Bebaskan Penyihir Itu

[Peti Mati yang Membeku]



[Peti Mati yang Membeku]

0Suara rintihan minta tolong itu membuat seluruh tubuh Kilat merinding.     
0

Semua cerita horor yang pernah Kilat dengar dari beberapa penjelajah lain terlintas di benaknya. Apakah itu cerita iblis yang merangkak keluar dari dalam jurang, hantu yang menyimpan dendam kesumat atau cerita kematian yang kekal, semua itu akan menjadi mimpi buruk seorang penjelajah. Monster seperti itu bisa membunuh seseorang hanya dengan menatap matanya dan pandai menciptakan ilusi dan bisa menipu orang. Kilat takut ada monster seperti itu di dalam menara batu ini.     

Meskipun ayahnya telah mengatakan kepada Kilat bahwa cerita-cerita seram itu hanyalah omong kosong yang dibuat oleh para penjelajah yang penakut, kakinya tetap terasa dingin dan kaku. "Jika itu bukan monster, lalu suara apa itu? Siapa yang bisa terus menerus berteriak minta tolong di dalam menara ini dengan nada yang sama selama berbulan-bulan sambil dikelilingi gerombolan iblis?"     

Kilat dihadapkan pada pilihan sulit. Jika itu adalah suara monster yang telah membunuh semua iblis di dalam menara batu ini, pergi ke sana akan membuat dirinya terbunuh juga. Jika itu adalah suara seseorang yang telah bertarung melawan iblis sampai saat ini, pasti ada beberapa iblis yang tidak ingin Kilat temui. Kilat sulit membuat keputusan.     

Setelah merasa ragu sejenak, Kilat memutuskan untuk terbang keluar untuk berdiskusi dengan Maggie terlebih dahulu.     

Mendengar cerita Kilat tentang situasi di dalam, Maggie mengangkat kepalanya dan berkata, "Kita bisa mematikan batu apinya dan menyelinap masuk. Dengan begitu, iblis itu tidak bisa melihat kita."     

"Uhm, tetapi kita juga tidak bisa melihat iblis itu."     

"Aku bisa berubah menjadi seekor burung hantu." kata Maggie sambil mengelus-elus wajah Kilat. "Dengan begitu, aku bisa melihat semuanya dalam kegelapan."     

Mata Kilat langsung berbinar-binar setuju. "Itu ide yang bagus, tetapi … iblis-iblis legendaris itu juga hidup dalam kegelapan sepanjang hidup mereka. Mereka pasti bisa menemukan kita dalam kegelapan. Kalau tidak, iblis-iblis itu sudah mati kelaparan."     

"Bukankah kamu bilang cerita-cerita seram itu hanya dibuat untuk menakut-nakuti orang?"     

"Bukan aku yang bilang, tetapi ayahku." ralat Kilat.     

"Sama saja. Lagi pula, aku belum pernah mendengar ada monster yang abadi di Kerajaan Graycastle. Jika monsternya benar-benar sekuat itu, mereka seharusnya tidak hanya berada di Fjords saja." Wujud Maggie sebagai burung merpati mulai bersinar dan ia berubah wujud menjadi seekor burung hantu, matanya berbinar penuh semangat. "Kupikir kamu tertarik dengan cerita-cerita itu."     

"Memang, seorang penjelajah yang baik tidak boleh melewatkan kesempatan untuk memastikan kebenaran sebuah kisah. Aku pergi ke tempat ini untuk mengatasi rasa takutku. Aku akan menyia-nyiakan semua upaya yang aku lakukan sebelumnya jika aku melarikan diri sekarang." Setelah merasa ragu sejenak, Kilat memutuskan untuk mengikuti saran Maggie.     

"Tetapi, tunggu dulu … aku datang ke sini untuk mengatasi rasa takutku, tetapi apa yang membuat Maggie jadi sangat tertarik untuk menjelajahi reruntuhan kuno ini? Jangan-jangan …."     

"Apakah kamu mau bergegas masuk ke dalam reruntuhan ini karena imbalan satu keranjang telur itu?"     

Burung hantu itu mengedipkan matanya yang bulat ke arah gadis kecil itu kemudian memalingkan kepalanya.     

Kilat masuk ke pintu masuk ruang bawah tanah lagi. Kilat menarik nafas dalam-dalam kemudian ia melangkah masuk ke dalam kegelapan pekat, sambil memegang revolver erat-erat.     

Kilat merasa jauh lebih tenang kali ini karena Maggie ikut menemani dirinya sambil bertengger di bahunya.     

Lantainya basah, penuh genangan air di sana-sini. Karena ruang bawah tanah ini terletak di tempat yang landai, semua air hujan yang masuk ke dalam menara batu ini akan berakhir di sini. Biasanya, sistem pembuangan air dibangun di ruangan bawah tanah untuk mengalirkan air keluar, tetapi setelah ratusan tahun, sebagian besar selokan di sini pasti sudah mampat.     

Maggie menepuk kepala Kilat dengan sayapnya untuk menyarankan gadis kecil ini agar berhati-hati menuruni anak tangga yang ada di depannya.     

Kilat berjalan pelan-pelan sambil meraba-raba tepi tangga kemudian turun ke bawah. Setelah berbelok, tiba-tiba Kilat melihat sebuah cahaya.     

Cahaya berwarna kuning redup yang berasal dari ujung tangga ini bahkan membuat lantainya berkilauan.     

Kilat memusatkan perhatiannya ke lantai sejenak dan menyadari bahwa itu hanyalah air limbah yang berkilauan di sana. Air itu merendam sebagian jendela. Melihat genangan air itu, Kilat mengetahui bahwa air di dalam ruang bawah tanah itu mungkin hanya sedalam lututnya jika ia berjalan melalui genangan itu.     

Karena itu, Kilat memilih untuk terbang perlahan-lahan dan pindah ke pintu setelah ia tiba di tangga yang sejajar dengan permukaan air. Kilat melongokkan kepalanya dan melihat ke sekelilingnya.     

Ada sebuah ruangan yang sangat besar di belakang pintu itu, yang jauh lebih luas daripada ruangan di dalam menara di atas. Kilat tidak melihat ada obor yang menyala, tetapi beberapa batu yang tertancap di dinding memancarkan cahaya berwarna kuning, sehingga Kilat bisa melihat segala sesuatu di dalam ruangan itu.     

Sebuah panggung batu berdiri di tengah-tengah ruangan itu dan ada beberapa sosok yang berdiri di atasnya. Jika dilihat dari tubuh besar dan berotot serta tempurung yang ada di punggung mereka, Kilat yakin bahwa sosok-sosok ini adalah iblis. Iblis-iblis ini belum menyadari kehadiran Kilat dan Maggie saat ini. Sebaliknya, iblis-iblis itu berdiri mengelilingi batu berbentuk kubus berwarna biru sambil memegang perisai besar dan tombak panjang di tangan mereka masing-masing.     

Saat ini, teriakan minta tolong itu terdengar semakin jelas. Maggie dan Kilat sekarang bisa mendengar suara itu seolah-olah ada seseorang yang berbicara tepat di telinga mereka.     

"Tolong aku, tolong aku …."     

Kilat menelan ludahnya. "Apa yang harus kita lakukan?"     

"Kita …."     

"Ayo kita selamatkan wanita itu sekarang," bisik Maggie di telinga Kilat.     

"Apa??" gadis kecil itu terkejut. "Tetapi ada beberapa iblis di dalam … kita tidak bisa mengalahkan mereka semua!" Kilat merasa tangannya mulai berkeringat sekarang. "Jika Nightingale ada di sini, kita akan baik-baik saja, tetapi aku … tidak bisa mengalahkan mereka sendirian."     

"Apakah mereka adalah iblis yang kamu sebutkan waktu itu?" tanya Maggie sambil memiringkan kepalanya dan berkata, "Semua iblis-iblis ini tampaknya sudah mati."     

"Apa? Sudah mati?"     

Maggie terbang ke panggung batu sebelum Kilat selesai bicara, meninggalkan gadis itu berdiri sendirian di tempat itu. Kilat sangat ketakutan saat itu sehingga ia bahkan lupa mengulurkan tangannya untuk mencegah Maggie. Ketika Kilat mulai tersadar dari rasa kagetnya, Maggie telah terbang ke ke salah satu iblis itu. Kilat menggertakkan giginya dan mengikuti Maggie sambil memegang revolver di tangannya, ia berusaha mengingat cara menembak revolver yang telah diajarkan Nightingale padanya.     

Yang membuat Kilat terkejut, tiba-tiba ia melihat iblis itu ambruk seperti batu yang dihempas angin. Burung hantu itu menghancurkan iblis itu dalam sekejap hanya dengan mematuknya.     

"Apa … yang terjadi?" Kilat mendarat di samping Maggie dan menatap ketiga iblis lainnya dengan terkejut.     

Sambil berdiri di atas panggung, Kilat bisa melihat dengan jelas ada retakan di seluruh tubuh iblis-iblis itu dan jaring laba-laba yang ada di antara kaki mereka. Melihat wajah mengerikan iblis-iblis itu, Kilat melihat mata dan kulit mereka yang pucat dan berwarna abu-abu, tidak tampak ada jejak kehidupan di sana. Sekarang Kilat akhirnya mengerti mengapa Maggie berkata bahwa semua iblis ini sudah mati, dalam cahaya remang-remang seperti ini, penglihatan Maggie dalam wujud burung hantu jauh lebih baik daripada penglihatannya sendiri.     

Ketika Kilat baru merasa rileks sejenak, ada sesuatu yang tiba-tiba menarik perhatiannya.     

Dilihat dari jauh, kubus besar yang dikelilingi oleh iblis-iblis di panggung ini menyerupai pilar batu, tetapi ternyata kubus ini transparan jika dilihat dari dekat. Di dalam kubus raksasa itu berdiri seorang wanita yang mengenakan pakaian yang bercahaya. Wanita itu menutup matanya dan membuka kedua telapak tangannya. Rambut panjangnya yang berwarna biru tampak melayang ke belakang, seolah-olah rambutnya tertiup angin.     

"Apakah wanita ini seorang penyihir?" Maggie terbang ke atas kubus kristal itu dan mematuknya dengan keras, membuat suara ketukan yang keras. Namun, kubus kristal ini tidak pecah juga.     

"Aku tidak tahu," gumam Kilat. Begitu Kilat meletakkan tangannya di atas kubus kristal itu, ia merasakan hawa dingin yang menusuk. Wanita ini pasti telah tinggal di dalam 'peti mati batu' yang tertutup lapisan debu tebal untuk waktu yang sangat lama, tetapi ia tampak seolah-olah masih hidup. Alis wanita itu mengernyit dan ia tampak cemas dan khawatir.     

"Tolong aku …."     

Lagi-lagi, Kilat mendengar suara yang sudah pernah ia dengar datang dari balik peti mati kristal itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.