Bebaskan Penyihir Itu

Pertanda Buruk dari Laut



Pertanda Buruk dari Laut

0"Hai Nona-nona, kalian mau sup ikan?" Kapten Jack menjulurkan kepalanya ke dalam kabin sambil mengulum rokok di mulutnya. "Seorang pria muda yang beruntung baru saja berhasil menangkap seekor ikan salmon besar."     
0

"Terima kasih." jawab Tilly sambil mengangguk. "Kami akan segera menyusul kalian."     

"Sup ikan lagi…" Ashes menghela nafas ketika Kapten Jack sudah menghilang dari pandangan. "Apa enaknya makan makanan hambar ini?"     

"Kamu bisa menambahkan garam jika kamu memerlukannya." kata Si Angin Sepoi sambil terkekeh. "Kamu juga bisa menambahkan lada, meskipun harga lada mahal dan Tuan Jack mungkin tidak akan mengizinkan kamu menggunakan lada."     

"Jangan menambahkan apa pun ke dalam masakan, atau kamu akan merusak cita rasa asli kaldu dan tidak bisa merasakan kualitas bahan-bahan asli." tambah Andrea. "Lady Tilly, mari kita pergi ke kabin Kapten Jack."     

"Aku hanya ingin makan sesuatu yang hangat," kata Shavi, ia adalah penyihir yang paling pendek di antara para penyihir itu, dan Shavi bergumam kembali, "Jari-jari kakiku hampir beku karena kedinginan."     

Mereka berjalan menaiki tangga ke dek atas Kapal Si Cantik. Kapten Jack yang bermata satu berdiri di dekat jendela kapal, sambil mengamati gelombang air laut yang berwarna putih hilang-timbul saat kapal menghantam ombaknya.     

"Cuaca sialan, mengapa bisa tiba-tiba sedingin ini?" kata Jack sambil menghembuskan asap rokoknya. "Demi Tiga Dewa, ini baru pertengahan musim gugur!"     

"Mungkin para dewa tertidur?" kata Ashes sambil mengangkat bahu.     

"Hei, jangan berkata begitu saat kita di laut." Kapten Jack terkekeh. "Dewa Laut masih mengawasi kita." Jack membuat suatu gerakan di dadanya. "Sudahlah, aku tidak mau memikirkan cuaca ini lagi. Makanlah sup ikan ini untuk menghangatkan perutmu."     

Untuk menikmati makanan hangat di dalam kabinnya sendiri, Jack membuat sebuah lubang besar di lantai kabin, menempatkan anglo[1] di tengahnya, dan mengisi seluruh pinggiran anglonya dengan pasir laut. Pasir laut ini memiliki efek isolasi yang mencegah api membakar seluruh kapal secara tidak sengaja.     

Panci besar berisi sup ikan yang diletakkan di anglo itu mulai mendidih dan membuat suara menggelegak. Aroma ikan langsung tercium dan memenuhi kabin itu.     

Keenam orang yang ada di kabin melepas sepatu mereka, duduk di sekitar anglo, dan memasukkan kaki mereka ke dalam pasir dalam-dalam, dengan begitu mereka bisa menikmati sensasi kehangatan berkat arang panas yang digunakan di anglo untuk memasak.     

Tilly menerima semangkuk sup ikan dari Kapten Jack dan dengan lembut meniup supnya yang masih mengepul. Berbeda dengan kaldu berwarna putih susu yang terbuat dari sup ikan ekor hitam, sup yang ini berwarna kuning tua, dan ada lapisan minyak yang berkilauan di atas permukaan sup itu.     

Ketika Tilly melihat ada beberapa potongan berwarna hijau dan putih yang mengambang di sup, ia tahu bahwa Kapten Jack telah memasukkan bahan-bahan yang berharga. Karena kapal sering berada di laut selama berbulan-bulan pada suatu waktu, para awak kapal jarang makan sayur-sayuran dan buah-buahan segar. Sang kapten rupanya menggunakan es batu untuk menjaga kesegaran dan kelembutan daun bawang, yang aromanya bisa menetralkan aroma amis ikan, dan mencampur semua bahan itu dengan jahe parut dan sedikit bir, sehingga terciptalah rasa kaldu yang kaya namun lembut.     

Tilly perlahan menyeruput sup ikannya. Setiap kali Tilly merasa lidahnya melepuh, ia akan berhenti sejenak dan menunggu beberapa detik. Dan setiap kali Tilly menyeruput supnya, ia dapat merasakan dengan jelas bahwa sup itu seperti aliran kehangatan yang meluncur dari tenggorokannya ke dalam perutnya, dan sup itu memberikan sensasi rasa nyaman di perut yang menyenangkan.     

Rasa dingin di tubuh Tilly mulai hilang, dan ia bahkan merasa tubuhnya mulai terasa panas.     

"Coba tambahkan sedikit cabai ke dalam supmu." kata Jack sambil menunjuk ke arah toples berisi rempah-rempah yang ditempatkan di samping anglo. "Cabai akan membuat rasa supnya lebih istimewa. Dan cabai itu bahkan lebih efektif untuk menghilangkan rasa dingin daripada minum anggur."     

"Meskipun aku tahu bahwa makanan harus dimakan dengan rasa aslinya, aku harus mengakui bahwa rempah-rempah ini melengkapi makanan dengan sempurna dan tidak menyebabkan sup ini kehilangan rasa aslinya." kata Andrea.     

"Apa kamu tidak mau mencicipi supnya?" tanya Tilly kepada Ashes.     

Ashes mengibaskan tangannya. "Tidak. Aku tidak tahan dengan bau amis ikan."     

Pada awalnya, Tilly juga tidak terbiasa dengan kegemaran orang-orang Fjords yang terbiasa makan ikan setiap hari. Setiap hidangan mereka terdiri dari beberapa jenis ikan, bisa dipanggang, dikukus, atau digoreng. Ada juga makanan lain seperti agar-agar dari ubur-ubur, saus ikan, dan kaviar[2]. Setelah Tilly memaksakan diri untuk mencoba hidangan ikan di beberapa jamuan makan resmi, ia menyadari bahwa rasa ikan ternyata tidak seburuk yang ia kira, dan setelah terbiasa dengan bau amis ikan, ia bisa merasakan kelezatan daging ikan itu. Saat ini, Tilly juga sudah mau mencoba varian makanan ikan yang berbau menyengat seperti dendeng ikan, cumi-cumi, dan bahkan mau makan surströmming[3].     

"Nona Ashes lebih menyukai gaya masakan di Kota Perbatasan." kata Andrea sambil menutupi mulutnya sendiri. "Sayang sekali. Rempah-rempah dan garam yang biasa Ashes masukkan ke dalam makanannya membuat dirinya tidak bisa menghargai cita rasa makanan yang benar-benar enak. Sekarang, Ashes bahkan tidak berani untuk mencoba makanan baru."     

"Apa katamu?" Ashes melotot kepada Andrea.     

"Kenapa kamu menatapku begitu, apa aku salah bicara?" sahut Andrea sambil cekikikan. "Sedikit bau saja sudah membuatmu kesal. Ini menunjukkan bahwa kamu masih labil seperti anak kecil. Bagaimana kami bisa mengandalkan dirimu untuk melindungi kami ketika Lady Tilly membutuhkanmu?"     

"Aku mengerti … sepertinya kamu sedang berusaha mengajakku bertanding." suara Ashes terdengar lebih lembut. "Sebaiknya kamu membuang pemikiran itu. Ada sebuah senjata yang menakutkan di Kota Perbatasan yang jauh lebih kuat daripada anak panahmu. Meski begitu, aku masih bisa mengalahkan senjata itu dalam sebuah kompetisi. Kamu masih perlu waktu bertahun-tahun untuk menggantikan posisiku sebagai pengawal Lady Tilly … " Ashes menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Atau mungkin bahkan seumur hidupmu kamu tidak akan bisa menandingi aku."     

"Kau …!"     

Ashes mulai menyeringai. "Kamu juga harus tahu bahwa masakan yang diciptakan oleh Yang Mulia tidak hanya menambahkan rempah-rempah dan garam saja. Kamu akan mengerti ketika mencicipinya. Sebelum kamu bisa mencicipi masakan itu, tolong jangan meneteskan air liurmu ke pakaianmu. Lady Tilly tidak ingin dipermalukan di sini."     

"Omong kosong, kamu yang mempermalukan Lady Tilly!"     

Tilly mulai tertawa mendengar pertengkaran Ashes dan Andrea. Sebagai dua orang penyihir tempur terbaik di Pulau Tidur, Andrea dan Ashes terus-menerus berdebat tentang siapa yang lebih baik diantara mereka. Tilly menganggap mereka berdua sebagai bawahan terbaiknya. Tilly tahu ketika bahaya muncul, mereka berdua tanpa ragu akan bertarung berdampingan dan bekerja sama untuk membangun dinding pertahanan yang tidak bisa ditembus untuk melindungi Pulau Tidur.     

Pertengkaran Ashes dan Andrea menyebabkan suasana di dalam kabin menjadi lebih ceria. Selagi Tilly memperhatikan Ashes dan Andrea yang masih sibuk berdebat, ia memikirkan lima orang penyihir yang ia kirim ke Kota Perbatasan, apakah mereka menjalani kehidupan yang baik di wilayah kekuasaan kakaknya.     

Tepat pada saat itu, Kapal Si Cantik mulai terguncang-guncang.     

"Awas!" Ashes menarik Putri Tilly menjauh saat panci berisi sup ikan terbalik. Sup ikan yang tumpah ke lantai kabin memadamkan api dan arangnya, dan potongan-potongan ikan itu berserakkan di lantai.     

Kemudian mereka semua mendengar suara peluit yang melengking dari luar kabin.     

"Musuh! Musuh menyerang kita!"     

Seorang pelaut berlari ke kabin kapten dan berteriak dengan ngeri, "Kapten, Monster laut ada di sini! Dan ada lebih dari satu Monster laut yang menyerang kita!"     

"Monster Laut … bukankah itu nama lain dari binatang iblis?" pikir Tilly kebingungan. "Bagaimana binatang iblis itu bisa ada di sini?"     

Semua orang berlari keluar dari kabin, mereka melihat ada lebih dari satu lusin makhluk berkaki-kepiting dan berbadan ikan yang memenuhi geladak kapal. Bahkan ada lebih banyak lagi makhluk yang memanjat dari sisi kapal. Mereka bergerak dengan cepat dan gesit, ketika mereka menggerakkan keenam kaki mereka, mereka terlihat seperti lipas raksasa[4]. Lengan makhluk itu nampak seperti lengan manusia, yang melambai-lambai di kedua sisi kepala mereka, lengannya sangat kuat dan dapat dengan mudah memotong leher seorang awak kapal.     

"Karena kamu tidak bersedia bertanding denganku, maka mari kita adakan kontes." kata Andrea sambil menjentikkan jarinya, dan sesaat kemudian seberkas cahaya berwarna keemasan muncul dari ujung jarinya dan membentuk busur panah yang dipegang dengan mantap di tangannya. "Siapa pun yang membunuh lebih banyak monster akan dianggap sebagai yang paling kuat di antara kita."     

"Baiklah." jawab Ashes sambil mengeluarkan pedang raksasa berbentuk aneh dari belakang punggungnya. "Aku akan mengikuti permainan ini."     

[1] Tungku arang     

[2] Telur ikan     

[3] Ikan kalengan fermentasi yang berasal dari Swedia     

[4] Kecoa raksasa     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.