Bebaskan Penyihir Itu

Pertempuran di Kota Raja (Bagian III)



Pertempuran di Kota Raja (Bagian III)

0Sementara itu, Kilat, Wendy, Maggie dan Si Burung Kolibri mengeksekusi serangan terakhir sebelum serangan utama dilancarkan.     
0

Karena meriam utama yang ada di kapal perang hanya bisa menembakkan peluru padat, sebagian besar peluru itu tidak efisien untuk menembak prajurit musuh dan fasilitas pertahanan di tembok kota. Oleh karena itu, para penyihir ini memiliki tugas untuk menghancurkan garis pertahanan pertama untuk mematahkan kekuatan pertama musuh dan membuka jalur penyerangan untuk serangan berikutnya.     

Ini juga pertama kalinya balon udara milik Roland digunakan dalam pertempuran.     

Tidak seperti serangan ke Aula Kubah Langit lima bulan yang lalu, kali ini balon udara itu terbang tepat dari samping sungai, dan memungkinkan semua orang yang ada di dalam balon itu bisa menyaksikan pertempuran yang ada di bawah. Sesuai dengan rencana Roland, balon udara yang bisa bergerak ke mana saja tanpa halangan itu, cukup efektif jika digunakan sebagai pengebom jarak dekat di zaman ini. Dengan armada yang bergerak di belakang balon itu untuk menyediakan dukungan logistik, balon ini merupakan awal dimulainya generasi pembuatan pesawat tempur.     

Sambil berdiri di dermaga, para prajurit Tentara Pertama bertepuk tangan dengan semangat. Mereka tahu betul bahwa tidak ada musuh yang sanggup melawan serangan dari udara. Oleh karena itu, pangeran mereka yang bijaksana dan murah hati itu sudah pasti akan memenangkan pertempuran ini.     

Dengan cepat, balon hidrogen itu naik ke langit tepat di atas Kota Raja. Jika dilihat dari atas, Kota Raja yang megah itu hanya seukuran telapak tangan. Kilat membuka kacamata anti angin miliknya dan memberi isyarat kepada Wendy untuk menjatuhkan bomnya. Wendy mengangguk ke arah Kilat dan menarik tuas untuk menjatuhkan bomnya.     

Tidak lama kemudian, sebuah bom terlepas dari balon hidrogen itu dan jatuh ke tanah.     

Perbedaan lain dari serangan udara kali ini dibandingkan dengan serangan yang sebelumnya adalah Anna tidak berada di dalam balon udara itu tetapi posisinya kini digantikan oleh Si Burung Kolibri. Di bawah pengaruh kekuatan sihir Si Burung Kolibri, keempat bom yang dibawa kini bobotnya hanya seperlima dari berat biasanya, selama keempat bom itu tidak terpisah satu dengan yang lain. Kekuatan sihir ini adalah metode baru yang dikembangkan oleh Si Burung Kolibri saat ia sedang melatih kekuatan sihirnya. Dengan mempertahankan efek peringanan bobot bom untuk waktu yang sangat singkat, Si Burung Kolibri bisa meringankan berat beberapa benda yang saling terhubung dan mengurangi konsumsi pemakaian kekuatan sihir.     

Kilat dengan mudah menyusul bom itu dan mengarahkan bomnya ke arah alat pelontar batu yang terletak di sisi gerbang kota.     

Selagi bomnya masih setengah perjalanan di udara, gadis kecil itu melihat kengerian yang terpancar di mata para kesatria yang sedang berdiri di atas tembok kota. Mereka mengangkat busur panah dan senjata api mereka, dan menembak ke langit untuk menjatuhkan Kilat. Namun, Kilat tahu bahwa untuk menembak seekor burung yang terbang di langit saja mereka belum tentu bisa melakukannya, apalagi sebagian besar senjata itu tidak memiliki jarak jangkauan yang cukup untuk menembak dirinya dari jarak sejauh ini.     

Kemudian, bom itu menghantam tepat di atas alat pelontar batu milik musuh, lalu diikuti dengan ledakan besar. Sebuah bola api merah menyala dan membesar dengan cepat. Para penjaga yang berada di dekat alat pelontar batu itu tidak dapat menghindari ledakan tepat pada waktunya dan tubuh mereka langsung dilalap api. Ketika ledakan hebat menyapu tembok kota, tangki pemanas minyak terjatuh dan tumpah, apinya dengan cepat menjalar ke mana-mana. Api mengikuti aliran tumpahan minyak panas dan menyalakan bahan peledak yang ditempatkan di satu sudut tembok kota. Ledakan demi ledakan bergemuruh satu per satu, dan menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan memenuhi area itu dengan api dan asap yang pekat. Para kesatria yang awalnya sudah bersiap untuk berperang beberapa saat yang lalu, kini buru-buru melarikan diri ke segala arah. Banyak dari pasukan musuh yang kehilangan arah karena asap yang begitu tebal memenuhi area tembok kota. Pasukan musuh lainnya tampak kocar-kacir di lautan api atau sedang berguling-guling di tanah untuk memadamkan api yang membakar tubuh mereka.     

Bagian atas tembok pertahanan Kota Raja kini telah berubah menjadi neraka di bumi.     

…     

"Garis pertahanan mereka telah hancur," komentar Sylvie. Sylvie sedang mengamati kepulan asap tebal yang membumbung di tembok Kota Raja, ada ekspresi kasihan yang terpancar di wajahnya.     

"Orang-orang itu pantas mendapatkannya," sahut Nightingale, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi seperti Sylvie. "Jika kita gagal, nasib mereka akan lebih buruk di tangan raja yang kejam seperti Timothy."     

"Seseorang harus membayar harganya dalam pertempuran ini. Jika bukan mereka, kita yang akan mati," kata Roland, ia berpura-pura tetap tenang melihat semua kobaran api itu. Kemudian Roland memberi isyarat kepada Si Kapak Besi yang berdiri di belakangnya. "Tiup sangkakala pertempuran dan perintahkan pasukan untuk merebut kota ini."     

Roland sedang tidak ingin meratapi kekejaman akibat peperangan ini atau menguraikan nilai-nilai perdamaian pada saat ini. Ini adalah sebuah pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan. Untuk membela kepentingan rakyat kecil yang sering dirugikan, peperangan tidak pernah berlangsung dengan mudah, malah, segala bentuk ketidakadilan itu harus dibasmi dengan sejumlah pertumpahan darah.     

Bagi Roland, lebih baik darah yang tertumpah itu berasal dari pihak musuh.     

"Akan aku jalankan sesuai dengan perintah Anda, Yang Mulia!" Si Kapak Besi membungkuk dengan hormat dan meninggalkan kapal.     

Tidak lama kemudian, sangkakala pertempuran bergema di seluruh area dermaga.     

…     

Sebagai anggota Komando Keempat, misi Nail adalah untuk menghancurkan gerbang istana.     

Ketika peleton Yang Mulia memasuki kota bagian dalam, serangan pasukan Nail tiba-tiba terhambat. Di sini, mereka menghadapi serangan balik yang sengit dari musuh.     

"Edgar terluka, cepat bopong dia!"     

"Sialan, di mana pasukan artileri?"     

"Pasukan artileri terhalang oleh puing-puing bebatuan dan mereka harus memutar jalan!"     

"Persiapkan senjata! Musuh sedang menyerang kita!"     

Nail menepuk kedua pipinya sendiri sebelum ia mengisi lubang amunisi dengan peluru dan menyerahkannya kepada rekan 1 tim yang ada di depannya. Sebuah rentetan tembakan senapan mesin terdengar, dan menyambar para prajurit musuh yang menyerang mereka. Darah terciprat ke segala arah saat musuh ambruk ke tanah. Pasukan musuh yang mengikuti di belakang terus menerkam pasukan Nail secara membabi buta. Pasukan musuh tidak juga melambat meski perut atau bagian tubuh mereka yang lain telah diberondong oleh ratusan peluru.     

Orang-orang ini jelas bukan anggota pasukan milisi musuh. Nail merasa anggota tubuhnya mulai mati rasa. Musuh-musuh ini memakai setengah pelindung dada atau baju zirah rantai dan memegang senjata yang lengkap, mulai dari pedang hingga busur panah. Nail telah mendengar informasi dari Jon bahwa hanya penjaga raja saja yang memiliki peralatan senjata lengkap. Malang bagi Jon, ia tidak bisa melindungi dirinya sendiri sampai akhir pertempuran. Selama serangan itu, Jon terkena panah yang ditembakkan dari samping.     

Semoga Jon bisa tetap bertahan sampai Nona Nana tiba di sini.     

"Mundur! Komando Keempat, mundur!"     

"Regu ketiga, siap menembak!"     

Para prajurit veteran tidak memikirkan penghematan penggunaan peluru, mereka terus menembak tepat ke sasaran mereka. Dalam satu tarikan napas, mereka bisa menghabiskan seluruh peluru dan segera mundur ke garis belakang, sehingga mereka dapat memperpendek jarak waktu untuk tembakan berikutnya. Lima tim komando itu bergiliran untuk melindungi tim yang lain di sepanjang jalan utama. Ini adalah pertama kalinya Nail melihat metode penembakan secara bergiliran sejak senapan mesin diciptakan.     

Namun, musuh tidak hanya menyerang dari satu arah.     

Tiba-tiba, 1 peleton musuh yang sudah meminum pil Berserk melompat ke arah mereka dari sebuah rumah di tepi jalan. Sebelum sebagian besar veteran dapat membalikkan senjata mereka, gerombolan musuh sudah berada di tengah-tengah mereka.     

Jeritan dan umpatan terdengar bersamaan. Nail menyaksikan dengan pasrah ketika tubuh rekan satu timnya ditebas oleh prajurit musuh yang bermata merah tepat di hadapannya. Meskipun penjaga bermata merah itu akhirnya dipukul hingga tewas oleh rekan Nail yang lain, ia tahu bahwa rekannya yang telah terpotong itu tidak dapat dihidupkan kembali meski oleh Nona Nana sekali pun.     

"Di mana pasukan artileri di saat kita membutuhkan mereka?!"     

"Tolong aku! Ohh … kakiku!"     

"Tembak terus!"     

Selagi mendengar kaptennya meneriakkan instruksi untuk menyerang, Nail menggertakkan giginya dan menggunakan lengan bajunya untuk menghapus noda darah yang ada di senjatanya. Nail mengambil pistol yang ada di tanah dan mengisinya dengan peluru. Kemudian, Nail membidik musuh yang sedang bertempur dengan rekan satu timnya dan menarik pelatuknya.     

Meskipun Nail merasa takut, pelatihan yang ia jalankan selama ini terus-menerus mengingatkan dirinya bahwa saat menghadapi lawan yang kuat, ia harus tetap berada dekat dengan tim dan bekerja sama dengan timnya agar mereka bisa terus bertahan.     

Pada saat itu, Nail mendengar suara keras dari salah satu prajurit pasukan pendukung di belakangnya. "Batalion artileri mengalami masalah di Jalan Timur. Tuan Brian telah mengutus kami ke sini untuk membantu kalian!"     

"Aku tidak peduli siapa kalian, cepat bantu kami!" Kapten tim berteriak tanpa menoleh ke belakang.     

Pasukan pendukung itu menyeret 2 buah kereta di jalan. Senjata yang ada di kereta itu tidak lain adalah senapan mesin Mark I tipe HMG. Ketika posisi penembakan mereka sudah diatur, senjata itu melepaskan rentetan tembakan secara terus-menerus ke arah segerombolan pasukan musuh yang baru menyerang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.