Bebaskan Penyihir Itu

Sebuah Pertemuan



Sebuah Pertemuan

0Karena perjalanan Otto ke kota ini bersifat rahasia, sudah pasti tidak akan ada orang yang menyambut kedatangannya.     
0

Karena itu, Otto tidak berencana untuk langsung pergi ke istana, tetapi pertama-tama ia ingin menghabiskan satu atau dua hari untuk melihat-lihat seluruh wilayah kekuasaan sang pangeran sebelum ia beralih ke Komplotan Tikus di sini untuk mendapatkan informasi, karena sebuah informasi akan sangat bermanfaat baginya.     

Otto berjalan keluar dari kabin kapal dan naik ke atas jembatan, dan ia langsung merasa terkagum-kagum dengan apa yang ia dilihatnya.     

Ini … benar-benar dermaga di Kota Perbatasan?     

Area dermaga Kota Perbatasan dibangun dengan batu bata berwarna coklat muda sepanjang beberapa ratus langkah dari tepi sungai. Sebuah jembatan dibangun setiap jarak tertentu, dan diberi tanda di mana jembatan dan dermaga saling terhubung, dan di setiap jarak antar jembatan itu juga diberi nomor. Otto menghitung jumlah jembatannya secara kasar. Total jembatannya ada dua puluh enam, yang semuanya berjajar dengan rapi seperti tentakel yang memanjang dari tepi sungai. Beberapa jembatan tertutup salju sementara yang lain memperlihatkan papan berwarna kuning kecoklatan di bagian bawahnya. Hal ini berarti dermaga kota itu dirawat dengan baik bahkan selama Bulan Iblis berlangsung.     

Sebagai perbandingan, jumlah jembatan di dermaga Kota Raja saja masih kurang dari setengah dari Kota Perbatasan dalam hal panjang dan jumlahnya!     

Namun, yang lebih membuat Otto terkejut adalah kapal-kapal yang ada di dermaga.     

Sederet kapal abu-abu raksasa yang belum pernah dilihat Otto berada di dermaga tidak jauh dari sana. Ada tujuh atau delapan kapal totalnya, masing-masing kapal itu memiliki garis air yang dangkal tanpa layar atau tiang kapal. Meskipun demikian, kapal-kapal itu pasti terlalu besar untuk dioperasikan dengan tiang kapal. Salah satu fitur unik dari kapal-kapal berbentuk aneh ini adalah roda kayu raksasa di kedua sisi kapal dan pipa besi besar di bagian tengah kapal. Kapal-kapal ini tampak berbeda dari kapal-kapal yang biasa ada di pedalaman sungai.     

Otto berdiri di sana dan memperhatikan semua kapal itu cukup lama. Otto masih berusaha mencari tahu bagaimana cara 'kapal-kapal beroda' aneh ini beroperasi ketika salju mulai turun.     

Otto membersihkan serpihan salju yang menumpuk di kepalanya, ia mengesampingkan semua pertanyaan-pertanyaan ini di benaknya, dan ia memutuskan untuk mengikuti rombongan awak kapal menuju ke kota.     

Rupanya, Otto bukan satu-satunya penumpang yang berasal dari Kota Raja. Otto menyaksikan para awak kapal sedang menurunkan muatan dan menumpuknya di dermaga. Beberapa petugas berseragam hitam tampak sedang mencatat sesuatu di kertas. Mereka tampaknya sedang memeriksa isi barang-barang itu, karena sesekali mereka membuka beberapa kantungnya.     

"Siapa orang-orang itu? Tentara bayaran yang disewa oleh para pembeli?" Otto bertanya pada sang kapten.     

"Hah? Tentara bayaran?" sang kapten menyeringai, "Orang-orang itu adalah petugas patroli di Kota Perbatasan."     

"Petugas patroli?" tanya Otto dengan bingung. Bukankah petugas patroli sama dengan bandit? Otto ingat ketika ia pertama kali meninggalkan Kota Raja, para petugas patroli di sana memerasnya sebanyak dua keping perak, belakangan ia baru mengetahui bahwa pemerasan semacam itu sebenarnya sudah umum di mana-mana. Para petugas patroli semacam ini adalah saingan komplotan Tikus, tetapi mereka pada dasarnya melakukan hal yang sama. Perbedaannya adalah petugas patroli di Kota Raja meminta biaya lebih banyak dan sering kali memeras tanpa alasan jelas. Namun, yang mengejutkan Otto, sang kapten tampaknya cukup santai, ia masih mengisap pipanya dengan tenang dan kelihatannya ia tidak berniat untuk menghentikan para petugas itu, ia juga tidak menyogok mereka dengan uang atau meminta para petugas itu untuk pergi.     

"Aku juga berpikiran sama sepertimu ketika aku datang ke sini untuk pertama kalinya." kata sang kapten menjelaskan, sepertinya ia telah membaca pikiran Otto, "Para petugas patroli di sini berbeda. Selama kamu mengikuti aturan mereka, kamu tidak perlu membayar apa pun sebelum memasuki pasar."     

"Peraturan petugas patroli?" Otto mengerutkan keningnya. "Bahkan para bandit di sini memiliki peraturan, dan mereka juga mencatat semuanya. Mereka mungkin tidak menulis apa pun kecuali simbol-simbol yang kelihatan aneh, tetapi melihat semua hal ini saja sudah membuatku terheran-heran." pikir Otto.     

"Apa yang mereka catat itu?" tanya Otto.     

"Mereka memeriksa jenis dan jumlah barang … terutama gandum," jawab sang kapten sambil meregangkan tangannya. "Barang-barang akan diperiksa sebelum dikirim ke pasar. Ini untuk mencegah kamu menjual barangnya kepada orang lain di tengah jalan. Makanan di sini hanya dijual oleh sang penguasa wilayah. Untungnya, aku tidak memiliki gandum di kapalku, jadi pemeriksaan ini akan berjalan cepat."     

Semua barang-barang dimuat ke kereta kuda dan semua orang berangkat, mereka hendak menuju ke pasar. Otto tiba-tiba terpesona oleh pemandangan yang ada di sekelilingnya.     

Apakah kota ini benar-benar sebuah wilayah terlantar di Kerajaan Graycastle?     

Melihat jalanan yang mulus dan kuat, rumah-rumah indah yang berjajar di sepanjang jalan dan orang-orang yang sibuk mondar-mandir, Otto merasa kota ini berkembang pesat seperti Kota Cahaya, ibu kota Kerajaan Fajar.     

Sebagai seorang bangsawan, Otto telah banyak melihat bangunan megah. Dibandingkan dengan Menara Fajar dan Aula Matahari di Kerajaan Fajar, bangunan berlantai dua atau tiga ini jelas berbeda.     

Namun di Kerajaan Fajar hanya ada satu Menara Fajar, yang dikelilingi oleh rumah-rumah tua yang reyot, jalanan yang berlumpur, dan genangan air berlumpur.     

Namun, di kota ini Otto tidak melihat ada satu rumah pun yang terlihat kumuh dan usang, seolah-olah semua bangunan perumahan ini dibangun pada saat yang bersamaan.     

"Kamu terlihat sangat terkejut," kata sang kapten sambil tertawa. "Kamu tidak perlu sungkan untuk memperlihatkan kekagetanmu. Semua orang juga sama terkejutnya denganmu ketika mereka pertama kali datang ke sini. Aku harus mengakui Kota Perbatasan adalah tempat yang menakjubkan. Kamu lihat bangunan yang berlantai tiga di sana? Bangunan itu tadinya tidak ada ketika aku ke kota ini terakhir kali."     

"Aku dengar … kota ini dulunya adalah sebuah pusat pertambangan."     

"Aku dengar juga begitu, tetapi siapa yang tahu cerita yang sebenarnya," komentar sang kapten. "Kamu tahu, sering kali desas-desus berhembus begitu saja dan kenyataan yang sebenarnya akan muncul. Mungkin saja ada berton-ton emas yang tersembunyi di Tambang Lereng Utara, dan itulah sebabnya Yang Mulia Raja Wimbledon II mengirim putranya ke sini … lagi pula, mereka itu ayah dan anak."     

"Tunggu. Apa itu?!" Di seberang alun-alun, Otto tiba-tiba sekilas melihat ada dua balon besar berwarna-warni yang melayang di udara. Di bawah balon itu tergantung dua buah spanduk, yang bertuliskan 'Selamat Datang di Kota Perbatasan' di balon yang satu, dan tulisan 'Bergabunglah Sekarang untuk Mendapatkan Kesejahteraan sebagai Warga Negara' di balon yang lainnya.     

"Maksudmu balonnya atau tulisan yang ada di bawahnya?" tanya sang kapten, "Aku tidak tahu banyak tentang balon yang melayang itu, tetapi untuk tulisan di spanduknya … kamu dapat pergi ke timur alun-alun, di sana biasanya ada pengumunan yang dipajang dari Yang Mulia. Tulisan pada spanduk itu artinya mereka sedang merekrut para wisatawan, pedagang, dan pengungsi dari seluruh dunia untuk datang ke Kota Perbatasan."     

"Bahkan Kota Perbatasan juga merekrut para pengungsi?" Otto bertanya dengan terkejut, "Apa kesejahteraan yang ditawarkan sebagai warga negara di kota ini?"     

"Upah untuk bekerja, makanan gratis untuk dua bulan pertama dan tempat berlindung. Kedengarannya sangat luar biasa, bukan?" sang kapten menjelaskan dengan santai, "Namun semua fasilitas itu tidak semudah itu bisa didapatkan. Banyak awak kapalku yang telah mencoba menjadi warga negara di kota ini, tetapi tidak satu pun dari mereka yang lolos. Yang Mulia menginginkan seseorang yang setia, bukan anggota jemaat gereja dan tidak memiliki catatan kriminal. Tetapi ya Tuhan, mencuri juga merupakan suatu kejahatan. Semua pelaut pasti pernah mencuri pada titik tertentu dalam hidup mereka, benar? Ditambah lagi, meski kota ini kelihatannya sangat ramai, tetapi kenyataannya ada juga banyak kerugiannya."     

"Contohnya?" tanya Otto.     

"Nyaris tidak ada sarana hiburan di kota ini. Tidak ada kasino atau rumah bordil, bahkan tidak ada pelacur di jalanan." kata sang kapten sambil meludah dan ia kembali melanjutkan, "Apakah kamu tidak akan merasa bosan tinggal di tempat seperti ini?"     

Pasar serba ada berada di utara alun-alun kota. Otto memutuskan untuk melihat-lihat pasar itu sendiri terlebih dahulu sementara sang kapten dan awaknya mengirimkan barang-barang. Menurut sang kapten, ada banyak penemuan langka di pasar serba ada dan ada pasar yang lebih mewah di sisi yang lain. Dan ucapan sang kapten memang terbukti benar. Otto melihat barisan rak berisi berbagai barang yang dijual. Begitu Otto berdiri agak lama di suatu kios, akan ada seseorang yang datang untuk menyambutnya. Tidak peduli apa hasil negosiasinya nanti dengan Pangeran Roland, Otto tahu kota ini sudah berhasil menarik perhatiannya.     

Saat itu, ada sebuah gerakan di antara kerumunan orang banyak.     

Otto menoleh dan melihat dua orang wanita sedang berjalan menuju ke sisi pasar sebelah sini.     

Salah satu dari wanita itu mengenakan gaun berwarna hitam dengan rambut hitam panjang yang dikuncir ekor kuda. Wanita itu memiliki mata yang indah, hidung yang mungil dan bibir yang montok. Tetapi kesan angkuh di wajah wanita itu membuatnya terlihat sulit untuk didekati. Sedangkan wanita yang satu lagi, benar-benar berbeda dari wanita yang bergaun hitam, ia terlihat lembut dan elegan. Gerak-gerik wanita itu yang elegan dan anggun seperti angin musim semi yang hangat. Rambut pirangnya yang indah memantulkan cahaya berwarna keemasan.     

Otto merasa semua darahnya membeku saat ia melihat wanita berambut pirang itu.     

Otto menggosok matanya berulang-ulang, tangannya sedikit gemetar, dan ia merasa yakin wanita berambut pirang itu adalah ….     

"Andrea Quinn!" Otto tidak dapat menahan kegembiraannya, ia berseru dengan lantang di antara kerumunan orang banyak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.