Bebaskan Penyihir Itu

Pertempuran Di Kota Raja (Bagian II)



Pertempuran Di Kota Raja (Bagian II)

0Beberapa detik setelah nyala api itu berkobar, Weimar mendengar suara bergemuruh yang keras.     
0

Suara itu terdengar datang dari kejauhan. Meskipun suaranya tidak terlalu kencang, tetap saja suara itu terdengar mengerikan. Weimar melihat tepat di sebelah gubuk yang berisi penyimpanan bubuk mesiu, tanahnya terangkat ke atas disertai dengan suara bergemuruh.     

"Apa yang baru saja terjadi?"     

"Apakah bubuk salju itu sudah dinyalakan?"     

"Kelihatannya tidak seperti itu. Sepertinya kapal aneh itu yang membuat bubuk salju itu meledak."     

"Jangan bercanda. Kapal itu masih sekitar 1 kilometer lebih jauhnya dari gubuk yang berisi bubuk salju."     

Para kesatria itu sibuk berdiskusi di antara mereka. Weimar mengerutkan kening dan bertanya-tanya. "Mungkinkah … musuh sudah melihat ada sesuatu yang terkubur di dalam tanah?"     

Menurut informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, sang pangeran pemberontak memiliki senjata berbahan bubuk salju yang sangat kuat yang lebih unggul dalam hal jangkauan dan akurasi dari pada senjata yang dibuat oleh para pandai besi di Kota Raja. Oleh karena itu, sejak awal Timothy telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam pertempuran secara langsung, tetapi ia akan menggunakan tong-tong berisi bubuk salju sebagai senjata saat penyergapan berlangsung. Dengan begitu senjata milik Pangeran Roland tidak akan berguna. Sesuatu yang melepaskan tembakan dari bagian depan kapal aneh itu kemungkinan adalah versi senjata api yang dibuat lebih besar. Senjata musuh mampu memuat lebih banyak bubuk salju dan menembakkan peluru yang lebih kuat. Satu-satunya masalah adalah senjata milik musuh itu jauh lebih sulit untuk diproduksi dari pada pistol yang dimiliki pasukan Timothy. Ditambah lagi, meskipun Timothy sudah memerintahkan semua pandai besi di kota untuk bekerja sepanjang musim dingin, senjata yang mereka ciptakan bahkan tidak seampuh alat pelontar batu.     

Setelah beberapa saat, kilatan api muncul sekali lagi, diikuti oleh suara bergemuruh yang sama. Kali ini, tanahnya terangkat lagi dan beterbangan ke arah gubuk itu, dan menyebabkan lumpur dan tanah menutupi seluruh atap gubuk itu.     

Dugaan Weimar benar. Sudah jelas, musuh tengah menyusun sebuah rencana untuk sampai ke gubuk itu, itu berarti musuh sudah mengetahui tentang bubuk salju yang tersembunyi di dekat dermaga! Karena itu, taktik penyergapan Timothy ini bisa dibilang gagal. Weimar diam-diam berpikir dalam hati, "Mungkin musuh masih punya kesempatan untuk sampai ke tembok pertahanan Kota Raja."     

Setelah pertempuran ini berakhir, semua akan diketahui dengan jelas apakah senjata bubuk salju milik musuh yang lebih kuat atau tembok pertahanan Kota Raja lebih kuat.     

Saat itu, suara ledakan terdengar dari puncak tembok pertahanan Kota Raja ….     

Suara ledakan itu terdengar lebih keras dan lebih nyaring dari pada suara apa pun yang pernah di dengar oleh para kesatria itu, seolah-olah guntur bergemuruh tepat di telinga mereka.     

Sebuah gundukan tanah kecil mulai menumpuk di depan dermaga. Tanah dan bebatuan terlontar ke udara serta asap dan kabut keluar dari tanah dan membentuk kepulan asap tebal. Sebuah getaran yang dahsyat menyapu tanah, dan dalam sekejap, puncak tembok pertahanan Kota Raja mulai bergoyang dengan hebat. Secara refleks Weimar langsung berjongkok ke tanah, tetapi kaki Scar terkilir dan ia terjatuh ke tanah di samping Weimar.     

Setelah mencapai ketinggian maksimum, semua tanah yang berhamburan ke udara mulai jatuh seperti hujan tanah. Namun, tanahnya tidak membuat suara apa pun ketika jatuh menyentuh tanah. Telinga Weimar berdengung untuk sementara waktu dan ia tidak bisa mendengar apa-apa, dan butuh beberapa waktu lamanya bagi Weimar untuk kembali sadar sepenuhnya setelah getaran hebat yang mengguncang bumi itu.     

Sialan, orang-orang bodoh itu tidak menunggu sinyal bendera terlebih dahulu untuk menyalakan bubuk saljunya!     

Tanahnya, yang semula datar, sekarang tampak seolah-olah telah dikunyah oleh seekor monster raksasa. Ada gundukan-gundukan tanah dan lubang di mana-mana, sementara asap panas berwarna putih mengepul keluar dari lubang-lubang di tanah yang menganga itu, dan memenuhi udara dengan bau bubuk mesiu yang terbakar.     

Weimar menjulurkan kepalanya keluar dari tembok benteng. Weimar bisa melihat bahwa di kejauhan, armada musuh mulai bergerak sekali lagi. Kapal-kapal musuh membentuk barisan lurus saat mereka melaju menuju dermaga. Pasukan pengumpan milik raja Timothy sudah dilumpuhkan di dermaga, atau mungkin para prajurit itu telah menjatuhkan senjata mereka dan melarikan diri ke segala arah?     

"Siapa yang bertanggung jawab untuk menyalakan pembakaran bubuk mesiu itu?!" Scar yang marah karena merasa dipermalukan, menarik kerah salah satu prajurit dan menanyai prajurit itu. "Aku akan menembak kepala orang itu!"     

"Yang Mulia Timothy yang mengatur penempatan orang di posisi itu!" balas Weimar. "Awasi musuh dengan cermat. Mereka bisa datang ke pantai kapan saja sekarang. Bersiaplah untuk mengibarkan bendera biru."     

"Semoga orang yang bertugas untuk menyalakan bubuk mesiu di gudang dapat menyelesaikan misinya," pikir Weimar dengan cemas.     

Namun, tidak ada pergerakan apa-apa di area dermaga, dan para prajurit musuh dapat mendarat dengan mudah dan lancar di pantai.     

*******************     

Allen Alba sedang menggenggam pedangnya ketika dentuman bergemuruh itu terdengar dan mengguncang bumi. Ledakan dahsyat dan getaran yang hebat itu hampir membuat Allen menjatuhkan pedangnya karena sangat terkejut.     

Meskipun Allen sudah mengetahui sebelumnya bahwa ledakan ini akan terjadi, ia tidak menyangka suara bubuk salju yang meledak itu bisa terdengar begitu keras dan menakutkan.     

Lagi pula, ledakan itu terjadi setidaknya 3 kilometer jauhnya dari tempat di mana Allen berada. "Bagaimana rasanya jika aku yang berada di sana?" pikir Allen.     

Allen berusaha menenangkan kuda tunggangannya yang gelisah dengan cara mengusap-usap kuda itu. Kemudian, Allen menyarungi pedangnya dan memberi isyarat ke arah pasukan kavaleri yang ada di belakangnya. "Ketika gerbang Kota Raja sudah terbuka, kalian ikuti perintahku. Jangan menahan kuda kalian. Kita tidak boleh mundur!"     

Dari respons yang Allen terima dari pasukannya, sudah jelas bahwa beberapa penunggang kuda di pasukannya masih belum pulih sepenuhnya dari rasa terkejut mereka akibat suara ledakan yang menggelegar itu.     

Allen berteriak dengan keras, "Ini adalah strategi yang dirancang oleh Yang Mulia Timothy. Biar musuh yang dihancurkan oleh amukan guntur, dan bukan kita! Kuatkan hati kalian, musuh tidak akan bisa bisa lolos dari kita!"     

"Baik …" Respons para prajurit kali ini terdengar lebih kompak dari sebelumnya.     

Tentara bayaran yang menunggu di belakang pasukan kavaleri masih dalam keadaan linglung. Allen menggelengkan kepalanya dengan pandangan sinis ke arah mereka. Allen tidak pernah menganggap orang-orang ini sebagai bagian dari pasukannya yang berharga - tentara bayaran itu hanyalah orang-orang yang bertanggung jawab untuk membersihkan medan pertempuran saat perang sudah berakhir nanti.     

Setelah beberapa lama kemudian, gerbang Kota Raja masih belum dibuka juga.     

"Apa yang sedang terjadi di sana?" Allen menatap ke arah tembok pertahanan Kota Raja dengan cemas. Tuan Weimar juga tidak mengeluarkan perintah serangan baru - namun, karena serangan dapat dimulai kapan saja, Allen tidak dapat meninggalkan posisinya untuk menanyakan situasi yang sedang berlangsung kepada Tuan Weimar. Waktu berlalu dengan sangat lambat. Tiba-tiba, Allen mendengar suara bergemuruh yang tampaknya berasal dari tempat yang sangat jauh. Jika Allen tidak salah menebak, suara gemuruh itu adalah sinyal milik musuh untuk menyerang.     

Apakah ada yang salah dengan rencana yang sudah dipersiapkan itu? Bukankah perangkap bubuk salju itu akan menyebabkan pasukan musuh kocar-kacir dan melarikan diri?     

Wah wah … ada apa ini ….     

Ketika kecemasan Allen mencapai puncaknya, tiba-tiba ia mendengar suara desingan angin yang aneh. Sebelum Allen bisa memikirkan sesuatu, batu bata di samping tembok pertahanan Kota Raja terbelah dan terbuka dalam waktu yang bersamaan!     

Kraaakkk!     

Batu dan serpihan kerikil beterbangan ke segala arah. Allen merasa pinggangnya mati rasa dan ia jatuh dari kudanya dengan posisi tubuh kaku. Kuda yang terkejut itu bahkan sempat menginjak paha Allen ketika binatang itu berusaha melarikan diri.     

Rasa sakit yang luar biasa membuat Allen meraung kesakitan. "Ahh, kakiku …!"     

"Kapten!" teriak para prajuritnya.     

"Tuan Allen!"     

Dua orang pengawalnya dengan cepat mengelilingi Allen.     

"Kendalikan pasukan kita, dan hentikan mereka yang berusaha melarikan diri!"     

Allen berteriak memerintahkan pasukannya sambil berusaha menahan rasa sakit yang amat sangat di pahanya.     

Formasi pasukan kavaleri itu langsung kacau balau. Tidak ada yang tahu persis apa yang sedang terjadi di tembok pertahanan Kota Raja, dan banyak prajurit yang melarikan diri sambil menunggang kuda mereka selagi berusaha menghindari bebatuan yang beterbangan di udara. Meskipun kedua pengawal itu berteriak mengeluarkan instruksi sekeras yang mereka bisa, sulit bagi mereka untuk mengambil alih situasi saat semua kekacauan ini terjadi.     

Allen mencoba untuk bangkit berdiri beberapa kali tetapi gagal. Allen menoleh ke arah kakinya, ia terbelalak ngeri melihat pahanya telah berubah bentuk menjadi tidak karuan. Paha Allen patah dan dagingnya terkoyak. Baju zirah yang dikenakan Allen juga telah penyok dan miring ke satu sisi, sementara tulang berwarna putih yang patah itu telah menembus daging dan celananya serta mengekspos jaringan-jaringan tubuh yang menjuntai di atas pahanya.     

Tubuh Allen mulai terasa dingin dan jantungnya mulai berdetak lebih lambat. Allen menyadari bahwa karirnya sebagai seorang kesatria sebentar lagi akan segera berakhir.     

Saat itu, Allen sempat mendengar suara desingan angin yang aneh lagi.     

Kali ini, suara desingan itu berasal dari gerbang Kota Raja.     

Allen melihat kedua penjaga yang berdiri di gerbang kota langsung tertimpa oleh puing-puing batu besar. Ketika debu yang berasal dari puing-puing batu itu mulai menghilang, Allen terkejut ketika ia melihat tubuh bagian atas kedua penjaga itu tampak seolah-olah telah diiris dengan pisau tajam. Darah segar bercampur dengan organ-organ tubuh berwarna merah kehijauan menggenang dan berserakan ke tanah. Di belakang kedua penjaga itu ada 5 atau 6 orang prajurit kavaleri yang juga tergeletak di tanah. Potongan-potongan kayu yang kelihatannya tidak berbahaya telah berubah menjadi senjata yang mematikan dan memotong tubuh para penjaga itu seperti pisau. Bahkan serpihan-serpihan puing batu, yang hanya seukuran ibu jari mampu menembus ketopong dan baju zirah milik para penjaga itu!     

Ditambah lagi, ada lubang seukuran baskom yang melubangi gerbang kota - di mana gerbang itu memiliki ketebalan hampir 2 meter. Semua serangan ini terjadi ketika musuh masih berada lebih dari 2 kilometer jauhnya dari dermaga!     

"Itu iblis, musuh kita adalah iblis!!"     

Entah dari mana, terdengar seseorang meneriakkan kata-kata itu, dan pemandangan yang sudah cukup mengerikan dan kacau itu kini terasa lebih mencekam.     

Pasukan kavaleri yang telah dipersiapkan untuk melakukan serangan, kini buru-buru memutar kuda mereka ke belakang dan melarikan diri. Ketika mereka menyusul tentara bayaran yang melarikan diri, mereka menginjak-injak mayat-mayat yang bergelimpangan di tanah dan menciptakan kekacauan yang lebih serius. Dalam sekejap, situasi di dekat tembok kota barat benar-benar sudah di luar kendali.     

Allen tidak punya tenaga lagi untuk menopang tubuhnya. Allen tergeletak di tanah dan memandang ke langit dengan pasrah. Teriakan panik orang-orang dan suara bising yang terus-menerus terdengar semakin jauh, dan suasana di sekeliling Allen secara bertahap menjadi lebih tenang.     

Allen hanya punya 1 pemikiran terakhir di benaknya.     

Rasanya dingin sekali ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.