Bebaskan Penyihir Itu

Bersiap untuk Serangan Balik



Bersiap untuk Serangan Balik

0Cacusim tiba di dermaga saat sinar matahari mulai mengintip menembus awan.     
0

Tidak seperti biasanya, dermaga Kota Perbatasan kini dipenuhi para prajurit. Para prajurit itu berdiri tegak, dengan karung dan senjata laras panjang yang mereka bawa di punggung mereka, mereka tampak seperti 'hutan lebat' di tengah badai. Meskipun dermaga itu penuh sesak dengan orang-orang, semua orang bergerak secara teratur. Menyaksikan para prajurit menaiki kapal dayung bertenaga uap satu per satu, Cacusim merasa sangat kuat dan bersemangat.     

Cacusim menelan ludah sambil berpikir.     

Mereka adalah para prajurit yang dilatih oleh Yang Mulia Roland Wimbledon.     

"Mereka sungguh luar biasa!" Pria tua itu telah melakukan berbagai macam perjalanan mulai dari Wilayah Angin Laut sampai ke Pelabuhan Air Jernih ketika ia masih muda. Jarak ini lebih dari setengah luas Kerajaan Graycastle, dan Cacusim juga pernah memimpin armada komersial ke Fjords dan ke pulau-pulau terdekat. Jadi, Cacusim sudah pernah menyaksikan tingkah laku arogan para kesatria yang mengenakan baju zirah, serta tingkah laku orang-orang barbar yang membunuh binatang buas dengan tangan kosong. Bagi Cacusim, para prajurit ini sudah jelas merupakan para pejuang yang memiliki kekuatan dahsyat. Namun, Cacusim tidak menyangka dirinya bisa melihat dan merasakan kekuatan itu sekali lagi, sambil berdiri dengan sekelompok orang biasa lainnya, Cacusim bisa merasakan gelombang kekuatan dahsyat itu bahkan lebih kuat lagi dari sebelumnya.     

"Sudah jelas mereka ini dulunya hanyalah orang-orang biasa …" pikir Cacusim. Sudah hampir empat bulan sejak Cacusim tiba di Kota Perbatasan, dan setiap hari ia mulai memahami kota itu sedikit demi sedikit. Cacusim tahu bahwa Tentara Pertama sebagian besar terdiri dari penduduk setempat dan banyak dari mereka dulunya bekerja sebagai penambang, pemburu, pekerja di tungku pembakaran, dan tukang batu sebelum mereka bergabung dengan kemiliteran. Karena itu, mereka tidak pernah menerima pelatihan tempur secara profesional.     

Namun, hanya dalam beberapa bulan, orang-orang ini menjadi begitu berani dan disiplin sama seperti kesatria sungguhan. "Sihir macam apa yang digunakan Yang Mulia kepada mereka?"     

"Apakah kamu … benar-benar akan pergi?" Cacusim mendengar Vader berbisik di belakangnya. Cacusim bisa mengetahui dari suara Vader yang berbisik perlahan, pemuda ini juga pasti terkesima melihat para prajurit itu.     

"Untuk apa aku melamar sebagai kapten jika aku tidak ikut pergi?" jawab Cacusim sambil menarik napas dalam-dalam.     

"Tetapi mereka pergi untuk bertarung." Vader melanjutkan.     

"Mereka semua memberikan pelayanan yang bisa mereka berikan kepada Yang Mulia." balas Cacusim. Lalu Cacusim kembali menambahkan, "Begitu juga denganku."     

Setelah hening sejenak, Vader kembali memohon dengan nada memelas, "Tetaplah hidup."     

Cacusim melambaikan tangan sebagai jawabannya.     

…     

Cacusim menaiki kapal dayung bertenaga uap yang keenam saat kapal itu tiba diiringi salju yang berputar-putar. Menurut tradisi, seorang kapten dapat menamai kapal mereka sendiri, dan meskipun kapal ini milik Yang Mulia, Cacusim diizinkan untuk memutuskan apa nama yang tepat untuk menamai kapalnya.     

Namun, sampai saat ini Cacusim masih belum memutuskan.     

Ini adalah kedua kalinya Cacusim mengambil posisi kapten sejak ia pensiun sepuluh tahun yang lalu. Jadi, Cacusim ingin memberikan sebuah nama yang didedikasikan untuk mengingat dirinya.     

"Kapten, Anda sudah tiba di sini!" Segera setelah Cacusim melangkah ke kabin pimpinan, dua orang kru datang untuk menyambutnya. "Kami sedang memanaskan tangki pemanas, dan aku jamin kapal ini akan segera berangkat."     

Pemuda itu bernama Pike dan ia berasal dari Wilayah Selatan. Pike memiliki beberapa tahun pengalaman memancing di laut. Jika Pike adalah kru dari armada lain, ia bahkan tidak akan lulus sebagai seorang pelaut, tetapi di kapal ini, semua orang dianggap sebagai pemula.     

"Semua orang sudah naik ke kapal?" tanya Cacusim.     

"Semua sudah naik ke kapal. Anda adalah orang terakhir naik," jawab Pike sambil mengedipkan matanya.     

"Jika kamu tidak tahu bagaimana cara untuk menghormati kaptenmu, aku akan dengan senang hati mengajarimu dengan cara memberikan tugas untuk membersihkan dek satu hari penuh."     

"Baik, kapten!" Pria muda itu berseru sambil berdiri tegak, "Aku akan melaksanakan perintah Anda!"     

"Begitu lebih baik," jawab Cacusim. Sambil mengelus jenggotnya, Cacusim memberi perintah kepada Pike. "Beri tahu kru di bagian tangki pemanas untuk menambahkan apinya, tetapi jangan menutup katup uapnya. Aku tidak ingin kapal kita sampai menabrak kapal yang ada di depan!"     

"Baik, aku mengerti." Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Pike sudah berbalik dan kembali ke kebiasaannya yang lama. Pike dengan cepat mengedipkan matanya lagi ke arah Cacusim dan berlari keluar dari kabin.     

"Dasar berandal kecil," gumam Cacusim sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Kini Cacusim lebih rileks setelah berinteraksi dengan para kru, seolah-olah ia kembali ke hari-hari yang menyenangkan ketika ia masih menjelajah laut. Pria tua itu berjalan ke roda kemudi kapal, lalu ia dengan lembut membelai pegangan kayunya. Perlahan-lahan Cacusim mulai mengingat kembali prosedur pengoperasian kapal dayung bertenaga uap ini.     

'Kapal batu' yang diciptakan oleh Yang Mulia ini sangat berbeda dari kapal layar biasa. Kapal ini tidak memiliki tiang atau kabin di bagian bawah geladak, sebaliknya, kapal ini hanya memiliki dua ruangan. Ruangan pertama terletak di pucuk pimpinan dan disebut sebagai ruang kemudi. Ruangan ini memiliki dua buah jendela besar tempat kapten melihat rute dan menavigasi arah dengan jelas. Ruang kedua berada di tengah dan berisi tangki pemanas yang menjadi daya pendorong kapal ini.     

Di belakang roda kemudi, ada dek kosong dan ruangan ini sering penuh oleh para penambang selama berlatih mengoperasikan kapal. Selama pelatihan ini, mereka sering melakukan perjalanan ke barat di sepanjang Sungai Air Merah untuk menurunkan para penambang di tepi Hutan Berkabut, di mana mereka dapat menemukan batu bara di sana. Batu bara bertahan lebih lama dari kayu bakar dan merupakan bahan bakar utama untuk di jual di Wilayah Angin Laut. Sekarang, ada gudang darurat sementara yang terbuat dari kain, yang tampaknya disiapkan sebagai persiapan untuk para prajurit baru yang naik ke kapal.     

Meskipun Cacusim tidak terbiasa dengan kapal batu ini, ia segera menyadari bahwa kapal ini ternyata tidak sulit untuk dioperasikan dan bahkan lebih sederhana daripada kapal layar dalam banyak hal. Yang pertama, kapal ini tidak membutuhkan tenaga angin dan layar untuk melaju. Secara keseluruhan kapal ini hanya membutuhkan sedikit tenaga manusia untuk menjalankannya. Selain itu, tidak sulit untuk mengajarkan para penduduk desa cara untuk menyalakan tungku pembakaran batu baranya, dan dibutuhkan waktu setidaknya enam bulan bagi mereka untuk menguasai cara berlayar. 'Kapal batu' ini bisa berjalan sendiri untuk waktu yang lama selama mesinnya tetap menyala dan katup uapnya ditutup.     

Saat itu, pagi yang tenang di Kota Perbatasan terganggu oleh bunyi peluit kapal uap yang memekakkan telinga yang terdengar di barisan terdepan kapal-kapal itu.     

Kapal yang pertama mulai berlayar.     

"Kapten, air di tangki pemanas sudah siap!" lapor Pike yang bergegas kembali ke ruang kemudi.     

"Bunyikan bel untuk memberi tahu Bigpad dan Grizzly bahwa sudah waktunya mereka menutup katup uap dan mempercepat laju kapal. Sudah waktunya kita bergerak." Cacusim dengan sungguh-sungguh memberikan instruksi kepada Pike.     

"Siap, Kapten! Maju!" Pike menarik rantai besi panjang yang menempel di dinding, dan membunyikan bel di ruang tangki pemanas dan menyampaikan perintah sang kapten.     

Sebagai tanggapan atas perintah sang kapten, kapal itu bergoyang dengan keras, dan roda kayu di kedua sisi kapal mulai melambat.     

Cacusim memegang erat roda kemudinya dan menatap lurus ke depan. Ketika Vader bertanya mengapa Cacusim ingin ikut berperang, sebenarnya Cacusim tidak mengatakan yang sebenarnya. Dengan mengatakan bahwa dirinya ingin ikut melayani Yang Mulia, sebenarnya itu hanyalah alasan yang ia buat-buat.     

Alasannya yang sesungguhnya adalah Cacusim hanya ingin menikmati menjadi 'kapten' lagi.     

Tidak masalah apakah itu kapal layar atau kapal dayung bertenaga uap, Cacusim benar-benar menyukai sensasi saat memegang roda kemudi di tangannya selagi ia menavigasi haluan melalui ombak yang bergelora.     

Inilah kehidupan yang benar-benar Cacusim inginkan.     

"Kembangkan layar secara penuh … tidak, terus tambahkan batu baranya!" Cacusim berbalik dan menghadap ke kanan sambil berteriak. "Bersiaplah, anak-anak! Kita berangkat!"     

*******************     

"Jika kamu bersedia mengantarku ke Kota Perbatasan, keluarga Eltek akan membayar kamu dengan harga yang tinggi. Bagaimana kalau lima … bukan, sepuluh keping emas?" Pelayan itu bertanya sambil menghalangi pintu kabin milik tukang perahu itu. Pelayan keluarga Eltek telah meletakkan kaki kirinya di celah pintu untuk mencegah tukang perahu itu menutup pintunya dan membuat tukang itu bernegosiasi dengannya.     

"T … tuan, aku senang bisa melayani Anda, tetapi sayangnya aku tidak bisa." kata si tukang perahu dengan terbata-bata, "L … lihatlah, bahkan tidak ada ruangan untuk berteduh di atas perahuku untuk melindungi Anda dari salju. Tidak masalah bagiku untuk mengantar Anda melintasi sungai, tetapi jika ke Kota Perbatasan … perjalanan itu akan memakan waktu beberapa hari! Perhatikan saja cuaca dingin ini. Di mana kita akan bermalam?" kata si tukang perahu dengan nada memelas. "Kita akan mati beku seperti es hanya dalam satu malam jika kita bermalam di kapal, bukan begitu?"     

"Apakah ada perahu lain di dekat sini yang bisa mengantarku ke Kota Perbatasan?" pelayan itu masih bersikeras.     

"Tidak, tidak ada satu pun." sahut si tukang perahu sambil mengibaskan tangannya. "Kami hanya punya perahu kecil. A … anda harus pergi ke Benteng untuk mencari kapal yang bisa Anda gunakan untuk bermalam."     

"Jika aku bisa masuk ke Benteng, untuk apa aku datang ke sini mencari perahu seorang nelayan penangkap ikan?" gerutu pelayan itu selagi tukang perahu itu menutup pintu kabinnya.     

Pelayan keluarga Eltek menendang salju. Sejak keempat keluarga bangsawan mulai menyerang Benteng, semua gerbang kota telah ditutup. Pelayan ini menghabiskan waktu lama untuk mengambil jalan memutar dan sekarang ia menyadari bahwa semua usahanya sia-sia.     

"Langit akan segera gelap. Bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas dari majikanku?" pikir pelayan itu dengan cemas.     

Pelayan itu dengan muram memandangi Sungai Air Merah, tetapi tiba-tiba ia melihat sesuatu dan ia tercengang.     

"Astaga, apa itu?"     

Pelayan itu menggosok-gosok matanya dengan tatapan tidak percaya, ia memastikan apa yang ia lihat itu bukanlah sebuah halusinasi. Sebuah armada besar datang menyusuri sungai dan kapal-kapal itu tidak seperti yang pernah ia lihat sebelumnya. Melalui salju berkabut yang turun lebat, kapal-kapal itu meraung dan menuju ke arah si pelayan dengan kecepatan penuh. Tidak ada layar di kapal yang berwarna abu-abu itu, namun kapal itu tetap melaju melawan angin, haluan kapal mereka membelah air dan menembus gelombang air sungai.     

Di kapal yang berada di paling depan, pelayan itu bisa melihat bendera yang berkibar tertiup angin yang berlambang sebuah menara dan senjata. Pelayan itu menahan napas ketika menyadari apa yang dilihatnya, "Itu adalah armada milik Pangeran Roland Wimbledon!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.