Bebaskan Penyihir Itu

Utusan Delegasi



Utusan Delegasi

0Alicia tidak pernah menyangka bahwa suatu hari ia akan menjadi seorang Utusan Delegasi.     
0

Lagi pula, setiap kali gereja mengirimkan seorang utusan delegasi, para anggotanya selalu merupakan prajurit elit. Mereka tidak hanya dibekali dengan keahlian bertempur, tetapi juga terlihat cukup representatif untuk mewakili gereja. Alicia sangat percaya diri dengan keterampilan bertarungnya dan pengetahuan seputar gereja. Tetapi ketika berbicara mengenai penampilan, seberapa baiknya penampilan seorang wanita yang terbiasa mengayunkan pedangnya yang besar di medan perang sepanjang hari? Memikirkan hal ini saja sudah membuat Alicia merasa tidak percaya diri.     

Menurut Pendeta Mira, pasukan delegasi mereka akan menuju ke sebuah kota kecil di Wilayah Barat Kerajaan Graycastle. Tujuan mereka ke sana adalah untuk menyelidiki mengenai seorang pangeran yang mempekerjakan para penyihir. Selain pendeta yang memimpin delegasi, ada sepuluh orang anggota Pasukan Penghakiman yang juga turut serta. Salah satu dari mereka juga ada kapten berwajah kaku yang pernah Alicia temui di Tembok Pertahanan Hermes.     

Tetapi dari penampilannya, pria itu masih berwajah kaku meski tidak sedang bertempur. Alicia merasa sedikit dingin hanya dengan berdiri di sebelah kapten itu.     

Pendeta Mira benar-benar berbeda. Ia berusia lebih dari empat puluh tahun dan memiliki sepasang mata yang terlihat bijak. Pendeta Mira selalu tersenyum ketika ia membahas anekdot[1] mengenai gereja. Pendeta Mira terlihat anggun dan ramah serta tidak kehilangan aura wibawanya. Bahkan di depan Uskup Agung pun, sikapnya tetap tenang. Alicia telah sering mendengar bahwa Pendeta Mira kemungkinan akan menjadi Uskup Agung yang selanjutnya.     

Yang mengejutkan Alicia adalah kenyataan bahwa Pendeta Mira sebagai pejabat sipil mau mengendarai kudanya sendiri dan juga memimpin orang-orang yang berada di Pasukan Penghakiman. Dalam dua hari ini, Pendeta Mira memimpin prosesi, dari hutan di pegunungan hingga ke kota. Pendeta Mira menjaga kudanya berjalan dengan kecepatan stabil sambil meminimalkan aktivitas fisik apa pun. Ini adalah keterampilan yang membutuhkan waktu yang lama untuk dikuasai oleh seseorang.     

"Kita menuju ke selatan, bukan?" Seseorang dalam konvoi bertanya setelah meninggalkan wilayah Hermes dan mulai memasuki wilayah Kerajaan Graycastle.     

"Tidak. Kota Perbatasan terlalu jauh dari kita. Aku tidak ingin membuat pantatku terluka jika kita bepergian lewat jalur darat," Mira mengibaskan tangannya dan berkata, "Dan kita akan pergi ke timur ke Kota Lembah Dalam. Ada sungai yang bisa membawa kita langsung ke Kota Air Merah. Dari sana, kita akan menuju ke Benteng Longsong dengan mudah."     

"Sejak kapan kamu mulai bergabung dengan gereja?" Alicia bertanya kepada Mira dengan penasaran, "Kamu tidak hanya mengetahui tentang anekdot Kota Suci, tetapi juga paham dengan dunia luar."     

"Dua belas tahun yang lalu. Aku sudah berumur tiga puluh tahun saat itu," jawab Mira.     

"Umurmu sudah tua saat itu!" Seru Alicia. "Yang aku tahu, semakin tua seseorang, semakin sulit baginya untuk memahami ajaran ketuhanan. Tetapi kamu hanya perlu waktu selama sepuluh tahun untuk mempromosikan diri dari seorang jemaat menjadi seorang pendeta. Itu sungguh luar biasa."     

"Benar," sahut Mira sambil tersenyum. "Itulah pesona gereja. Aku adalah putri seorang pedagang. Aku mengikuti ayahku dan belajar berbisnis di Keempat Kerajaan. Kami membeli komoditas lokal biasa dan menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi di tempat lain. Harga yang kami jual bisa mencapai beberapa kali lipat lebih tinggi, contohnya batu koral zamrud Wilayah Angin Laut misalnya. Kami membelinya dari nelayan setempat seharga dua puluh atau tiga puluh keping perak. Kemudian kami memasukkannya ke dalam tangki air, membawanya ke Kerajaan Everwinter, dan menjualnya demi emas. Jika batu koralnya memiliki warna yang bagus dan bercabang, kami bisa menjualnya dengan harga lebih dari lima keping emas. Dulu aku sering bertanya-tanya mengapa barang yang sama memiliki dua nilai yang berbeda."     

"Karena … batu itu termasuk langka?" Alicia menjawab Mira.     

"Awalnya aku juga berpikir begitu." sahut Mira sambil mengangguk. "Tetapi sesuatu terjadi dan pandanganku berubah. Ada seorang bangsawan di Kota Raja yang menyembunyikan seorang penyihir yang mampu mengubah cuaca. Bangsawan ini mencoba berbagai cara sebelum akhirnya ia berhasil menumbuhkan koral Wilayah Angin Laut di Kerajaan Everwinter. Pria itu memodifikasi ruang bawah tanah di bawah halaman rumahnya menjadi sebuah kolam besar. Panen koralnya terjadi satu tahun sekali. Karang yang ia tanam melebihi hasil panen kami untuk sepuluh kali melakukan perjalanan bolak-balik. Tetapi jalur perdagangan begitu jauh dan sulit sehingga ayahku hanya mampu mengambil batu koralnya satu tahun sekali. Akibatnya, batu koral zamrud membanjiri pasaran. Sang bangsawan bahkan menjual rumah dan kolamnya kepada pihak kerajaan dan kepada seorang bangsawan lain. Jika benda langka menjadi lebih banyak di pasaran, wajar saja jika harganya menurun."     

"Tapi dua tahun kemudian, pihak kerajaan menolak untuk membeli koral zamrud dengan harga rendah, karena mereka mengira koralnya palsu. Tidak hanya ayahku yang memangkas harga koral sampai setengahnya, ia bahkan memberikan dua buah koral untuk satu harga. Sedangkan bangsawan itu, ia ditangkap oleh gereja dan didakwa dengan kejahatan menyembunyikan seorang penyihir. Bangsawan itu, bersama dengan si penyihir, diikat ke tiang pancang dan mereka dibakar sampai mati. Tetapi aku tahu koralnya tidak palsu. Koralnya persis dengan yang dijual ayahku."     

"Pemikiran bahwa barang langka tidak ternilai harganya tidak salah. Tetapi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga suatu barang. Ini adalah contoh paling sederhana. Karena istana Kerajaan Everwinter memperlakukan koral zamrud sebagai lambang kemewahan, mereka yang menetapkan harganya. Ketika karang zamrud sudah bermunculan di mana-mana, aturan harga yang ditetapkan istana mulai terkena imbasnya. Pada hari eksekusi si bangsawan, Ratu Kerajaan Everwinter bahkan mengadakan sebuah perayaan besar. Apakah kamu pikir barang-barang seperti ini sama seperti kita orang duniawi?"     

"Seperti … apa?" Alicia tidak memahami perkataan Mira.     

"Seperti orang-orang, anak-anak jelata," kata Mira sepatah demi sepatah, "kita terlahir dengan sebuah harga di diri kita masing-masing, dan harga ini tidak mencerminkan nilai kita yang sebenarnya. Sama seperti batu zamrud itu, kita sama-sama manusia, tetapi beberapa orang terlalu miskin, dan beberapa terlalu kaya."     

"Terlalu kaya bagi kita … Maksudmu kaum bangsawan itu."     

"Kaum bangsawan seperti koral zamrud di Kerajaan Everwinter." Pendeta Mira tersenyum. "Kita semua terlahir dengan tangan, kaki, sepasang mata, dan mulut yang sama. Namun, nilai diri bagi kaum bangsawan ditetapkan pada titik tertinggi. Nilai diri mereka tidak ditentukan oleh kemampuan mereka sendiri, tetapi oleh aturan kerajaan. Karena itulah aku bergabung dengan gereja. Setidaknya, di Kota Suci Hermes yang baru, siapa diri kita tidak menentukan nilai kita. Jika kita bisa mengubah seluruh benua menjadi kota suci, maka negara kita baru bisa disebut sebagai negara yang berdaulat."     

"Kamu telah membuat pemikiran yang sangat tepat!" Alicia berulang kali menganggukkan kepala dengan gembira. Jika mereka benar-benar berhasil membangun Kerajaan Allah sesuai deskripsi yang disebutkan Mira, di mana orang dilahirkan tanpa kasta-kasta dan tidak ada kemiskinan dan perbudakan, dunia akan sangat indah.     

"Kerajaan Allah?" Kapten Pasukan Penghakiman yang berwajah kaku mulai mengejek dan mendekat. "Berapa banyak lagi orang yang ingin mereka ubah menjadi monster berdarah dingin? Pendeta yang terhormat, dan seberapa banyak yang kamu ketahui mengenai Pasukan Penghukuman Tuhan?"     

"Hei, kamu …" Ketika Alicia hendak menegur pria itu karena ia bertindak tidak sopan, Mira menghentikan Alicia.     

"Pasukan Penghukuman Tuhan terdiri dari para pejuang yang paling kuat di gereja. Mereka setia, mau mengabdikan diri, dan cukup berani untuk bergabung dengan Pasukan Penghukuman Tuhan."     

"Tidak salah. Kamu benar mengenai mereka adalah petarung paling kuat dan bersedia menjadi prajurit. Tetapi mereka bukan berubah menjadi prajurit, melainkan sekelompok monster tanpa perasaan!" Setelah pria itu mengucapkan kalimat ini, ia pergi mendahului konvoi.     

"Ia sungguh tidak sopan!" Kata Alicia dengan marah. Ketika Alicia bertemu dengan kapten itu di Hermes, ia menganggap pria itu sebagai orang yang tenang dengan kemantapan seorang jenderal dan keberanian seorang prajurit. Mengapa pria itu berubah menjadi orang yang kasar seperti ini?     

"Tidak apa-apa. Ia hanya sedang kesal." Mira menggelengkan kepalanya. "Kemunduran dan pengorbanan tidak bisa dihindari dalam pembangunan Kerajaan Allah di bumi … tetapi setidaknya kita bersedia melakukan semua pekerjaan Tuhan ini."     

Ketika konvoi pasukan itu tiba di kota berikutnya, hari sudah gelap. Pendeta Mira memimpin konvoi delegasi ke gereja untuk beristirahat. Setelah makan malam, mereka kembali ke kamar mereka. Alicia mengikuti si kapten dan menghadangnya di lorong.     

"Pendeta Mira adalah pemimpin kita. Apa maksudmu dengan mengatakan hal-hal itu tadi? Apakah kamu lupa semua peraturan di gereja?"     

"Namamu Alicia, bukan?" Si kapten berkata setelah terdiam sejenak.     

"Benar, dan aku juga seorang kapten seperti kamu. Aku menanyakan namamu sejak di Bulan Iblis, tetapi kamu tidak menyebutkan namamu. Bolehkah aku mengetahui namamu sekarang?"     

"Namaku Abraham," jawab pria itu tanpa ekspresi, "untuk apa aku memberitahukan namaku …? Apakah kamu memiliki saudara kandung?"     

"Tidak." Tiba-tiba Alicia teringat bahwa Abraham pernah berkata bahwa kakak laki-lakinya adalah anggota Pasukan Penghukuman Tuhan.     

"Aku punya satu saudara kandung. Kami tumbuh bersama di gereja. Kami mengenal satu sama lain dengan sangat baik seolah-olah kami adalah satu orang. Kemudian, saudaraku mengambil inisiatif untuk menerima pertobatan dan aku tidak pernah melihatnya lagi. Hakim Agung mengatakan kepadaku bahwa pertobatannya sangat sukses sehingga saudaraku sekarang melakukan misi khusus untuk gereja. Aku sangat bangga untuknya." Abraham berhenti berbicara sejenak. "Sampai aku melihatnya lagi di katedral pada suatu hari. Aku memanggil namanya dan ingin memeluknya. Coba tebak apa yang kulihat." Ekspresi di wajah Abraham menunjukkan sedikit rasa pedih. "Aku menjadi orang asing baginya. Seolah-olah ia tidak melihatku. Saudaraku berjalan melewatiku. Tidak ada cahaya di matanya, ia hanya berjalan dan menatap lurus ke depan. Gerakan tubuhnya benar-benar tidak seperti seorang manusia."     

"…" Alicia merasa menggigil. Alicia ingin mengatakan bahwa Abraham telah berbohong, tetapi ketika ia membuka mulutnya, ia tidak mengucapkan apa-apa.     

"Pasukan Penghukuman Tuhan mengenyahkan perasaan dari para prajuritnya. Mereka tidak lebih dari sekelompok mayat berjalan." Abraham meninggalkan Alicia yang masih terperangah dan kembali ke kamarnya tanpa menoleh ke belakang.     

[1] Cerita singkat mengenai sesuatu     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.