Bebaskan Penyihir Itu

Menyelinap Ke Bukit Naga Tumbang



Menyelinap Ke Bukit Naga Tumbang

0Seluruh dunia tampak mendung, dari langit sampai ke daratan kemudian sampai ke lautan.     
0

Meskipun di wilayah selatan Kerajaan Graycastle tidak tertutup salju, dampak dari Bulan Iblis juga terasa di sana - matahari diselimuti hamparan awan kelabu yang memenuhi seluruh langit. Kabut berwarna hitam naik ke atas, menyelimuti daratan, bebatuan, dan hutan. Satu-satunya yang masih kelihatan adalah puncak gunung yang berwarna hitam dan abu-abu yang tampak di atas awan, membentang ke ujung selatan benua, yang terlihat sebagai panduan jalan untuk Nightingale dan teman-temannya.     

Saat terbang di langit di atas punggung Maggie, Nightingale merasakan betapa dinginnya angin dingin yang bertiup di udara terbuka seperti ini. Meski Nightingale sudah memakai satu set pakaian tahan angin yang secara khusus diberikan oleh Yang Mulia sebelum mereka pergi, ia masih bisa merasakan hawa dingin masuk menembus tubuhnya dari syal dan pergelangan tangannya. Terutama telinga dan jari-jari Nightingale mulai terasa mati rasa karena terkena hipotermia. Maggie, Kilat dan Nightingale sering harus berhenti dan beristirahat sebentar, membuat perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu setengah hari menjadi lebih lama sampai hari berikutnya — itu pun mereka sudah terbang dengan kecepatan penuh.     

"Kita sudah sampai." kata Kilat.     

Nightingale memicingkan matanya dan menyadari bahwa daerah perbukitan itu kini jadi jauh lebih rendah, seolah-olah seluruh perbukitan itu tenggelam ke tanah. Sebuah kota yang dibangun di lereng bukit samar-samar mulai terlihat dari balik kabut, kota itu pasti kota tujuan mereka — itu Bukit Naga Tumbang.     

"Mari kita mendarat." kata Nightingale sambil menepuk punggung Maggie. "Hati-hati, jangan sampai ada orang yang melihat kita."     

"Owh, baik!" Maggie mengangguk, ia melipat sayapnya saat ia menukik ke bawah. Kabut segera menyelimuti mereka bertiga ketika mereka mendarat. Nightingale menyadari bahwa jarak pandang di sekitar mereka sangat pendek sehingga ia tidak bisa melihat dengan jelas dalam jarak lima puluh langkah di depan mereka, apalagi untuk bisa melihat dalam jarak jauh.     

Kondisi ini bagus bagi para penyihir — setidaknya mereka bertiga tidak akan mudah terlihat.     

Setelah masuk ke dalam Kabut milik Nightingale, warna dunia yang sebenarnya terungkap, tetapi Nightingale tidak khawatir akan bertemu dengan Pasukan Penghakiman di sini berkat kabut putih yang tebal ini.     

"Kalian tunggu di sini, aku tidak akan lama," kata Nightingale.     

"Yang Mulia memintaku untuk tetap mengawasi dari udara." kata Kilat sambil menggelengkan kepalanya.     

"Dan Yang Mulia juga memintaku untuk menjadi penyelamat darurat jika kamu sampai menculik target kita. Coo!" kata Maggie yang sudah berubah menjadi seekor merpati gemuk, ia bertengger di atas kepala Kilat.     

"Hm … Yang Mulia memberikan perintah yang tidak penting kepada mereka berdua," pikir Nightingale. "Kalau begitu, mari kita pergi."     

Tiba-tiba, seluruh dunia menjadi berwarna hitam putih — kabutnya menghilang, atau berubah menjadi sesuatu yang lain, dan kabut itu tidak lagi menghalangi penglihatan Nightingale. Tiba-tiba, semuanya menjadi jelas. Tembok kota yang gelap masih berjarak sekitar dua ratus meter di depan, yang memanjang keluar dari sisi gunung, dan menghubungkan kota dengan gunung seperti sebuah kubah melengkung. Tembok batu itu jauh lebih pendek jika dibandingkan dengan tembok di Benteng Longsong, dan tampaknya tidak ada penjaga di tembok itu.     

Nightingale pergi ke sisi tembok dan menemukan pintu masuknya. Nightingale melangkah maju dan menyadari bahwa ia sudah berada di sisi lain tembok kota itu.     

Kota itu berukuran hanya setengah dari Benteng Longsong, dan kota ini lebih seperti sebuah kota kecil di luar tebing gunung. Tetapi Bukit Naga Tumbang terletak di dalam pegunungan berbatu, dan istana penguasa Bukit Naga Tumbang dibangun di lereng bukit yang bisa kelihatan dari jauh.     

Nightingale memberi isyarat kepada Kilat dan Maggie agar mengikutinya ke kota, kemudian ia akan langsung menuju ke istana.     

Misi ini bukan hal yang baru bagi Nightingale dan ia sudah sangat mahir dalam urusan menyelinap seperti ini.     

Ketika Nightingale masih menjadi budak di keluarga Gilen, ia sering bertugas untuk menyusup ke rumah-rumah bangsawan dan istana lainnya. Sebagian besar bangunan itu memiliki struktur yang serupa, dan para pemiliknya selalu suka tinggal di ruangan yang paling luas di bagian tengah bangunan itu. Saat itu, Nightingale masih belum bisa menembus dinding dengan bebas dan ia hanya bisa menyembunyikan dirinya sendiri - sambil menghindari kemungkinan adanya jebakan Batu Pembalasan Tuhan - sebelum ia mencuri surat dan dokumen-dokumen rahasia yang tersembunyi di dalam lemari.     

Sekarang berkat Kabut miliknya, Nightingale dapat dengan mudah menyelinap, karena lubang hitam tanpa cahaya yang terpancar dari Batu Pembalasan Tuhan, yang tertanam di sudut-sudut lorong istana, tampak seterang cahaya bulan di langit yang gelap. Perangkap-perangkap tersembunyi dapat dilihat dengan jelas, karena penampakan benda-benda itu mirip seperti cacing tanah yang berkeriapan, dan Nightingale bisa dengan mudah menghancurkan perangkap-perangkap itu setelah ia melewati dinding. Sementara berkat kemampuannya, Nightingale bisa bergerak ke mana saja dengan leluasa - melalui dinding, pintu, dan atap, semua itu sama sekali bukan penghalang baginya.     

Sambil berjalan ke ruangan yang paling besar yang terletak di lantai paling atas istana, Nightingale berhasil menemukan targetnya.     

Meskipun Nightingale dan Passi belum pernah bertemu sebelumnya, Nightingale bisa mengenali Marquess Passi dalam sekali pandang karena kekuatan sihir milik Passi yang berwarna biru terpancar dari tubuhnya, di mana itu merupakan satu-satunya warna yang terlihat dari dalam Kabut.     

Marquess Passi sedang duduk di mejanya dan tampak sedang menulis sesuatu. Wanita itu berusia sekitar tiga puluh tahun jika dilihat dari kerutan yang ada di sudut matanya, dan rambut ikal berwarna perak dan jubah polos yang dikenakannya membuat Passi tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya. Nightingale memeriksa ruangan itu dengan saksama dan ia melihat tidak ada Batu Pembalasan Tuhan atau perangkap apa pun di ruangan itu, dan satu-satunya senjata yang dimiliki Passi hanyalah sebuah busur panah kecil yang tersembunyi di balik lengan jubahnya.     

Setelah meninggalkan tanda di samping jendela, Nightingale keluar dari Kabut dan menampakkan dirinya.     

"Salam, Marquess Passi." kata Nightingale.     

Terkejut oleh suara yang tidak terduga, Marquees Passi mengangkat kepalanya dengan cepat dan ia melihat Nightingale. Dengan tenang Passi bertanya kepada Nightingale, "Siapa kamu?"     

Nightingale teringat akan pertemuan pertamanya dengan Pangeran Roland - reaksi pertama sang pangeran adalah mencoba melarikan diri dan Nightingale terpaksa menghentikan sang pangeran dengan melemparkan belatinya ke arah sang pangeran, jika diingat-ingat kembali kejadian itu benar-benar lucu.     

"Namaku Nightingale dan aku berasal dari Kota Perbatasan di Wilayah Barat. Seperti yang sudah kamu lihat, aku adalah seorang penyihir."     

"Aku juga sudah menduga begitu, karena tidak ada orang yang bisa datang ke sini jika tidak di undang, kecuali seorang penyihir." kata Passi sambil berpura-pura tenang, diam-diam ia memasukkan salah satu tangannya secara perlahan ke dalam lengan jubahnya. "Seharusnya kamu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk."     

"Jika aku mengetuk pintu terlebih dahulu, aku akan disambut oleh penjagamu dan bukan kamu." jawab Nightingale sambil tertawa pelan. "Jangan khawatir. Aku tidak bermaksud melukaimu. Aku hanya ingin bicara — jadi kamu tidak perlu mengeluarkan busur panah yang ada di dalam lengan jubahmu."     

Marquees Passi terkejut dan ekspresi di wajahnya menjadi lebih serius. "Kamu tahu cukup banyak." kata Passi sambil mengeluarkan tangannya dari lengan jubahnya lalu ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Baiklah, kenapa kamu datang ke sini?"     

"Aku membawa sebuah pesan dari Penguasa Kota Perbatasan - Penguasa di Wilayah Barat, Pangeran keempat Kerajaan Graycastle, Yang Mulia Roland Wimbledon." kata Nightingale sambil membungkuk sedikit. "Yang Mulia Roland Wimbledon telah menciptakan tatanan dunia baru yang memungkinkan para penyihir dapat hidup berdampingan dengan orang biasa secara harmonis, dan Yang Mulia berharap kamu bisa membantunya."     

"Pangeran … Roland?" Marquess Passi mengerutkan kening. "Pangeran yang tidak kompeten yang selalu ditertawakan oleh semua orang itu?" Dengan ekspresi heran di wajahnya, Passi berkata, "Ini sungguh konyol, apanya yang Penguasa Kota Perbatasan? Roland Wimbledon hanyalah seorang pemberontak yang dibuang ke tempat terpencil!"     

"Timothy adalah seorang perampas yang sesungguhnya," kata Nightingale, "Dan Pangeran Roland akan segera melengserkan Timothy dari takhtanya. Tetapi bukan ini yang ingin aku sampaikan … Yang Mulia membutuhkan kekuatan sihirmu untuk memperkuat kemampuan para penyihir di Kota Perbatasan. Maukah kamu datang ke Kota Perbatasan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.