Bebaskan Penyihir Itu

Apartemen Jiwa-Jiwa yang Hilang



Apartemen Jiwa-Jiwa yang Hilang

0"Zero?" panggil Roland dengan ragu-ragu.     
0

Gadis kecil itu memutar kedua bola matanya dan membungkuk untuk meletakkan piring sebelum ia duduk bersila samping di meja kopi.     

"Apa yang paman lakukan di sana? Apakah paman tidak ingin sarapan?" tanya Zero.     

Gadis kecil itu memiliki suara anak-anak yang lembut dan tubuh yang ramping. Zero mengenakan gaun berwarna biru muda dan stoking sutra putih. Telapak kaki Zero hanya seukuran telapak tangan Roland. Zero sama sekali tidak terlihat seperti Penyihir Suci yang pernah mengancam akan membunuh Roland.     

Namun, ketika Roland memanggil namanya, Zero tidak menyangkal nama itu, itu berarti gadis kecil ini mengakui bahwa namanya memang Zero.     

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku harus membunuh Zero?" pikir Roland.     

"Sekarang Zero hanya seorang gadis kecil, tidak mungkin ia bisa mengoyak-ngoyak tubuhku dengan kedua tangannya yang kecil itu seperti seorang Penyihir Luar Biasa?"     

Roland menyelinap ke dapur dan ia mengambil sebuah pisau buah yang ia ambil dari rak pisau, ia masukkan pisau kecil itu ke dalam ikat pinggangnya dan ia berjalan kembali menuju meja kopi.     

Ada sebuah telur goreng dan 2 potong roti goreng di piring Roland. Yah, porsi sarapan Roland tampaknya lebih banyak dari porsi sarapan Zero.     

Telur goreng itu memiliki bagian luar yang berwarna keemasan yang tampak sedikit hangus, bagian tengah telur itu memperlihatkan warna oranye pucat. Jelas, itu adalah telur goreng yang matang sempurna dengan kuning telur yang masih lembut di bagian tengahnya.     

Zero mengambil telur goreng dengan sumpitnya dan melahapnya dalam beberapa gigitan sebelum ia mulai memakan roti gorengnya. "Apa yang paman lakukan kemarin? Apa paman melihat ada kecoak di langit-langit kamar?"     

"Tidak … aku merasa langit-langitnya agak kotor jadi aku ingin membersihkannya." sahut Roland mencari alasan.     

"Benarkah itu?" tanya Zero sambil melirik langit-langit kamar dan bertanya, "Mengapa paman tidak membersihkan langit-langitnya dengan menggunakan kain lap yang diikat ke sebuah tongkat panjang?"     

"Hasilnya tidak akan terlalu bersih. Lagi pula, sekarang langit-langitnya sudah bersih kembali," jawab Roland sambil terbatuk dengan kikuk, "Kamu yang membuat sarapan ini?"     

"Paman, apa paman baik-baik saja?" Zero tampaknya sedikit khawatir, "Sejak aku pindah ke sini, bukankah aku yang selalu membuatkan sarapan untuk kita?"     

"Sejak kamu pindah ke sini? Di mana kamu tinggal sebelumnya?" Roland membuka mulutnya tetapi ia tidak jadi bertanya. Zero akan mencurigai identitas Roland jika ia terus bertanya hal-hal aneh.     

Zero dengan cepat menghabiskan sarapannya. Zero mengulurkan salah satu tangannya ke arah Roland dan berkata, "Paman, beri aku uang untuk membeli makanan."     

"Apa?" tanya Roland dengan bingung.     

"Kita kehabisan makanan di lemari es. Aku harus pergi ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Bagaimana aku bisa membeli makanan tanpa uang?" kata Zero.     

"Seorang siswa sekolah menengah sudah tahu cara untuk membeli makanan dari supermarket?" pikir Roland sambil merogoh sakunya untuk mengambil dompetnya tetapi ia tidak menemukan apa pun, "Yah …."     

"Di laci kedua meja di samping tempat tidurmu," kata Zero sambil menghela napas.     

Roland kembali ke kamar tidurnya dan ia menemukan dompet yang isinya hampir kosong, di sana ada sekitar 300 Yuan dan beberapa tiket lotre.     

"Berapa banyak yang kamu butuhkan?" tanya Roland sambil berjalan kembali ke ruang keluarga.     

"20 Yuan. Lagi pula, aku tidak bisa membawa makanan terlalu banyak." sahut Zero.     

Karena itu bukan uangnya, Roland dengan murah hati memberi Zero 50 Yuan sambil berkata, "Kamu bisa menyimpan kembaliannya untuk belanja makanan yang berikutnya."     

Zero menatap Roland dengan terkejut lalu ia buru-buru memasukkan uang itu ke dalam dompet koinnya.     

"Tanganmu …" Roland memperhatikan ada 2 plester di jari-jari Zero.     

"Aku terluka ketika aku membereskan pecahan gelas yang pecah. Ini bukan luka serius. Akan lebih baik jika paman tidak membuang sampah sembarangan." kata Zero sambil mengangkat bahu dan membawa tas sekolahnya lalu menuju ke pintu, "Aku mau pergi ke sekolah. Aku tidak akan kembali sampai sore hari, jangan lupa tolong cuci piring-piringnya, paman."     

"Tunggu, bukankah sekarang sudah liburan musim panas?" tanya Roland.     

"Aku pergi ke pusat bimbingan belajar," kata Zero sambil mengenakan sepatunya. "Paman, jika kepalamu masih sakit, pergilah ke dokter. Dan jangan lakukan hal-hal yang bodoh lagi."     

Setelah menunggu beberapa saat, Roland berjalan keluar dari Kamar 0825 dan ia melihat ke bawah sambil membungkuk dari balkon apartemennya.     

Roland bisa melihat Zero yang berjalan keluar dari gedung apartemen. Rambut putih Zero tampak sangat mencolok. Anehnya, orang-orang yang ada di jalanan tampaknya tidak merasa aneh dengan rambut Zero yang berwarna putih, karena tidak ada orang yang memandang gadis itu dengan tatapan aneh. Zero tampaknya sedang menunggu seseorang, beberapa saat kemudian, datang 2 gadis berambut pirang ke arah Zero dan mereka bertiga pergi bersama-sama lewat gang.     

"Jadi Zero sudah punya teman di dunia ini?" pikir Roland.     

Roland mengusap-usap keningnya dan berpikir, "Mimpi yang sangat aneh!"     

"Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Apa aku harus mengikuti Zero?"     

Rasanya Roland tidak percaya jika Zero dapat menciptakan sebuah dunia dengan kota yang lengkap di sini.     

Ketika Roland hendak berbalik dan ingin kembali ke kamarnya, tiba-tiba ia terkejut melihat seseorang.     

Seorang wanita cantik sedang berjalan ke arah Roland.     

Wanita itu memiliki rambut berwarna abu-abu panjang, alisnya tinggi dan hidung serta bibirnya mirip dengan Tilly. Namun, wanita ini terkesan dingin dan angkuh.     

Roland memang tidak pernah bertemu dengan wanita ini sebelumnya, tetapi memori Pangeran Roland asli mengatakan pada Roland bahwa wanita ini adalah kakak perempuannya, Putri Garcia dari Kerajaan Graycastle.     

Wanita ini adalah Garcia Wimbledon!     

Tanpa sadar Roland meraih pisau buah yang ada di ikat pinggangnya.     

"Minggir. Jangan menghalangi jalanku," kata wanita itu dengan wajah kesal, "Aku mau lewat."     

"Kamu … kamu tidak mengenali aku?" tanya Roland dengan terkejut.     

Garcia mencibir dan berkata, "Mengapa aku harus mengenalmu? Apa karena rambutmu berwarna sama dengan rambutku?"     

Roland menatap Garcia, perlahan-lahan ia menyingkir dari jalannya, "Kamu Garcia, bukan?"     

"Lalu kenapa?" Ekspresi Garcia semakin jengkel, "Karena kamu tahu namaku, kamu tentu tahu apa yang akan terjadi jika aku merasa kesal. Aku peringatkan, jika kamu menyusahkan aku, aku akan membuat kamu menyesal." kata Garcia sambil mengulurkan tangan kanannya dan mengepalkan jari-jarinya satu per satu dan membuat jari-jarinya berderak seolah-olah ia siap untuk meninju Roland.     

"Kelihatannya Garcia tidak mengenali aku, tetapi mengapa ia tidak merasa terkejut bahwa aku bisa mengetahui namanya?" Roland merasa semakin kebingungan.     

Garcia kembali ke kamarnya, dan ia langsung membanting pintunya. Roland berkeliaran di sepanjang koridor apartemen dan melihat sekilas ke pintu Garcia ketika ia melewati kamarnya.     

Nomor kamar Garcia adalah 0827, jadi Garcia tinggal di sebelah tetangga Roland.     

Melihat begitu banyaknya pintu-pintu bernomor di sepanjang koridor panjang, tiba-tiba Roland memiliki sebuah pemikiran yang mengerikan.     

"Ada berapa orang yang tinggal di apartemen ini?"     

Lagi pula, koridornya sangat panjang. Roland berdiri di depan Kamar nomor 0827, tetapi ia bahkan tidak bisa melihat ujung koridornya sampai mana.     

Sekali pemikiran mengerikan itu terlintas, pikiran itu tidak mau enyah dari benak Roland.     

Roland kembali ke kamarnya, mencari kuncinya, kemudian ia mengunci pintu dan berlari di sepanjang koridor menuju ke ujung koridor.     

Panjang koridor itu sendiri sekitar 400 meter!     

Sambil terengah-engah dan berlari ke ujung koridor yang dekat dengan tangga, Roland melihat nomor kamar terakhir yang ada di ujung koridor, nomornya 0899.     

Ini sungguh luar biasa. Siapa yang bisa mendesain apartemen berbentuk tabung yang memiliki hampir 100 penghuni dalam satu lantai? Jika dipikir-pikir, ketika apartemen pertama kali didirikan pada tahun 1970 dan 1980, puluhan kamar saja sudah dianggap sebagai apartemen yang sangat besar.     

Roland kemudian menaiki tangga.     

Sebagian besar cat berwarna hijau yang ada di pegangan tangan tangga besi sudah terkelupas dan Roland bisa melihat ada karat dan debu yang jelas di pegangan tangga itu. Ada banyak iklan-iklan kecil yang ditempel di sepanjang koridor tangga yang mengungkapkan karakteristik khas zaman itu. Iklan-iklan semacam ini seharusnya tidak mungkin ada di kota besar semacam ini.     

Lantai teratas adalah lantai 22.     

Di pintu apartemen yang ada di ujung koridor, tidak ada papan nama atau bahkan jendela.     

Roland memeriksa pintu-pintu bernomor itu satu per satu sampai ia melihat nomor pertama yang ada di lantai itu, nomornya 2245.     

Jika dihitung secara kasar, Roland menghitung ada 2.124 penghuni di seluruh gedung apartemen ini.     

"Kamu tidak mungkin menang! Aku telah melahap ribuan orang dan bahkan aku juga telah melahap seorang Penyihir Luar Biasa dalam waktu ratusan tahun!"     

Roland tiba-tiba teringat apa yang dikatakan Zero saat mereka bertarung di atap gedung sekolah.     

Apakah semua orang yang tinggal di apartemen ini adalah orang-orang yang pernah dilahap oleh Zero dalam alam pertempuran jiwa?!     

Roland tercengang selagi ia memikirkan dugaan ini.     

Sekarang, Zero sepertinya telah menjadi salah satu dari korban-korbannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.