Bebaskan Penyihir Itu

Obrolan Tengah Malam



Obrolan Tengah Malam

0Saat hari sudah malam, Wendy mengundang semua penyihir ke kamarnya.     
0

Kamar tidur yang biasanya terasa luas itu sekarang sudah penuh sesak dengan para penyihir.     

Pengalaman ini terasa seperti deja vu[1]. Setahun yang lalu, Wendy juga melakukan hal yang sama. Wendy mengumpulkan semua penyihir untuk memberi tahu mereka tentang situasi yang ada di Kota Perbatasan dan menenangkan kegelisahan mereka.     

Pada saat itu, hanya 7 saudari-saudari penyihir yang berhasil selamat dari pembantaian iblis di Tanah Barbar. Para penyihir yang berhasil selamat mengalami trauma, mereka tidak yakin dan takut dengan apa yang akan mereka hadapi di masa depan. Banyak penyihir yang datang ke Kota Perbatasan dengan mental 'kami sangat menderita sehingga apa pun yang terjadi selanjutnya dalam hidup kami bisa dibilang sebuah berkah'. Bagi mereka, bertahan hidup adalah sesuatu yang sulit, belum lagi berurusan dengan gereja yang terus-menerus menghantui pikiran mereka seperti sebuah bayangan yang selalu mengikuti ke mana pun mereka pergi.     

Kali ini, penampilan dan perasaan semua penyihir yang ada di ruangan itu benar-benar berbeda dari tahun lalu.     

Saat ini, pemikiran para penyihir itu berangsur-angsur berubah dari bagaimana cara bertahan hidup menjadi bagaimana cara mempertahankan kehidupan mereka yang bisa dibilang nyaman dan bebas di sini.     

Tidak ada lagi penindasan dan permusuhan dari orang lain.     

Tidak ada lagi kekhawatiran akan makanan dan keamanan diri mereka.     

Intinya, kota ini telah menjadi 'Gunung Suci' bagi para penyihir.     

Selain itu, jika mereka dapat membantu Yang Mulia Roland untuk mengalahkan gereja, semua mimpi buruk mereka akan lenyap dan mereka akan benar-benar terbebas dari rasa takut selamanya.     

Wendy menunggu sampai mata semua orang tertuju padanya sebelum ia mulai berbicara serius. "Gereja akan datang menyerang kota ini."     

Pertemuan yang diadakan Yang Mulia pada siang hari tadi tidak memberikan banyak informasi. Wendy memberi tahu para penyihir tentang isi surat rahasia itu, dan ruangan itu seketika menjadi hening.     

"Apakah pasukan Yang Mulia … bisa memenangkan pertempuran itu?" tanya Si Bulan Misteri dengan suara yang sangat pelan. "Aku rela menghabiskan seluruh waktuku untuk menghasilkan listrik bagi Yang Mulia di pabrik …."     

"Oh, yang benar saja. Yang Mulia harus mengatur seseorang untuk menjaga kesehatanmu kalau kamu berbuat begitu," kata Lily sambil menyeringai. "Lebih baik kamu tidak merepotkan Yang Mulia pada saat-saat seperti ini."     

"Hei, memangnya aku hendak membuat masalah apa!" balas Si Bulan Misteri.     

Para penyihir di ruangan itu mulai tertawa. Sekarang setelah Si Bulan Misteri angkat suara, semakin banyak penyihir yang ikut berbicara.     

"Aku akan bekerja lebih keras lagi untuk menghasilkan White Liquor." kata Evelyn.     

"Tetapi, apakah minuman keras itu dibutuhkan saat kita berperang melawan gereja?"     

"Benar … apa minuman itu dibutuhkan?"     

"Aku yakin pasukan Yang Mulia tidak mungkin kalah. Bukankah Tuan Carter pernah berhasil membuat Ashes terluka, meski ia adalah Penyihir Luar Biasa?" timpal Si Burung Kolibri. "Dan Pasukan Penghukuman Tuhan sendiri tidak sekuat Ashes."     

"Benarkah itu? Bahkan Ashes yang konon tidak terkalahkan itu pernah kalah juga?" Si Bulu Lembut yang jarang berbicara tampak terkejut ketika mendengar hal itu.     

"Aku rasa itu tidak bisa dibilang sebagai sebuah kekalahan. Tuan Carter sendiri babak belur sementara Ashes pingsan karena terkena peluru itu."     

"Setahuku, setelah mendengar kisah pertarungan antara Carter dan Ashes, itu bukan sebuah pertarungan yang adil." bantah Agatha. "Seandainya Ashes menggunakan senjata yang setara dengan senjata yang dimiliki Carter, ia pasti akan memenangkan pertarungan itu."     

"Tetapi Pulau Tidur hanya memiliki 1 orang Penyihir Luar Biasa, sementara ada ribuan pasukan gereja yang bersenjata."     

"Tunggu sebentar, saudari-saudari. Pembicaraan kalian sudah mengarah ke arah yang salah." kata Gulir sambil menggelengkan kepalanya. "Kita sedang membicarakan serangan gereja dan pasukan Yang Mulia saat ini."     

Wendy diam-diam menghela napas lega karena Gulir sudah membantu menenangkan para penyihir ini. Meskipun semua orang merasa cemas, sepertinya tidak ada penyihir yang terlalu ketakutan untuk berperang melawan gereja. Keadaan ini sangat berbanding terbalik dengan keadaan pada 1 tahun yang lalu, saat itu kekuatan gereja tampak seperti sebuah gunung besar yang tidak mungkin dikalahkan. Tidak ada penyihir yang bertarung melawan gereja yang mampu bertahan. Asosiasi Persatuan Penyihir bahkan harus bersembunyi ke berbagai tempat, dan mereka hanya berhasil melarikan diri dari musuh-musuh yang mengejar dengan terus bergerak menuju Pegunungan Tak Terjangkau yang terpencil dan sulit dilewati.     

Tentunya, perubahan mental para penyihir ini sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa pasukan Yang Mulia belum pernah kalah dalam peperangan.     

"Secara keseluruhan, perang ini akan sangat berpengaruh bagi masa depan Persatuan Penyihir." kata Wendy sambil menarik napas dalam-dalam. "Apa yang kalian pikirkan jika pasukan Yang Mulia benar-benar berhasil mengalahkan pasukan gereja?"     

Semua penyihir yang ada di ruangan itu terdiam, tetapi mata mereka berbinar-binar penuh semangat.     

"Seluruh kerajaan ini… atau bahkan seluruh benua ini, akan menjadi tempat yang aman bagi para penyihir untuk tinggal. Di wilayah kekuasaan Yang Mulia, kita dapat menciptakan dunia yang baru bersama-sama dengan orang biasa, di mana setiap orang bisa menikmati kehormatan dan status yang setara. Yang Mulia telah berulang kali mengatakan hal ini. Aku hanya tidak menyangka bahwa semua impian itu bisa terwujud secepat ini."     

Wendy berhenti bicara sejenak. "Namun, sama seperti Yang Mulia, aku menghimbau agar kalian semua tidak bekerja terlalu keras. Lakukan saja pekerjaan kalian seperti biasa. Kita tidak akan gagal jika kita bisa menjaga diri dan kesehatan kita sendiri."     

Wendy memang tidak memiliki gagasan-gagasan yang brilian, ia juga bukan salah satu penyihir yang paling cerdas di Persatuan Penyihir. Namun, setelah Yang Mulia memilih dirinya untuk memimpin Persatuan Penyihir, Wendy hanya melakukan apa yang ia bisa. Setiap kali sebelum sebuah ekspedisi atau pertempuran hendak dilakukan, Yang Mulia akan memberikan pidato penyemangat untuk mengobarkan semangat para prajurit. Wendy tidak pernah bisa memikirkan cara untuk menginspirasi para penyihir dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Yang Mulia. Pada akhirnya, Wendy selalu menyampaikan apa yang ia rasakan di lubuk hatinya kepada saudari-saudarinya.     

"Niat kita untuk memikirkan kepentingan orang lain itu lebih penting daripada hal lainnya." pikir Wendy sambil mengingat kata-kata yang pernah Gulir ucapkan kepadanya.     

"Tempat ini adalah rumah kita dan akan menjadi titik balik bagi nasib semua penyihir. Aku akan mengerahkan segenap kemampuanku untuk mewujudkan semua hal itu!" seru Wendy.     

Wendy mengulurkan tangan kirinya ke depan, dengan telapak tangan yang menghadap ke bawah.     

Gulir adalah orang pertama yang ikut mengulurkan tangan dan ia menaruh tangannya di atas tangan Wendy.     

Kemudian, Nightingale dan Anna juga ikut berbuat hal yang sama.     

"Demi Yang Mulia dan demi Kota Tanpa Musim Dingin!"     

Semua penyihir berkumpul bersama sambil menaruh tangan mereka di atas tangan rekan-rekan yang lain. Kedua penyihir dari Asosiasi Taring Berdarah sempat merasa ragu sejenak, seolah-olah mereka takut jika mereka tidak diterima oleh penyihir lain, sampai akhirnya Daun menarik Iffy dan Si Bulu Lembut untuk ikut bergabung ke dalam lingkaran itu. Sesuai tradisi yang berlaku, mereka baru diterima dalam sebuah kelompok setelah mereka melakukan kontak tangan dengan para penyihir lainnya.     

"Aku benar-benar tidak ingin berurusan dengan kelompok yang menjengkelkan ini sebelum bertarung melawan iblis." kata Agatha.     

Meskipun Agatha tidak terlalu suka dengan hal-hal seperti ini, ia tetap mengulurkan tangannya dan bergabung dengan para penyihir lainnya.     

Terakhir, Wendy meletakkan tangan kanannya di atas seluruh tumpukan tangan itu dan memandang ke arah semua orang.     

"Demi Persatuan Penyihir!" seru Wendy.     

"Demi Gunung Suci yang abadi!" sorak penyihir lainnya.     

…     

Setelah para penyihir itu kembali ke kamar mereka masing-masing, hanya Wendy dan Nightingale yang masih tersisa di ruangan itu.     

Ketika Wendy hendak menutup pintu, tiba-tiba ia merasakan hembusan angin dingin di punggungnya.     

Wendy menoleh ke belakang, ia melihat Nightingale sedang membuka jendela, dan gadis itu duduk di pinggir jendela sambil menikmati langit malam. Angin malam berhembus meniup rambut Nightingale, sementara pada saat yang bersamaan, aroma parfum Nightingale samar-samar juga ikut tercium oleh Wendy.     

"Apakah kamu merasa khawatir dengan peperangan ini?" tanya Wendy kepada Nightingale.     

"Khawatir?" Nightingale menoleh ke arah Wendy. Di bawah kilauan Batu Cahaya yang sedang dipegang oleh Nightingale, matanya tampak berkilauan seperti nyala api. "Satu-satunya hal yang aku khawatirkan adalah aku akan tertawa terbahak-bahak sampai mati."     

"Ter … tawa terbahak-bahak? Apa maksudmu?" tanya Wendy dengan heran.     

Pada saat itu Wendy bisa merasakan aura yang mencekam yang berasal dari Nightingale. Tidak seperti kebanyakan penyihir lainnya, Nightingale bisa melepaskan kekuatan sihirnya bahkan ketika ia tidak sedang menggunakan kemampuannya. Bagi Nightingale, kekuatannya ini bukan sesuatu yang sulit dipahami dan tidak berwujud, melainkan seperti pedang tajam yang membuat orang tidak bisa mendekati dirinya. Seolah-olah Kabutnya perlahan-lahan memakan ruang yang ada di sekitarnya dan mulai menguasai dunia secara nyata. Sejak Nightingale datang ke Kota Perbatasan, aura mencekam ini semakin bisa dirasakan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.     

Bagi musuh, aura mencekam ini akan menjadi tanda bahaya.     

"Aku sudah menunggu sangat lama untuk membalas dendam pada gereja," Nightingale perlahan menjelaskan. "Saudari-saudari kita yang mati di tangan gereja juga tentunya sudah menantikan datangnya hari ini. Perasaan karena bisa membalas dendam, rasanya benar-benar tidak terlupakan."     

Sulit membayangkan bahwa Nightingale adalah wanita yang sama yang sering bermalas-malasan di tempat tidur dan sulit bangun pagi. Untungnya, Nightingale bukanlah musuh Wendy.     

Wendy mengulurkan tangannya ke arah Nightingale. Setelah menyentuh Nightingale, aura mencekam di tubuh Nightingale langsung sirna. Kemudian Wendy memeluk Nightingale dengan lembut.     

"Kamu boleh terus melakukan apa pun yang kamu inginkan. Ingatlah, kamu harus selalu menjaga keselamatan Yang Mulia … dan juga keselamatan dirimu sendiri. Apa kamu mengerti?" tanya Wendy.     

"Tentu." Nightingale menutup matanya dan menjawab Wendy dengan pelan. "Aku akan selalu menjaga Yang Mulia."     

[1] Perasaan pernah mengalami hal yang sama     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.