanya tewas secara membabi buta. Bumi bukanlah dewa yang haus darah. Meskipun Tanah Air menyukai keberanian dan kekuatan, namun Tanah Air mereka tidak ingin melihat kematian yang sia-sia.     

Para prajurit itu menyarungkan senjata mereka dan berbaris dalam barisan. Masing-masing prajurit itu mengulurkan kedua tangan mereka di depan.     

"Hmph." dengus Ashes.     

Ashes tertawa dan ia meletakkan perisainya di tanah. Selanjutnya, Ashes langsung berlari ke arah mereka sambil mengangkat palu raksasanya secara horizontal.     

Palu itu bertabrakan dengan kuat ke barisan prajurit itu.     

"Aduuh!"     

"Jangan sampai jatuh!"     

"Tahan terus!"     

Beberapa teriakan terdengar dari barisan penonton, tetapi nama klan itu tidak disebut. Seolah-olah pada tahap ini, tidak ada orang yang peduli siapa yang menang atau kalah selama mereka bisa menyaksikan Duel Suci yang berani dan luar biasa ini. Mereka yang sempat menangis beberapa saat yang lalu sekarang sudah mengepalkan tangan mereka dan menatap ke arah arena duel dengan sungguh-sungguh. Untuk beberapa alasan tertentu, Thuram tidak merasa ada yang aneh, ketukan drum terus bertambah kuat, seolah-olah irama drum itu menyerukan hadirin untuk bergerak maju dengan berani. Setiap orang yang mendengar suara melodi itu sekarang berada dalam suasana hati yang sangat bersemangat sehingga mereka merasa diri mereka ikut menjadi peserta duel, bukan hanya sekedar penonton!     

Ashes meregangkan tubuh bagian atasnya dan menekuk kakinya, sebelum ia terlibat dalam pertempuran fisik dengan para prajurit Klan Pemotong Tulang. Otot-otot lengan Ashes membentuk lengkungan yang sempurna, sehingga membentuk visual terbaik yang melambangkan gabungan antara kekuatan dan keindahan.     

Tetapi tentu saja, ini bukan duel antara 1 orang melawan seluruh klan.     

Begitu Si Kapak Besi, Andrea, dan Nona Bulan Perak bergabung dengan Ashes, pertempuran yang sebenarnya baru di mulai.     

Mereka berempat perlahan mendesak lawan mereka ke tepi arena duel. Setiap serangan mereka berempat disambut dengan teriakan dari para penonton. Thuram tidak bisa menahan diri untuk tidak bersorak dan ia ikut melambaikan tangannya.     

Setelah beberapa saat kemudian, melodi itu akhirnya mencapai klimaksnya.     

Langkah kaki Klan Osha yang melaju menjadi seirama dengan ketukan drum. Pada titik ini, para prajurit musuh tidak memiliki energi yang tersisa. Keempat anggota Klan Osha itu meraung dan mendorong musuh mereka keluar dari arena duel!     

Musik tiba-tiba langsung berhenti saat itu terjadi. Namun, melodi itu terus bergema tanpa henti di telinga semua orang, dan melodi itu tidak akan sirna untuk waktu yang lama ….     

"Pemenangnya adalah Klan Osha!" seru wasit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.