Bebaskan Penyihir Itu

Perjalanan Yang Direncanakan Dengan Licik



Perjalanan Yang Direncanakan Dengan Licik

0"Kakak, kita sudah sampai." Cole Kant dengan gembira bergegas ke dalam kabin kapal.     
0

"Aku sudah memberitahu kamu 2 kali, bahwa selama perjalanan ini kamu tidak boleh memanggilku dengan sebutan kakak." Edith mengangkat kepalanya dan ia menatap adiknya dengan tajam. "Apakah kamu sudah lupa?"     

"Bukan …" jawab Cole sambil bergidik ngeri. "Aku masih ingat dengan perkataanmu itu."     

"Lalu siapakah aku?" tanya Edith.     

"Kamu adalah pe … pegawaiku, yang bernama Nona Edith." jawab Cole.     

"Lalu kamu siapa?" Edith kembali bertanya kepada adiknya itu.     

"Ayah … maksudku, aku adalah Duta Besar yang dikirim oleh Calvin Kant, Adipati dari Wilayah Utara."     

"Bagus. Jangan sampai kamu melakukan kesalahan yang sama untuk yang ketiga kalinya." Edith bangkit berdiri, ia meregangkan tubuhnya yang pegal, dan ia berjalan keluar kabin. "Panggil semua anggota utusan delegasi ke sini. Mari kita pergi ke pusat kota."     

Penyamaran ini adalah sebuah permainan kecil yang suka dimainkan oleh Edith. Edith suka diam-diam mengamati orang yang hendak bernegosiasi dengannya kemudian ia baru mengungkapkan jati dirinya setelah ia memiliki pemahaman yang jelas tentang orang itu. Dengan begitu, Edith bisa mengambil tindakan pencegahan sebelumnya jika terjadi sesuatu yang buruk atau membuat orang terkesan dengan dirinya. Jika orang yang hendak bernegosiasi dengan Edith adalah seorang pria, kemungkinan besar pria itu akan tertarik dengan kecantikannya.     

Edith tidak pernah mencoba menyembunyikan jenis kelaminnya, sebaliknya, ia menggunakan identitasnya sebagai wanita sebagai sebuah senjata yang menguntungkan.     

Karena Edith memiliki julukan sebagai Mutiara Wilayah Utara, ia tentu perlu memanfaatkan julukannya itu dengan baik.     

"Kalau begitu … bagaimana dengan kepala-kepala yang kita bawa itu?" tanya Cole.     

"Tinggalkan saja kedua kepala itu di kapal, kecuali jika kamu ingin tetap menyimpan kedua kepala mayat itu di dalam kamarmu." jawab Edith sambil mengerucutkan mulutnya. "Lagi pula kedua kepala itu sudah membusuk."     

Sambil menuruni jembatan kapal di dermaga, Edith memperhatikan bahwa ada banyak kapal yang berjajar di sungai. Banyak orang yang berkeliaran di dermaga, kebanyakan dari mereka membawa barang-barang bawaan yang besar. Dilihat dari pakaian mereka, mereka tidak terlihat seperti budak-budak, ataupun pengusaha. Edith sangat ingin mengetahui siapa orang-orang ini, karena sejauh yang ia ketahui, orang biasanya jarang melakukan perjalanan di saat musim membajak tanah sedang berlangsung.     

Edith mengutus seorang pelayannya. "Pergilah, tanyakan kepada orang-orang itu, ke mana mereka hendak pergi."     

"Memangnya apa hubungan mereka dengan kita?" Cole bertanya dengan bingung.     

"Karena Pangeran Roland Wimbledon telah mengambil alih Kota Raja, ia pasti telah mengeluarkan beberapa kebijakan baru untuk menyatakan otoritasnya. Apa saja yang Pangeran Roland katakan, itu akan mencerminkan karakteristiknya. Jadi, itu pasti ada hubungannya dengan kita." jawab Edith sambil tersenyum. "Tentu saja kamu dapat membayar beberapa keping emas kepada para Tikus untuk mengumpulkan informasi, tetapi aku lebih suka informasi dari tangan pertama."     

"Be … begitukah?" tanya Cole.     

"Kamu perlu lebih banyak mengamati, dan berpikir lebih banyak, Duta Besarku sayang." jawab Edith, "Ini adalah sebuah kesempatan yang langka."     

Di sisi lain gerbang kota, jalanan dipenuhi dengan para pejalan kaki. Ada kios-kios di kedua sisi jalanan. Edith bisa mendengar teriakan dari para penjual yang terus-menerus menjajakan barang dagangan mereka. Beberapa tahun yang lalu, Edith pernah pergi ke Kota Raja untuk berpartisipasi dalam acara upacara kedewasaan yang kelima yang diadakan untuk para putri bangsawan bersama ayahnya. Kota Raja tidak banyak yang berubah. Kota ini masih tetap sibuk seperti biasanya.     

Di Kota Evernight, tidak akan ada kerumunan orang yang banyak seperti ini kecuali pada musim liburan atau sedang ada sebuah perayaan yang digelar.     

Tiba-tiba, seorang pembicara jalanan menarik perhatian Edith.     

"Tunggu sebentar." Edith memerintahkan rombongannya untuk berhenti dan bergabung dengan kerumunan orang banyak.     

"Bisakah kalian menggergaji kayu? Bisakah kalian membangun tembok dari batu bata? Bisakah kalian menternakkan sapi dan domba? Selama kalian memiliki keahlian khusus di bidang tertentu, kalian adalah orang-orang yang dibutuhkan oleh Yang Mulia Roland! Pergilah ke Wilayah Barat! Di sana, Yang Mulia Roland sedang membangun Kota Raja yang baru, yang bernama Kota Tanpa Musim Dingin! Keahlian yang kalian miliki akan diupah dengan sangat baik!"     

"Keahlian?" Edith merenungkan kata itu sejenak. "Ini merupakan sebuah cara beriklan yang sangat menarik … namun, apa maksudnya dengan mendirikan Kota Raja yang baru? Kota Tanpa Musim Dingin? Apakah ada nama kota seperti itu di Wilayah Barat?"     

Sambil melangkah maju sedikit, Edith melihat sekelompok orang lain lagi di sana.     

"Para penyihir itu tidak bersalah. Ini adalah sebuah surat pertobatan yang ditulis oleh Imam Besar Ferry tepat sebelum ia dieksekusi," kata pembicara jalanan lain, sambil melambaikan sebuah dokumen di tangannya. "Para penyihir itu mungkin adalah saudara dekatmu, putrimu, atau adik kalian!" Jika kalian masih takut kepada mereka, kirimlah mereka ke Kota Tanpa Musim Dingin! Para penyihir akan diterima dengan baik di sana. Jika kalian tidak ingin berpisah dengan sanak saudara kalian, kalian bisa ikut pergi bersama dengan mereka! Yang Mulia Roland telah berjanji, keluarga para penyihir juga akan mendapatkan akomodasi untuk berlindung dari angin dan hujan. Ditambah lagi, kalian juga akan mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak!"     

"Apakah Imam Besar Ferry benar-benar sudah dieksekusi?" tanya Cole dengan mata terbelalak.     

Di sisi lain, Edith malah mengerutkan keningnya. "Jika ini adalah kebijakan baru yang dilancarkan Roland Wimbledon, dari cara ia mempromosikan kebijakannya, kebijakan itu terdengar cukup sensasional. Apakah Roland Wimbledon tidak takut dirinya akan memprovokasi gereja untuk menyerang wilayahnya? Pertempuran itu tidak akan berlangsung seperti pertempuran di antara sesama kaum bangsawan, tetapi akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat besar.     

"Aku tidak tahu apakah itu merupakan sebuah berkat atau kutukan jika rakyat harus melayani Raja yang seperti itu." pikir Edith dalam hati.     

Butuh waktu 1 jam bagi rombongan Edith untuk berjalan melalui jalanan yang padat menuju ke pusat kota di Kota Raja. Edith telah melihat bahwa jalanan itu telah dipenuhi dengan para pembicara jalanan yang pada dasarnya mereka berulang kali memberitakan apa pun yang telah dilakukan Yang Mulia Roland setelah ia menaklukkan Kota Raja. Siapa pun yang datang ke Kota Raja hanya perlu mendengarkan informasi yang disampaikan di jalanan selama setengah hari untuk memahami perubahan yang telah dilakukan Yang Mulia Roland atas Kota Raja, tanpa perlu mendapatkan informasi dari anggota Tikus.     

"Nona, aku sudah mendapatkan informasi yang Anda minta." Pelayan yang diutus Edith untuk menanyakan ke mana orang-orang itu hendak pergi sudah menyusul rombongan Edith sambil terengah-engah. "Mereka semua akan pergi …."     

"Ke Kota Tanpa Musim Dingin, bukan?" Edith menyela ucapan si pelayan.     

"Anda … anda sudah mengetahui hal itu?" tanya si pelayan dengan terkejut.     

"Kita tidak perlu repot-repot untuk mencari penginapan sekarang. Kita akan pergi ke istana untuk menyerahkan dokumen dari ayahku." Edith merasa ada firasat buruk di hatinya. "Mari kita jalan, cepat!"     

…     

"Apa?" Cole bertanya dengan terkejut. "Yang Mulia Roland sudah meninggalkan Kota Raja sejak 1 minggu yang lalu? Dan Yang Mulia bahkan tidak mengadakan upacara pelantikan sebagai Raja?"     

"Itulah yang dikatakan oleh staf penerima tamu di istana," lapor seorang pelayan. "Pada mulanya Yang Mulia Roland meninggalkan seorang pria bernama Tuan Barov Mons di sini, yang merupakan seorang Perdana Menteri, untuk mengurus urusan sehari-hari di istana, tetapi Tuan Barov Mons juga sudah meninggalkan Kota Raja sejak kemarin. Selain para pelayan, tidak ada orang lain di istana. Staf penerima tamu di istana mengatakan jika Anda ingin berbicara dengan petugas Balai Kota, ia bisa menyampaikan pesan yang kalian bawa kepada Yang Mulia Roland."     

"Itu tidak apa-apa," kata Edith dengan jengkel. Edith tidak menyangka bahwa firasat buruknya ternyata benar. Edith sudah bepergian tanpa henti, namun ia masih terlambat untuk bertemu dengan Yang Mulia Roland. "Jadi Yang Mulia Roland benar-benar berencana untuk memindahkan ibu kota Kerajaan Graycastle, ia meninggalkan kota yang indah ini, dan membangun ibu kota yang baru di Wilayah Barat! Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh pria itu? Untuk membangun ibu kota seperti Kota Raja itu setidaknya membutuhkan waktu 30 sampai 40 tahun!"     

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Melihat para anggota rombongannya yang juga tampak terkejut, Cole bertanya dengan pelan kepada Edith.     

Setelah terdiam sejenak, Edith akhirnya menjawab pertanyaan Cole dengan muka masam, "Mari kita pergi. Kita akan pergi ke Kota Tanpa Musim Dingin!"     

"Semua orang itu sudah pergi ke kota itu. Jadi kita tidak perlu terburu-buru," kata Cole dengan cemberut. "Sudah 1 minggu yang lalu sejak terakhir kali aku mandi. Aku merasa kutu-kutu sudah bermunculan di tubuhku."     

Edith memiringkan kepalanya dan ia juga menyadari bahwa kerah bajunya juga sudah berbau aneh. Akhirnya, Edith menghela napas dengan pasrah. "Mari kita cari penginapan untuk malam ini. Kita akan berangkat ke Kota Tanpa Musim Dingin esok pagi."     

Keesokan paginya, ketika rombongan Edith tiba di dermaga, mereka menemukan bahwa kapal mereka telah terbakar sampai hangus.     

"Apa yang telah terjadi?!" Untuk pertama kalinya, Edith merasa kebingungan.     

"Ehem, jangan marah, kak … eh Nona Edith. Kita harus mengamati lebih banyak, berpikir lebih banyak …" jawab Cole sambil mengibaskan tangannya dan ia menghentikan seseorang yang sedang lewat di depan mereka. "Bagaimana bisa sampai terjadi kebakaran di dermaga?"     

"Ah, maksudmu bangkai kapal yang hangus itu." Pejalan kaki itu dengan antusias menjelaskan, "Aku tidak tahu siapa orang yang diam-diam mencoba untuk menyembunyikan mayat di atas kapal mereka. Geng Tikus yang mencoba mencuri sesuatu dari kapal itu mencium ada sesuatu yang busuk di kapal." Kalian tahu, orang biasanya sangat berhati-hati untuk menyembunyikan mayat seperti itu. Lagi pula, setengah tahun yang lalu Wabah Iblis menghantui Kota Raja, yang sebenarnya disebabkan oleh mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan karena ulah gereja yang mencemari persediaan air. Untuk mencegah Wabah Iblis itu kembali, membakar adalah cara yang paling ampuh untuk membasmi wabah itu. Kapten kapal telah ditangkap oleh penjaga untuk diinterogasi. Oh ya, apa kalian mengenal kapten kapal itu?"     

Edith terkejut, ia tidak tahu harus berkata apa. Setelah terdiam sejenak, Edith berkata, "Aku tidak kenal orang itu. Terima kasih atas informasinya."     

"Sepertinya kita perlu mencari sebuah kapal yang baru." pikir Edith. "Kurasa perjalanan ini tidak akan berjalan semulus yang aku bayangkan …."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.