Bebaskan Penyihir Itu

Menyerahkan Jabatan Paus (Bagian II)



Menyerahkan Jabatan Paus (Bagian II)

0Mayne terpaku dan menatap pria tua yang ada di depannya, ia berharap melihat sesuatu di mata Yang Mulia O'Brian.     
0

Tetapi Mayne tidak melihat apa-apa selain 'kematian' yang merundung sang Paus.     

Tatapan mata sang Paus tidak lagi tajam dan berwibawa seperti dulu. Mungkin, Yang Mulia O'Brian masih memiliki kebijaksanaan yang diturunkan dari Paus sebelumnya, serta ilmu pengetahuan yang diperoleh dari Kitab, tetapi … tidak ada yang bisa meloloskan diri dari terjangan waktu.     

"Yang Mulia O'Brian tidak sedang bercanda," pikir Mayne. Perjalanan hidup Yang Mulia sudah mencapai batasnya.     

Mata Mayne mulai berkaca-kaca dan pandangannya jadi kabur.     

Mayne sujud sekali lagi, dan dahinya menyentuh ke lantai. Kali ini, Yang Mulia O'Brian tidak meminta Mayne untuk segera bangkit berdiri, tetapi ia menunggu sampai Mayne menyelesaikan seluruh ritualnya sebelum akhirnya berkata, "Ikutlah denganku."     

Para penjaga yang hadir membantu sang Paus naik ke sebuah kereta dan mendorong keretanya menuju Area Rahasia Utama. Mayne mengikuti dari belakang, dan rombongan itu meninggalkan Kuil Rahasia Utama, lalu jalannya mulai berubah menjadi terowongan yang panjang dan sempit. Di dinding terowongan yang terbuat dari batu halus tertanam batu kristal bercahaya pada jarak setiap sepuluh langkah. Jika melihat ke dalam terowongan, Mayne tidak bisa melihat sampai di mana ujungnya.     

Setelah berjalan cukup lama, Mayne akhirnya keluar dari terowongan dan memasuki sebuah ruangan yang cukup terang. Di bawah kaki Mayne, lantainya nampak datar, dan ia bisa melihat tepi dan sudut dinding, serta lampu gantung yang tergantung dari langit-langit. Tampaknya, terowongan ini mengarah ke sebuah ruang bawah tanah.     

"Kita berada di bawah katedral Kota Suci Lama." Memahami kebingungan yang terpancar di wajah Mayne, sang Paus menjelaskan. "Desain tempat ini identik dengan katedral, hanya saja tempat ini dibangun secara terbalik. Aku menyebut tempat ini dengan nama Pantulan Gereja."     

"Kita ada di bawah katedral?" Mayne berseru dengan takjub. "Aku tidak pernah menyangka ada ruang bawah tanah di bawah katedral."     

"Tempat ini memang bukan ruang bawah tanah, karena kedua tempat ini tidak saling terhubung." jawab O'Brian sambil tersenyum. "Tempat ini hanya dapat diakses melalui terowongan bawah tanah Area Rahasia Utama. Atapnya terbuat dari campuran lumpur dan tanah liat yang sangat tebal, yang tidak mungkin dapat ditembus jika menggunakan metode penggalian biasa."     

"Mengapa … desain tempat ini dibuat terbalik seperti itu?"     

"Untuk menjaga rahasia, tanpa mengubur seluruh informasi yang ada." jawab O'Brian. "Sebelum seorang Paus menjabat posisinya, ia harus datang ke Pantulan Gereja untuk menyaksikan bagaimana awal pendirian, pengembangan dan bagaimana Gereja bisa meluas, dan di saat yang bersamaan, kamu juga akan belajar memahami tujuan-tujuan yang ingin dicapai Gereja."     

"Untuk mengalahkan iblis-iblis itu," kata Mayne dengan sungguh-sungguh.     

O'Brian tidak mengangguk, tetapi sebaliknya ia berkata dengan lembut, "Tidak, Nak. Tetapi untuk menyenangkan hati Tuhan."     

Mayne merasa kebingungan. "Apa?"     

Kali ini, sang Paus tidak menanggapi keterkejutan Mayne, tetapi ia malah memerintahkan para penjaga untuk terus bergerak maju. Jika dilihat dari arah tangga dan jalanannya, mereka sedang bergerak naik ke atas. Tidak lama kemudian, mereka semua tiba di depan sebuah aula besar. Dari desain-desain di sekitarnya yang cukup familiar, Mayne menebak tempat itu sebagai Ruang Doa Pantulan Gereja.     

Sebuah pintu kayu yang tebal berderit saat dibuka. Meskipun kelihatannya sang Paus tidak mengunjungi aula ini untuk waktu yang lama, tidak ada bau apak dan debu … Sepertinya, seseorang telah menjaga tempat ini agar tetap bersih setiap saat.     

"Para penjaga ini hanya diperbolehkan untuk mengantarku sampai sejauh ini. Mulai sekarang, kamu yang harus mendorong keretaku ke dalam." Kata O'Brian kepada Mayne.     

"Baik, Yang Mulia." Mayne mengambil pegangan kereta dan mendorong Paus ke Ruang Doa. Ketika Mayne menutup pintu kayu yang ada di belakangnya, ruangan itu tidak lagi bisa menerima cahaya dari obor di luar. Sekarang, satu-satunya cahaya yang tersisa di ruangan itu adalah pancaran remang-remang yang berasal dari kristal-kristal kuning yang mirip dengan pencahayaan di dalam terowongan, di mana kristal-kristal tertanam merata di dinding di kedua sisi terowongan. Namun, perbedaan yang paling mencolok adalah di atas setiap kristal tergantung sebuah potret besar. Mayne samar-samar ingat ada bingkai potret yang sama yang ada di jendela Ruang Doa yang baru ia lewati.     

Lukisan dalam potretnya rata-rata hampir sama. Potret-potret itu berisi lukisan setengah tubuh orang-orang yang mengenakan pakaian megah, mereka tampak penuh energi, dengan mata mereka tertuju pada siapa pun yang memasuki Ruang Doa. Mayne terkagum-kagum saat melihat potret Yang Mulia O'Brian yang terpajang di antara potret-potret itu. Potret itu terlihat sama persis seperti aslinya, dan lukisannya seolah-olah sedang menatap Mayne sambil tersenyum. Sebuah perasaan aneh terbersit dan membuat Mayne merasa tidak nyaman, dan menyebabkan bulu kuduknya meremang.     

"Ah, kamu sudah menemukan potretku." kata sang Paus. "Potret ini baru selesai dibuat setengah tahun yang lalu. Pada waktu itu, aku tidak terlihat tua seperti sekarang, dan hasilnya masih lebih bagus. Sebenarnya, potret itu hanya boleh digantung setelah aku mati." kata sang paus sambil mengamati potret itu dengan cermat. "Maafkan ketidaksabaranku, karena aku hanya ingin melihat bagaimana hasilnya lebih cepat dari yang seharusnya."     

"Yang Mulia, potret-potret ini adalah …" Mayne merasa tenggorokannya kering.     

"Benar, mereka adalah para pelopor mulia, mereka adalah para Paus Agung dari zaman kuno." kata O'Brian dengan lembut. "Mari kita terus bergerak maju, dan aku akan memperkenalkan mereka satu per satu kepadamu."     

Mayne mendengarkan penjelasan Yang Mulia O'Brian dengan saksama, sementara pada saat yang sama ia juga mengamati potret-potret itu. Meskipun Mayne mengerti bahwa mereka adalah para mantan pemimpin Gereja, tetapi ada sebuah perasaan aneh yang tidak dapat dijelaskan yang terus terbayang di benaknya. Orang-orang dalam potret itu benar-benar seperti manusia hidup, dan Mayne tidak dapat memikirkan ada teknik lukisan dan cat pewarna apa yang digunakan oleh sang seniman untuk menghasilkan potret-potret ini. Di bawah cahaya kuning remang-remang, bagian atas potret perlahan memudar ke dalam kegelapan ketika Mayne berjalan menjauh, hanya menyisakan bagian bawah wajah-wajah yang terus menyeringai kepadanya.     

Setengah jalan melalui aula besar, Mayne tiba-tiba melihat ada potret-potret wanita.     

Penampilan para wanita ini tampak berbeda dan cara berpakaian mereka juga tampak berbeda, tetapi masing-masing mereka bisa dibilang sangat cantik - jarang ada manusia yang memiliki penampilan secantik ini, dan karena alasan inilah Mayne merasa sangat bingung namun takjub. Yang Mulia O'Brian tidak bereaksi, dan dengan tenang ia terus memperkenalkan nama-nama, jabatan, dan kontribusi para wanita ini kepada Mayne.     

Masing-masing orang ini adalah mantan Paus Gereja.     

Tidak lama kemudian, sang Paus dan Mayne segera mencapai ujung Ruang Doa.     

Menghadap ke lorong tengah di aula besar, terdapat sebuah potret seluruh tubuh yang menempati dinding. Potret itu digantung di belakang tempat suci, dan keempat sisinya dihiasi dengan kristal yang mengkilap, yang membuat lukisannya tampak lebih jelas dan tajam.     

Mayne menelan ludah dan berjalan ke arah potret itu.     

Pada saat Mayne berhasil melihat gambaran penuh lukisan itu, ia merasakan jantungnya tersentak. "Ya Tuhan, ini adalah potret seorang wanita dengan kecantikan yang tiada tara!" Selain kata-kata ini, tidak ada cara lain bagi Mayne untuk menggambarkan apa yang dilihatnya. Dari penampilan wanita ini, ia memiliki kecantikan yang feminin dan ketegasan yang maskulin, dan semunya berpadu secara alami. Rambut merah wanita itu tampak seperti cahaya api yang menyala-nyala, sementara di tangannya ia memegang sebuah pedang besar yang tampak kokoh dan mampu memadamkan semua api neraka dan kejahatan. Wanita ini tampak berdiri tegak sambil memegang pedangnya, alisnya sedikit terangkat, kedua matanya melihat ke depan, bibirnya yang ramping tertutup rapat, dan ia tampak kuat dan mengesankan. Di bawah tatapan matanya yang tajam dan tegas, Mayne merasakan ada suatu tekanan besar yang hampir memaksa dirinya untuk berlutut di hadapan wanita yang sangat luar biasa ini.     

"Yang Mulia, wanita ini …."     

Mayne menoleh dan ia melihat Paus O'Brian bahkan sudah berlutut terlebih dahulu.     

"Wanita ini adalah Alice, ia adalah Paus Pertama dan juga seorang Penyihir Transenden. Alice juga memiliki nama panggilan lain, yaitu Ratu para penyihir."     

Mayne merasakan jantungnya berdegup kencang. Tebakan Mayne sebelumnya ternyata memang benar - Paus pertama Gereja adalah seorang penyihir!     

"Mengapa pendiri Gereja adalah seorang penyihir?"     

"Berlutut dan bersikaplah dengan hormat, nak. Aku akan memberitahukan semua yang ingin kamu ketahui nanti."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.