Bebaskan Penyihir Itu

Kehancuran



Kehancuran

0"Ini benar-benar sebuah pembantaian."     
0

Pikir Nail sambil duduk di atas menara pengawas, ia memegang gagang senapan mesinnya.     

Selama pelatuknya ditekan, senjata ini akan terus menyemburkan peluru ke arah musuh. Musuh yang terkena rentetan senjata ini semuanya akan tewas, seperti sebuah mangkuk yang jatuh dari meja dan pecah berkeping-keping.     

Mampu mendominasi medan perang dari posisi setinggi itu membuat Nail merasa sangat bersemangat.     

Begitu juga rekan-rekan Nail yang lain di timnya.     

"Korban yang ke 66! Lihat, kepala pria malang itu sudah hancur."     

"Apa kamu tidak salah hitung? Itu korbanku yang ke 68!"     

"Lihat ke sana, seorang pria masih berguling-guling di tanah. Bunuh saja orang itu."     

"Ususnya sudah terburai keluar, simpan pelurumu dan biarkan orang itu mati perlahan-lahan!"     

Dengan sekali klik, kain yang membungkus amunisi peluru itu jatuh ke tanah dan satu kotak peluru telah habis digunakan.     

"Lindungi parit ketiga. Aku hendak mengisi ulang peluruku!" seru Nail ke arah tim senapan mesin lain yang ada di menara pengawas.     

"Jangan khawatir, serahkan saja pada kami."     

Rekan satu tim Nail dengan cepat membawa sebuah kotak berisi peluru-peluru baru. Nail mengenakan 1 sarung tangan tebal dan mencengkeram laras senapan mesinnya yang dilengkapi dengan pengukur jarak khusus. Nail memegang senapannya dengan satu tangan, membongkar senapannya dengan gesit, dan mulai mengisi pelurunya.     

Menurut aturan dalam pelatihan, para prajurit tidak boleh menembak secara terus-menerus kecuali dalam kondisi tertentu. Jadi laras senapan harus diganti setelah sekotak peluru habis untuk menghindari kerusakan laras senapan karena terlalu panas akibat proses tembakan yang terus-menerus. Kabarnya, senjata baja hitam ini hanya bisa dibuat dengan sempurna oleh Nona Anna. Setiap laras senapan ini berharga sekitar 50 keping emas, karena itulah semua anggota tim penembak memperlakukan senjata mereka seperti 'anak-anak' mereka sendiri.     

Setelah mereka memasang laras baru, suara rentetan tembakan yang menggelegar sekali lagi terdengar dari menara pengawas.     

"Lihat, ada seorang penyihir di sebelah timur parit pertama!"     

Tiba-tiba ada seseorang yang lain yang berteriak.     

"Itu bukan seorang penyihir biasa, dasar kau idiot! Itu Penyihir Suci, mereka musuh Nona Nana!"     

Nail juga melihat si Penyihir Suci yang ditunjuk oleh rekan satu timnya.     

Wanita berjubah merah itu mungkin terkena peluru nyasar. Wanita itu sedang berada di tanah dan ia sedang merangkak perlahan-lahan ke depan. Jubah di belakang tubuhnya menyeret noda darah di sepanjang jalan.     

Nail mengarahkan senapannya ke arah si Penyihir Suci, tetapi ia merasa sedikit tidak tega dan akhirnya ia tidak jadi menarik pelatuknya.     

Kelihatannya, Penyihir Suci itu masih di bawah umur.     

"Tembak penyihir itu, apa lagi yang kamu tunggu?!"     

"Aku …" Nail tidak bisa berkata-kata.     

Seutas pasir berbentuk tali dengan cepat menyapu tubuh si Penyihir Suci saat Nail masih merasa ragu-ragu.     

Wanita itu berhenti merangkak dan darah mengalir dengan deras dari perutnya, seperti sekuntum bunga merah yang mulai mekar.     

"Sialan, wanita itu jadi tidak masuk hitungan kita!"     

"Berhentilah berkata begitu." sahut seorang prajurit lain sambil menepuk bahu Nail untuk menghiburnya. "Kamu sudah lelah, serahkan semuanya padaku."     

Nail menarik napas panjang dan berkata, "Tidak, aku baik-baik saja."     

Nail berusaha menenangkan dirinya.     

Ini adalah peperangan melawan gereja. Terlepas dari berapa usia mereka, musuh tetaplah musuh. Diam-diam Nail menggertakkan giginya dan ia berusaha mengabaikan rasa iba yang bergejolak dalam hatinya.     

"Tunggu, apa yang terjadi di tengah parit ketiga?" seorang pengawas lain di tim Nail tiba-tiba berseru. "Apa tanahnya ambruk ke bawah?"     

"Ya Tuhan, apa itu?!"     

"Sialan … itu para Penyihir Suci! Mereka berjumlah lebih dari 1 orang, bunuh mereka semua!"     

Nail cepat-cepat memutar arah senapannya dan melihat ada sebuah lubang yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah parit ketiga. Dinding paritnya tampak rata seolah-olah tanahnya telah dipotong dengan pisau. Seorang wanita berkerudung hitam melompat keluar dari dalam parit dan berdiri tegak sambil menaruh kedua lengannya di belakang punggungnya.     

Ketika Nail menembak ke arah wanita berkerudung hitam itu, samar-samar ia mendengar suara desiran angin.     

Saat Nail memalingkan kepalanya, sebuah gagang senapan menghantam wajahnya.     

Nail tiba-tiba merasa pandangannya mulai kabur dan semakin hitam sebelum akhirnya ia terjatuh ke tanah. Sebelum Nail kehilangan kesadarannya, hal terakhir yang dilihatnya adalah rekan satu timnya sedang menodongkan senapan ke arahnya.     

…     

Roland berdiri di pos komando sambil memegang teleskopnya, ia sedang mengawasi garis pertahanan di mana situasinya perlahan-lahan mulai berubah.     

Beberapa musuh telah melintasi 3 parit pertama dan sekarang mereka sedang menuju ke parit yang keempat. Namun, tentara yang mundur dari garis depan membuat prajurit yang berada di garis pertahanan berikutnya semakin kewalahan. Dengan rentetan tembakan dari 2 buah senapan mesin yang terus-menerus yang berasal dari atas menara pengawas, Pasukan Penghukuman Tuhan masih bisa ditahan.     

Dengan begitu, musuh tidak mungkin bisa mencapai parit ke 5 di mana pasukan artileri berada. Pertempuran di dalam parit berlangsung dengan sengit dan banyak prajurit gereja yang tewas berjatuhan ke dalam parit. Tentara Pertama telah memblokir setiap jalan keluar dari semua jalur yang ada di dalam parit, kecepatan musuh akan berkurang secara drastis dan keuntungan yang dimiliki Pasukan Penghukuman Tuhan tidak terlalu bisa diandalkan dalam kondisi seperti itu.     

Pada saat ini, Pasukan Penghakiman secara bertahap mulai melangkah ke medan perang. Pasukan ini tidak berdaya di bawah serangan Meriam Benteng 152 mm, tetapi mereka masih belum bisa sepenuhnya dilumpuhkan, dan hal ini di luar dugaan Roland. Pil Berserk telah membuat para prajurit Pasukan Penghakiman itu menggila dan bertambah ganas. Tetapi dibandingkan dengan Pasukan Penghukuman Tuhan, ancaman Pasukan Penghakiman masih bisa dihadapi. Pil Berserk tidak bisa membuat orang kebal dari rasa takut. Ketika Pasukan Penghakiman menjadi sasaran empuk Meriam Benteng 152 mm dan senapan mesin, semangat mereka pun tidak bisa menyelamatkan mereka.     

Bahkan, penyelamat terbesar dalam pertempuran ini adalah bunker yang berada di kedua sisi medan pertempuran dan 8 buah senapan mesin berat tipe I Mark yang ada di atas menara pengawas. Untuk memastikan para prajurit itu dapat menembak secara terus-menerus, mereka tidak hanya membutuhkan peluru yang cukup, tetapi setiap tim juga sudah dilengkapi dengan hampir 10 laras senapan cadangan.     

Satu-satunya masalah saat ini adalah, untuk menggunakan strategi pertahanan ini, regu penembak senapan mesin telah menghabiskan semua cadangan peluru mereka. Tentunya, akan sangat membantu jika mereka bisa membinasakan semua Pasukan Penghakiman Tuhan yang menjadi kekuatan utama gereja.     

Selama peperangan berlangsung, Sylvie mengamati reaksi kekuatan sihir para Penyihir Suci. Tetapi para Penyihir Suci itu tidak memainkan peran utama dalam pertempuran ini. Para Penyihir Suci itu hanya mengikuti Pasukan Penghukuman Tuhan yang bergerak maju, tetapi mereka langsung hancur berkeping-keping begitu terkena tembakan peluru meriam dari pasukan artileri.     

Akhir pertempuran ini sepertinya sudah jelas!     

Kota Suci Hermes akan segera tinggal kenangan menjadi sejarah.     

Tepat ketika Roland sedang memikirkan hal itu, tiba-tiba terjadi keadaan darurat!     

"Penyihir Suci ada di depan kita!" teriak Sylvie, yang juga sedang berdiri di pos komando. "Mereka ada 4, tidak, mereka berlima!"     

Permukaan parit ketiga tiba-tiba naik, seolah-olah tanahnya terangkat, kemudian kawat berduri yang dipasang di sekitar parit semuanya tercabut dan terhempas ke tanah.     

Seorang wanita berkerudung hitam muncul dari dalam parit yang ambruk itu. Wanita berkerudung hitam itu kelihatannya tidak sedang melakukan apa pun, ia hanya menatap ke arah sesuatu dan semuanya bergerak.     

Sebuah pemandangan mengerikan mulai terjadi.     

Banyak prajurit yang berada di dalam parit kini memutar senjata mereka, mereka mengarahkan senjata mereka ke dagu masing-masing kemudian mereka menarik pelatuk senjatanya.     

Darah bermuncratan ke segala arah seperti air mancur yang berwarna merah.     

Empat buah senapan mesin ditembakkan secara bersamaan secara membabi-buta.     

Para prajurit yang tidak terkena kekuatan sihir wanita berkerudung hitam itu akhirnya menembak wanita itu seolah-olah mereka baru saja tersadar dari hipnotis.     

Beberapa rentetan tembakan menerjang ke arah tubuh wanita berkerudung hitam itu dan ia terjatuh ke dalam parit.     

Sambil mengambil kesempatan ini, Pasukan Penghakiman yang berada di bawah pengaruh Pil Berserk melesat menuju garis pertahanan terakhir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.