Bebaskan Penyihir Itu

Para Imigran



Para Imigran

0Sebuah kapal yang datang dari Benteng Longsong perlahan-lahan berlabuh di dermaga Kota Perbatasan.     
0

Setelah jembatan diturunkan, para penumpang, dengan segala macam koper dan barang bawaan yang mereka bawa di punggung mereka, mulai berjalan menuruni jembatan. Sebagian besar dari mereka belum pernah menginjakkan kaki di kota ini sebelumnya, sehingga mereka tampak cukup bingung. Para awak kapal di belakang mereka mendesak orang-orang itu untuk segera bergegas turun, membuat orang-orang yang baru turun dari kapal merasa sangat tidak nyaman.     

Ketika kerumunan orang itu mulai berdesakkan ke depan, seorang wanita paruh baya tergelincir tanpa sengaja. Wanita itu kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh dari jembatan. Untungnya, seorang wanita muda langsung bergegas dan memegang pergelangan tangan wanita tua itu, dan menyelamatkan dirinya.     

"Terima kasih, terima kasih." Wanita tua itu mengucapkan terima kasih berkali-kali dengan satu tangan di dadanya untuk menenangkan dirinya sendiri.     

Wanita muda itu tersenyum dan melambaikan tangannya, ia mengisyaratkan bahwa dirinya tidak apa-apa.     

Ferlin Eltek sedang menunggu di dermaga. Ferlin segera mengenali wanita muda yang tangkas ini. Wanita muda itu adalah Irene, istrinya yang tercinta, seorang pemain utama di Teater Benteng Longsong. Irene mengenakan gaun berwarna putih, dan rambutnya yang panjang disanggul di atas kepalanya, membuat Irene terlihat cantik dan anggun sama seperti sebelumnya.     

Meskipun jantung Ferlin berdegup penuh kegembiraan, ia tetap menunggu dengan sabar sampai Irene mendarat dengan aman di dermaga. Kemudian Ferlin bergegas untuk memeluk Irene dengan erat, terlepas dari pandangan dan teriakan orang-orang yang berada di sekitar mereka. Irene merasa terkejut karena pelukan yang tak terduga itu, tetapi begitu ia mengenali suaminya, Irene membalas pelukan Ferlin dengan lembut.     

"Aku sangat takut begitu mendengar kabar bahwa Adipati telah dikalahkan. Ketika kamu berada di Benteng Longsong, aku tidak mendapat kesempatan untuk melihatmu," bisik Irene di telinga Ferlin, "Untungnya, kamu sudah aman sekarang."     

"Aku dipenjara di ruang bawah tanah kastil bangsawan. Para penjaga tidak akan membiarkan kamu masuk," Ferlin melepaskan pelukan istrinya dan berkata, "Bagaimana kabarmu selama dua minggu terakhir ini?"     

Irene terdiam sejenak kemudian berkata kepada Ferlin, "Aku telah meninggalkan teater."     

Ferlin segera mengerti apa yang dimaksud Irene meski ia tidak mengucapkan kalimat selanjutnya. Ketika Ferlin masih menjadi Kesatria Kebanggaan Wilayah Barat, hanya Adipati yang berani melecehkan Irene. Tetapi sekarang ketika Ferlin menjadi tawanan Yang Mulia, mereka yang mendambakan kecantikan Irene tidak akan ragu lagi untuk menyembunyikan nafsu mereka. Pria-pria hidung belang telah menunggu kesempatan untuk memiliki Irene. Jika Irene melanjutkan pekerjaannya di teater, itu akan sangat berbahaya baginya.     

"Tidak apa-apa. Aku mendapat pekerjaan di sini, dan upahnya tidak buruk." sahut Ferlin sambil menenangkan Irene. "Ayo kita pulang."     

"Pulang?" Irene terkejut. "Apakah kita tidak harus hidup terpisah?"     

Biasanya, para tahanan yang tidak ditebus atau dihukum mati, akan bekerja sebagai buruh yang diupah kecil. Mereka tinggal di tenda atau barak[1] yang penuh dengan para tahanan lain. Mereka harus tidur di tanah yang ditutupi dengan jerami. Keluarga para tahanan juga akan diperlakukan sama. Para wanita harus tinggal di barak lain dan juga tidur di tanah. Ketika para tahanan pria sedang bekerja, para tahanan wanita harus merapikan barak pria, menyiapkan makanan, dan mencuci pakaian.     

Memikirkan hal itu, Ferlin merasa terharu karena pilihan istrinya. Jika Irene tetap memilih untuk tinggal di pertanian di Benteng Longsong, setidaknya Irene memiliki kamarnya sendiri yang luas dengan tempat tidur yang nyaman dan lembut. Namun Irene memilih untuk datang ke Kota Perbatasan sendirian, demi Ferlin. Meskipun Irene berpikir ia harus tinggal bersama para wanita lain di sebuah ruangan kecil atau di tenda dan dipaksa untuk bekerja, Irene tidak merasa ragu.     

"Aku bekerja menjadi seorang guru sekarang." Ferlin mengambil barang bawaan Irene dan memegang tangannya, mereka menuju Distrik Peradaban Baru. "Sebagai guru, aku punya rumah sendiri secara gratis."     

Sejujurnya, ketika Ferlin pertama kali mendengar perlakuan untuk para guru dari Yang Mulia, ia tidak berharap banyak. Sebagai seorang tahanan, memiliki kamar sendiri saja sudah sangat bagus. Bahkan jika rumah itu adalah gubuk kayu dengan atap yang bocor dan jendela yang pecah, gubuk itu akan menjadi tempat berlindung yang baik setelah diperbaiki. Ferlin tidak pernah mengira bahwa rumah-rumah untuk para guru ternyata begitu … rapi tersusun dengan teratur.     

Saat memasuki distrik yang baru, jalanan menjadi lebih lebar, dan tanahnya bertabur dengan batu kerikil berwarna abu-abu. Jalan-jalan telah diratakan oleh para tukang batu sehingga nyaman untuk berjalan di atasnya. Pada awalnya, Ferlin tidak mengerti mengapa tukang batu repot-repot membuang waktu dan tenaga. Kemudian Ferlin melihat bagaimana air hujan yang deras mengalir di sela-sela kerikil, airnya meresap ke dalam tanah dan kemudian masuk ke parit yang dalam di kedua sisi jalan. Dibandingkan dengan gang-gang yang sempit di Benteng Longsong, yang sering berlumpur dan tertutup genangan air pada musim hujan, jalanan ini jauh lebih baik.     

Irene melihat ke sekelilingnya dan bertanya dengan bingung, "Rumah-rumah ini tampaknya baru dibangun. Apakah kita telah salah jalan?"     

"Tidak, sayang. Kita sudah hampir sampai."     

Setelah mereka melewati dua belokan lagi, Ferlin berhenti di depan sebuah rumah yang terbuat dari batu bata setinggi dua lantai, dan berkata kepada Irene, "Kita sudah sampai."     

"Di mana rumah kita?" Irene melihat sekelilingnya dan kemudian berbalik ke rumah baru yang ada di depannya. Irene menutup mulutnya karena terkejut. "Apakah rumah ini adalah rumah baru kita?"     

"Tentu saja tidak." sahut Ferlin sambil tersenyum. "Ini adalah rumah bagi para guru, dan kita akan tinggal di sebuah kamar di tengah di lantai dua. Ayo naik."     

Ferlin membuka pintu dengan kunci dari sakunya, dan menggandeng tangan Irene sambil masuk ke rumah baru. Ada ruang tamu, dua kamar tidur, dan dua kamar tambahan, dan didekorasi dengan baik dengan perabotan rumah. Ruangan itu tidak besar, tapi ternyata sangat nyaman. Dari dekorasi ruang tamu hingga tata ruang kamar tidur, semuanya baru dan terasa menyegarkan. Bersama Irene, sang nyonya rumah, rumah itu menjadi semakin sempurna.     

"Ya ampun. Apakah kamu benar-benar tawanan di sini?" Irene berlari dari satu kamar ke kamar lain dengan penuh semangat, dengan cermat melihat segala sesuatu. Irene sangat bersemangat seperti seorang anak kecil. "Kita benar-benar akan tinggal di sini, bukan?"     

"Ya, tentu saja kita akan tinggal disini." Ferlin, dengan senyuman puas di wajahnya, mengambil sepotong roti dan keju dari lemari makanan dan meletakkannya di atas meja. "Kurasa kamu tidak makan apa pun di kapal. Ayo, mari kita makan. Aku harus pergi bekerja nanti."     

"Oh ya, kamu sudah menjadi seorang guru sekarang." Irene kembali menuju suaminya. "Anak-anak keluarga bangsawan dari mana yang akan kamu ajar?"     

"Bukan kaum bangsawan. Melainkan para rakyat Yang Mulia."     

"Rakyat?" Irene merasa heran sejenak, dan kemudian bertanya, "Apa yang akan kamu ajarkan kepada mereka?"     

Ferlin mengambil sebuah buku dari meja dan menyerahkannya kepada Irene. "Aku mengajari mereka cara membaca dan menulis. Yang Mulia memberiku buku ini … ini namanya 'buku pelajaran'."     

Ketika Ferlin memilih untuk menjadi guru, dia takut dirinya tidak akan kompeten untuk melakukannya. Lagi pula, para guru biasanya adalah orang-orang berambut putih yang berpengetahuan luas. Tetapi Yang Mulia mengatakan bahwa Ferlin hanya perlu mengajar sesuai dengan 'buku pelajaran' Ketika Ferlin membaca apa yang disebut 'buku pelajaran', ia mengetahui bahwa ada banyak detail dan metode dalam mengajar orang lain dalam membaca dan menulis.     

Semuanya tercantum di dalam buku itu, dari metode pengajaran hingga bahan pengajarannya. Di halaman pertama, ada daftar lusinan pertanyaan dan jawaban yang sering diajukan kepada para guru baru. Misalnya, pertanyaan tentang bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana memotivasi murid untuk belajar atau bagaimana menguji kemampuan murid, dan jawabannya juga jelas dan mudah dimengerti, serta memberi banyak inspirasi kepada pembacanya. Bahkan sebelum Ferlin memulai pengajaran pertamanya, ia sudah sangat tertarik dengan isi buku ini.     

Begitu juga dengan Irene. Irene telah mengenal dan bermain di teater sejak masa kecilnya dan telah membaca lebih banyak buku dan naskah daripada yang dilakukan Ferlin. Ferlin pernah berpikir, dengan kecantikan dan kebijaksanaan yang dimiliki Irene, jika saja Irene dilahirkan di keluarga bangsawan, ia akan menjadi wanita yang sangat terhormat yang dikenal di seluruh Wilayah Barat.     

Setelah membaca beberapa halaman, Irene tiba-tiba mengangkat kepalanya dan bertanya kepada Ferlin, "Apakah tadi kamu mengatakan … upah untuk guru tidak buruk?"     

"Dua puluh keping perak per bulan, dengan tambahan lima keping perak setiap tahunnya."     

"Di kota ini tidak ada teater, bukan?"     

"Tidak … tidak ada teater di kota ini." Ferlin merasa ragu, karena ia sudah menebak apa yang dipikirkan istrinya.     

Benar saja, Irene menutup buku dan tersenyum. "Kalau begitu aku juga akan menjadi guru, sayangku. Sama seperti kamu."     

[1] Tempat tinggal para prajurit     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.