Bebaskan Penyihir Itu

Alam Pertempuran Jiwa (Bagian III)



Alam Pertempuran Jiwa (Bagian III)

0Pengalaman Roland ketika bangkit dari kematian sebanyak 5 kali membuatnya menyadari bahwa perbedaan terbesar antara dirinya dengan Zero terletak pada diri mereka sendiri. Senjata yang kuat dapat dengan mudah diciptakan oleh Roland dan benteng pertahanan apa pun akan tetap menjadi target pelat simbol Lambang Tuhan yang dilancarkan Zero. Ditambah lagi, kemungkinan besar Zero sudah mengetahui formula mengenai bubuk mesiu itu, jika ia putus asa untuk mati bersama Roland atau atapnya langsung runtuh menimpa dirinya, Roland tidak yakin ia bisa bangkit lagi dari kematian karena ia tidak punya banyak energi yang tersisa.     
0

Roland pasti akan kalah dalam alam pertempuran jiwa ini jika ia tidak bisa menguasai Penyihir Suci itu.     

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" pikir Roland.     

"Menciptakan sebuah kurungan? Menyetrum penyihir itu dengan listrik? Menciptakan kurungan dari laser?" Roland mengenyahkan berbagai ide yang muncul dalam benaknya karena tidak ada satu pun dari ide-ide itu yang benar-benar bisa mengalahkan Zero. Posisi di mana Zero berada setelah bangkit dari kematian tidak dapat diprediksi dan ia bisa muncul di mana saja. Energi Roland jelas telah mencapai batasnya dan energinya terus terkuras setelah ia bangkit dari kematian. Jika Roland gagal lagi, kematiannya yang berikutnya mungkin akan menjadi kematian yang sesungguhnya.     

"Aku harus menghilangkan daya pergerakan penyihir itu." pikir Roland.     

"Dan aku juga harus menjaga agar atap gedung sekolah ini tetap utuh."     

"Aku juga harus bisa membunuh penyihir itu sebanyak ratusan kali dalam sekali tembakan …."     

"Apakah … apakah itu bisa dilakukan?"     

Roland menarik napas dalam-dalam dan bertanya kepada Zero, "Selama 200 tahun ini, sudah berapa kali kamu bertempur di alam pertempuran jiwa ini?"     

"Aku sudah pernah melalui pertempuran alam jiwa ini lebih dari 1.000 kali bahkan lebih, hanya ada beberapa orang yang benar-benar membuatku terkesan," jawab Zero, "Mereka memiliki tekad dan kemauan yang lebih kuat daripada kamu, namun, mereka akhirnya tetap kalah karena mengalami kematian yang tidak ada habisnya. Hanya ada beberapa orang yang memilih untuk terus disiksa sambil menghadapi akhir hidup mereka yang tanpa harapan itu." Zero berhenti sejenak dan berkata, "Apakah kamu akan tetap melancarkan cara seranganmu yang lama?"     

"Aku memang tidak punya banyak harapan, namun, aku hanya ingin memuaskan rasa penasaranku sebelum semuanya berakhir. Apakah kamu tidak pernah gagal dalam 1.000 pertempuran alam jiwa ini?" tanya Roland.     

"Aku tidak akan berdiri di sini jika aku gagal." jawab Zero dengan santai.     

"Bagaimana bisa begitu?" Roland perlahan duduk di tanah untuk menghemat sedikit energinya yang masih tersisa. "Apakah tidak ada musuh yang terpikir untuk menciptakan lava yang sangat panas atau lautan yang sangat dalam untuk mengalahkanmu sebelum kamu bisa mengumpulkan kekuatan sebesar itu?"     

"Cara-cara serangan seperti itu bukanlah sebuah ide-ide yang baru, tetapi sayangnya, tidak ada dari mereka yang bisa melakukannya." sahut Zero sambil berjalan di depan Roland. "Hanya dengan berpindah tempat saja itu sudah menghabiskan energi yang sama seperti bangkit dari kematian. Mengubah segala sesuatu yang ada di alam ini hanyalah sebuah kesia-siaan dan hanya Tuhan yang bisa melakukan hal itu."     

"Tidak ada Tuhan di duniaku," kata Roland dengan nada menyesal.     

"Jadi, apa kamu sudah memutuskan untuk menyerah?" Zero membungkuk dan mengangkat dagu Roland dengan tangannya dan kembali melanjutkan, "Kalau begitu, tunduklah kepadaku dan ikuti aku."     

"Maaf." jawab Roland sambil tersenyum, lalu ia memegang bahu Zero dan mendorongnya menjauh dengan pelan. "Aku masih ingin mencoba lagi."     

Zero bangkit berdiri dan ia mengeluarkan senjatanya, namun, ia menyadari bahwa jarak antara dirinya dengan Roland kini semakin menjauh.     

Ekspresi di wajah Zero langsung berubah ketika ia menyadari bahwa ia tidak dapat bergerak mendekati Roland. Tubuh Zero masih meluncur mundur bahkan meski ia berlari dengan kecepatan penuh! Zero menunduk dan menyadari bahwa lantai yang ada di bawah kakinya telah berubah menjadi sehalus cermin tanpa ia sadari.     

Namun, Zero tidak terpeleset meski lantainya sudah berubah menjadi begitu halus dan licin, hal ini tentu bertentangan dengan akal sehatnya. Tubuh Zero tetap berada di sana seolah-olah ia terpaku ke lantai meskipun ia terus bergerak.     

"Pergerakanmu yang luar biasa itu sepertinya sudah tidak berfungsi lagi," kata Roland, "Bahkan seorang monster sepertimu tidak bisa bergerak selangkah lebih dekat tanpa bantuan daya gesekan."     

"Apa yang telah kamu lakukan?!" Zero membungkuk dan ia mencoba memperlambat dan mengubah arah dengan merangkak menggunakan kedua tangan dan kakinya. Namun, semuanya sia-sia.     

"Aku hanya membuat sedikit perubahan kecil di alam pertempuran jiwa ini." sahut Roland sambil mengubah posisi duduknya jadi lebih nyaman dan berkata, "Sepertinya energi yang dikonsumsi untuk mengubah alam pertempuran ini tidak terlalu banyak selama perubahannya tidak terlalu besar. Apa kamu pernah mendengar tentang hukum inersia[1]?"     

"Hukum inersia …?" tanya Zero dengan bingung.     

"Ketika suatu benda tidak tunduk pada kekuatan eksternal, benda itu akan diam atau berada dalam gerakan linear konstan. Kamu juga bisa menyebutnya dengan Hukum Pertama Newton." Roland menabrak gerbang besi yang ada di atap gedung sekolah dan berhenti, kemudian tanah yang ada di bawah kakinya mulai berubah!     

Rangka-rangka baja bermunculan dari dalam tanah dan terus-menerus menjulang ke langit diikuti oleh lempengan-lempengan logam yang membungkus rangka-rangka baja itu. Tidak lama kemudian, sebuah monumen bersinar muncul di belakang Roland. Setiap lapisan monumen itu terdiri dari sekitar 10 buah persegi panjang yang tampak seperti kubus yang memanjang. Ada sebuah tabung baja berwarna hitam yang berlubang yang mencuat keluar dari masing-masing persegi panjang dan semuanya menunjuk ke arah Zero yang masih meluncur dengan kecepatan yang sama.     

"Giliranku sekarang." kata Roland.     

Zero menyadari bahwa ada yang tidak beres di sini. Zero mengangkat pedang panjangnya dan cahaya berwarna keemasan muncul lagi.     

Namun, kali ini Roland lebih cepat dari Zero.     

Hampir 100 tabung baja menembakkan pelurunya pada saat yang bersamaan. Bubuk mesiu yang terbakar langsung memanaskan udara hingga lebih dari 1.000 derajat dan ekspansi udara yang cepat yang dihasilkan oleh tekanan tinggi mendorong peluru keluar dari tabung menuju ke arah Zero dengan kecepatan 1.900 meter per detik. Suara ledakan nyaring yang memekakkan telinga mengguncang gedung sekolah itu dan langit yang sudah gelap langsung menjadi terang seolah-olah matahari baru saja terbit dari atas atap sekolah.     

Ada seratus meriam dan triliunan cahaya yang berasal dari semua tembakan itu!     

Langit malam diterangi oleh api 'kunang-kunang' yang melesat ke langit dari atap gedung. Titik-titik cahaya yang padat itu menciptakan jejak yang menyilaukan di langit malam dan akhirnya 'kunang-kunang' itu mendarat ke tanah dengan gerakan menyilang satu per satu. Kunang-kunang itu mengeluarkan bunyi berderik sambil berjuang mengepakkan sayap mereka seolah-olah mereka sedang mengumumkan kedatangan mereka ke dunia.     

Kemudian, semua 'kunang-kunang' itu jatuh ke tanah.     

Cahaya 'kunang-kunang' itu diperbesar puluhan ribu kali pada saat itu, tubuh mereka berubah menjadi serpihan-serpihan yang beterbangan ke segala arah … suara ledakan menderu diikuti oleh cahaya yang menyilaukan bergema di langit. Namun, Roland tidak lagi dapat mendengar suara-suara ledakan yang terus-menerus itu karena gendang telinganya sudah pecah oleh suara nyaring ledakan dari nyala api pertama yang dipancarkan oleh monumen hitam yang ada di belakangnya. Laras meriam raksasa itu meraung dan udara panas yang mendidih telah membuat semua kulit Roland terbakar. Namun, Roland merasa sangat senang.     

Dunia tampak sangat berbeda selagi Roland berdiri di atas monumen hitam itu.     

Seluruh atap gedung itu terbagi menjadi bagian-bagian yang sama persis, seperti papan catur. Setiap blok atapnya berisi laras meriam. Roland bisa melihat Zero terpental ke atas dan ke bawah oleh hempasan udara yang berasal dari ledakan meriam, seperti dedaunan yang berguguran terkena terpaan angin badai. Tidak ada orang yang bisa tetap hidup di bawah serangan meriam yang terus-menerus. Peluru-peluru meriam yang mematikan terus menyerang Zero setiap kali ia bangkit kembali dari kematian. Zero tidak dapat menghindari serangan ini karena ia bahkan tidak bisa mengubah arahnya di tanah yang tidak memiliki gaya gesekan. Zero hanya bisa pasrah sambil menyaksikan ketika peluru-peluru meriam itu mendarat di depannya.     

"Ini tidak mungkin!" jerit Zero dengan putus asa.     

Zero kembali menjerit. "Kamu tidak mungkin bisa menciptakan hal-hal yang tidak ada entah dari mana datangnya, semua ini … seharusnya tidak ada!"     

Tanah itu masih tampak rata dan bersih tanpa bekas goresan apa pun meski terkena rentetan tembakan meriam yang terus-menerus, seolah-olah tanah itu tidak terpengaruh sama sekali dengan semua tembakan dan ledakan peluru meriam. "Tanah ini lebih halus dari permukaan cermin dan bahkan lebih kuat dari baja. Tidak mungkin benda seperti itu ada!" Zero berteriak dengan histeris.     

Meskipun Roland tidak bisa mendengar teriakan Zero dengan jelas, ia bisa menebak apa yang dirasakan penyihir itu. Roland memang tidak bisa mengubah dirinya menjadi Superman, tetapi ia bisa menciptakan kekuatan yang sama kuatnya seperti kekuatan yang dimiliki Superman.     

Roland telah mengubah jarak antara atom-atom dalam permukaan tanahnya.     

Atom-atom itu berdekatan satu sama lain dan memiliki interaksi yang kuat, seperti formasi para prajurit yang berbaris dengan rapi. Permukaan tanah ini benar-benar halus dan sangat kuat. Roland telah menciptakan Tetrahedron karbida[2] yang selembut air namun lebih kuat dari baja di alam pertempuran jiwa ini.     

Zero benar-benar terkepung dan ia tidak bisa lari atau bersembunyi dan ia terus-menerus harus menerima semua tembakan yang diarahkan kepadanya. Alam pertempuran jiwa ini tidak ada hubungannya dengan kemauan atau tekad seseorang untuk terus bertahan, yang ada hanyalah perbedaan besar antara ilmu pengetahuan yang dimiliki Roland dengan Zero.     

Zero telah mencoba mengaktifkan pelat simbol Lambang Tuhan beberapa kali. Namun, tembakan meriam yang terus-menerus tidak memberi Zero kesempatan sama sekali untuk mengaktifkan pelat simbol itu dan ia mulai kehilangan kemampuannya untuk bangkit dari kematian.     

"Aku mohon padamu, lepaskan aku!" jeritan Zero terdengar di benak Roland.     

"Apakah kamu tega membunuh kakak perempuanmu?" kali ini suara Garcia yang terdengar memohon kepada Roland.     

"Hentikan semua ini, dasar monster! Kamu membunuh semua anggota keluargamu!" suara Raja Wimbledon III menyusul setelah suara Garcia.     

Namun, Roland tetap tidak bergeming.     

"Sudah waktunya untuk mengakhiri semua ini," sahut Roland dalam hatinya, "Aku akan mewakili kamu untuk mengalahkan pasukan iblis nanti. Sekarang, beristirahatlah dengan tenang!"     

"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu lolos dari sini!" jerit Zero.     

Seberkas cahaya biru yang menyilaukan menerangi seluruh langit malam bersamaan dengan jeritan Zero yang menyayat hati.     

Setelah itu, seluruh alam pertempuran jiwa itu mulai hancur.     

[1] Dikenal sebagai Hukum Newton yang pertama di mana setiap benda akan berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus, kecuali dipaksa untuk mengubah keadaan itu oleh gaya-gaya yang berpengaruh pada benda tersebut     

[2] Geometrik 3 dimensi yang mengandung atom yang nilai keelektronegatifannya kecil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.