Bebaskan Penyihir Itu

Malam Pertumpahan Darah



Malam Pertumpahan Darah

0Suasana menjadi kacau dan orang-orang tampak kebingungan di aula. Meja-meja terbalik, sementara mangkuk-mangkuk dan piring-piring berjatuhan ke lantai, menciptakan berbagai bunyi pecahan yang berdenting dengan keras. Sup yang tumpah mengalir ke bawah dan membasahi lantainya.     
0

Ini adalah pertama kalinya kedua putra Calvin Kant menyaksikan pertarungan hidup dan mati dari jarak yang begitu dekat. Putra yang lebih tua, Cole Kant, menggenggam pedangnya dan berdiri dengan kaku untuk melindungi ayahnya. Sikap Cole benar-benar tidak seperti sikapnya yang selama ini terlihat santai selama sesi berlatih pedang. Sementara itu, putra bungsu Calvin, Lance Kant yang berusia 17 tahun, sedang meringkuk di belakang kursinya dengan ketakutan.     

Calvin diam-diam menghela napas. Jika Calvin tidak memiliki Edith sebagai putrinya, kedua putranya mungkin tidak akan terlihat begitu lemah. Perbedaan kemampuan antara Edith dan kedua putra Calvin memang sangat besar. Mungkin, kedua pemuda itu sudah pasrah dengan kenyataan ini dan mereka telah kehilangan keberanian dan semangat untuk bisa menyaingi Edith, kakak sulung mereka.     

Calvin Kant memandang ke tengah aula perjamuan. Edith sedang menatap tajam ke arah Ed Hawes, sang penantang terkuat yang ada di aula itu.     

Pertama-tama, Edith mengambil sebotol bir dan melemparkannya ke arah Ed Hawes untuk membuat Ed berbalik demi menghindari lemparan botol itu. Selanjutnya, Edith dengan gesit melompat ke atas salah satu meja kayu panjang dan langsung menghujamkan pedangnya ke arah Ed Hawes. Gerakan Edith sangat cepat dan gesit seperti seekor kucing yang lincah. Ed dengan gesit berhasil menangkis serangan Edith, dan benturan kedua pedang mereka menciptakan percikan api.     

Edith Kant menyerang sebanyak 6 kali dalam sepersekian detik, dan pedangnya terus disambut dengan pedang Ed Hawes dan menciptakan suara dentingan pedang yang terus-menerus berbunyi seperti bel kematian. Dalam situasi kritis ini, Ed menampilkan teknik berpedang dan kekuatan yang gigih untuk menangkis setiap serangan gadis itu. Sulit untuk memilih siapa yang akan menang dari antara mereka berdua. Sementara Edith dan Ed sedang bertarung di sekitar meja panjang, banyak kesatria Keluarga Hawes yang telah menyerah dalam pertempuran. Namun, Ed Hawes tidak gentar atau menyerah, malah serangannya menjadi semakin agresif terhadap Edith.     

Calvin mulai merasa khawatir melihat pertempuran sengit itu.     

Dari noda darah yang terlihat di baju zirahnya, Edith sebelumnya telah terlibat dalam pertempuran untuk melenyapkan para pengawal kedua keluarga Lista dan Hawes. Bahkan meskipun Edith tidak terluka, kekuatan fisiknya pasti telah menurun jauh. Selain itu, sebagai seorang wanita, Edith tidak terlalu beruntung dalam kekuatan secara fisik. Posisi Edith bisa terancam jika pertarungan ini terus berlanjut hingga lama.     

Namun, tidak ada rona ketakutan di wajah Edith.     

Kedua mata Edith tetap fokus sepenuhnya ke arah Ed Hawes, pupil matanya yang cerah berbinar seperti bintang yang berkerlap-kerlip menerangi dunia. Butiran keringat keluar dari ujung rambut Edith dari setiap pukulan yang ia lancarkan. Meskipun energi Edith tampak berkurang, ia terus menyerang lawannya tanpa henti, dan terus memaksa Ed Hawes dalam posisi bertahan.     

Ed sepertinya menyadari hal ini. Sambil meraung dengan keras, Ed Hawes mengubah teknik serangannya yang bisa menyebabkan efek cedera yang hebat kepada lawannya. Namun, tampaknya Edith tidak tertarik untuk menyerah dan menjadi pihak yang terus menangkis serangan. Perbedaan kekuatan di antara mereka akhirnya mencapai puncaknya. Edith kehilangan keseimbangan saat pedangnya terbelah menjadi dua, ia kehilangan keseimbangan dan jatuh dari atas meja panjang itu.     

Calvin Kant berseru dengan panik. "Sialan, pengawal! Bantu Edith sekarang!"     

Namun, bahkan para pengawal terdekat yang ada di sekitar mereka juga tidak dapat membantu, semuanya terjadi dengan begitu cepat.     

Edith tidak mencoba untuk segera bangkit berdiri. Malah, Edith menggunakan patahan pedangnya yang masih tersisa untuk memotong kaki meja panjang itu. Pada saat itu, Ed sedang melompat ke atas meja dengan kedua lengan yang terangkat, ia berniat menghabisi Edith dengan satu tusukan kuat. Ed Hawes benar-benar tidak memperhatikan apa yang baru saja dilakukan oleh Edith dengan kaki mejanya.     

Calvin menatap dengan tatapan tidak percaya atas apa yang terjadi selanjutnya. Meja yang kehilangan kakinya itu, membuat Ed Hawes kehilangan keseimbangan. Jika meja itu terguling secara alami, Ed masih bisa melompat dengan mudah. Tetapi tepat pada saat itu, semua kekuatan Ed sedang terkonsentrasi di lengannya yang sedang memegang pedang, sementara kakinya sedang berada di atas meja, dan tubuhnya membungkuk ke depan dalam posisi hendak menghabisi Edith. Karena itu, Ed terjatuh ke lantai dengan suara berdebam yang keras.     

Ed Hawes tidak memiliki kesempatan untuk berbalik dan bangkit berdiri.     

Edith langsung menerjang ke punggung Ed dan mengeluarkan sebuah belati dari pinggangnya. Edith menghujamkan belati itu langsung ke leher Ed dan memelintir belatinya. Tubuh Ed Hawes mulai mengejang.     

"Apakah itu … sebuah keberuntungan? Mungkin bukan keberuntungan semata …" Calvin baru menyadari bahwa Ed Hawes telah jatuh ke dalam perangkap putrinya saat ia melompat ke atas meja itu. Ketika Ed mengambil alih posisi yang tinggi terhadap lawannya, itu membuat Ed merasa seolah-olah posisinya telah berbalik dan ia merasa akan segera menang. Keuntungan yang Ed bangun selama pertarungan itu menyebabkan ia berpikir bahwa kekuatan fisik dan keahlian berpedangnya-lah yang akan menentukan hasilnya, dan kepercayaan dirinya tumbuh saat melihat perlawanan Edith mulai melemah. Itulah sebabnya Ed mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melancarkan pukulan terakhirnya dan ia menjadi lengah. Dalam keadaan normal, Edith tidak akan mampu bertahan melawan Ed Hawes selama itu.     

Tetapi hal ini menjadi sebuah kesempatan yang sempurna bagi Edith untuk menipu Ed Hawes agar ia benar-benar kehilangan keseimbangannya.     

Perlawanan dari kedua keluarga Lista dan Hawes tidak bertahan lama di hadapan lawan mereka, mereka kalah jumlah 3 banding 1. Setelah kurang dari 10 menit, aula itu kembali tenang. Perapian masih menyala dengan tenang, sementara satu-satunya hal yang mencolok di aula itu adalah aroma darah yang menyeruak ke udara bercampur dengan aroma anggur dan makanan yang berserakan di lantai.     

Calvin Kant kembali ke tempat duduknya dan ia melihat ke sekeliling aula. Para bangsawan kecil dengan cepat menundukkan kepala mereka dan tidak berani menatap ke arah Calvin.     

"Earl Lista dan Earl Hawes telah berkonspirasi melawan Raja Roland Wimbledon dan mereka telah mendapatkan hukuman yang sepantasnya! Saat ini, kalian semua punya pilihan. Apakah kalian ingin mengabdi kepada 2 orang mati ini atau mengabdi kepada raja yang baru?"     

Kali ini, tanggapan dari semua bangsawan itu terdengar kompak dan tidak ada satu orang pun yang berani berkomentar.     

…     

"Jadi, urusan kita sudah beres?" tanya Calvin sambil menggunakan sapu tangannya untuk menyeka noda darah di kening putrinya. "Apakah Yang Mulia Roland Wimbledon akan menerima penyerahan diri kita?"     

"Ayah baru saja memanggil Pangeran Roland dengan sebutan pangeran pemberontak kemarin," sahut Edith sambil menggoda ayahnya. "Apakah ayah akan langsung menyerahkan diri dan mengucapkan sumpah setia kepada Pangeran Roland secepat itu?"     

"Bukankah ini yang kamu sarankan?" tanya Calvin sambil memandang putrinya. "Karena kita tidak bisa mengalahkan pasukan Pangeran Roland, sebaiknya kita menyerah secepat mungkin. Jika kita tidak bisa mendapatkan kepercayaan dari Pangeran Roland, para bangsawan lain juga akan memusuhi kita!"     

Tindakan eksekusi kedua bangsawan besar tanpa melalui jalur hukum sebenarnya sudah melanggar aturan yang disepakati di kalangan bangsawan. Jika bukan karena situasi di Kerajaan Graycastle yang terus-menerus berperang selama 2 tahun dan para penguasa dari berbagai negeri terus berganti dengan cepat, ditambah lagi Timothy juga memberikan sebuah contoh yang buruk ketika ia merebut takhta Graycastle dan membunuh Pangeran Gerald tanpa melalui persidangan, Calvin Kant tidak akan pernah berani melakukan hal-hal yang disarankan oleh putrinya itu.     

"Aku sendiri tidak tahu apakah kita bisa mendapatkan kepercayaan Pangeran Roland." kata Edith.     

"A … apa?" Tangan Calvin gemetar dan ia hampir menjatuhkan sapu tangannya. "Kamu tidak yakin setelah semua kejadian ini?"     

"Benar. Yang bisa kita lakukan hanyalah menunjukkan ketulusan kita, tetapi pada akhirnya Pangeran Roland sendiri yang akan menentukan nasib di Wilayah Utara. Ayah seharusnya bisa memahami hal ini," kata Edith dengan santai. "Ada kemungkinan Pangeran Roland akan mengirim orang-orangnya sendiri untuk mengambil alih Wilayah Utara, dan aku tidak akan terkejut jika ayah dicopot dari jabatan ayah. Yang aku tahu, jika kita tidak mencoba kesempatan ini, keluarga Kant tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk bertahan hidup."     

Calvin terpaku cukup lama sebelum akhirnya ia duduk kembali, wajahnya terlihat sangat kesal. Calvin tahu bahwa ucapan putrinya memang benar, tetapi ia merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit jika seandainya semua tidak berjalan sesuai dengan harapannya.     

Calvin tidak ingin kehilangan posisinya sebagai seorang Adipati di Wilayah Utara.     

Lalu, tiba-tiba Edith tertawa. "Jangan berkecil hati, Ayah. Ayah masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan esok. Kita akan merebut rumah-rumah mewah serta tanah dan wilayah kekuasaan milik kedua Earl Lista dan Earl Hawes. Selain itu, hasil akhir dari masalah ini akan sangat tergantung pada tingkat kompetensi yang kita tunjukkan kepada sang raja baru." kata Edith lalu ia melanjutkan. "Ketulusan adalah tiket kita untuk bisa bernegosiasi dengan sang raja, tetapi kemampuan kitalah yang akan menentukan hasil negosiasi itu."     

Calvin mengerutkan kening karena ia tidak bisa memahami maksud putrinya. "Apa maksudmu?"     

"Aku akan membawa 2 kepala Earl ini ke Kota Raja, ayah." kata Edith sambil tertawa dengan jahat. "Biar aku yang menjadi utusanmu untuk menghadap sang raja."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.