Bebaskan Penyihir Itu

Eksplorasi yang Kedua ke Menara Batu



Eksplorasi yang Kedua ke Menara Batu

0Setelah melihat Roland meninggalkan aula, Kilat menarik Maggie ke pojok aula.     
0

"Ada apa?"     

Maggie menggerai rambutnya. Rambut panjangnya yang berwarna putih hampir menyentuh lantai dan membuat Maggie tampak seperti hantu ketika ia berjalan. Rambutnya dibelah tengah dan menunjukkan bentuk wajah yang tembam. Separuh tulang babi masih ada di dalam mulut Maggie.     

Kilat berbisik kepada Maggie, "Aku menemukan tempat yang menarik di Hutan Berkabut. Aku akan menjelajahi tempat itu besok. Apakah kamu mau ikut denganku?"     

"Baiklah." Maggie menelan makanan di mulutnya dan mengangguk. "Kalau begitu, apa yang harus aku persiapkan?"     

"Siapkan tiga potong pakaian untuk bereksplorasi …" Menyadari bahwa dirinya mulai berbicara dengan gaya aneh seperti Roland, Kilat mengoreksi kalimatnya dan mengatakan, "Maksudku bawalah tiga hal yang paling sering dibawa dalam eksplorasi, yaitu batu api, makanan dan belati. Tempatnya tidak terlalu jauh. Kita hanya perlu membawa cukup makanan untuk satu hari. Jangan mengisi semua kantungmu dengan makanan seperti tempo hari."     

"Aku mengerti," jawab Maggie sambil menepuk dadanya. Ketika Maggie hendak pergi, Kilat menahannya.     

Kilat berkata kepada Maggie, "Ingat, eksplorasi ini adalah rahasia kita berdua. Jangan beritahu orang lain. Kita akan berangkat esok pagi."     

Melihat Maggie berjalan tergesa-gesa menuju meja makan, Kilat mengerucutkan bibirnya dan mulai memikirkan rencana untuk eksplorasi esok.     

Meskipun Kilat telah berhasil menjatuhkan bom dengan akurat untuk Yang Mulia, belakangan ini Kilat merasa ada sesuatu yang menghambat gerakannya dan mengurangi kelincahannya saat terbang. Setiap kali Kilat berusaha mempercepat laju terbangnya, ia merasa seperti sedang dikejar iblis.     

Kilat yakin hambatan psikologis ini disebabkan oleh pengalaman mengerikan dari penjelajahannya ke menara batu tempo hari. Kilat panik dan berbalik untuk melarikan diri secepat mungkin ketika melihat sosok yang mengerikan di pintu masuk di ruang bawah tanah itu. Rasa takut ini tidak hanya membuat Kilat lepas kendali di tempat pada saat itu tetapi juga memengaruhi kepercayaan dirinya sebagai seorang penjelajah.     

"Hal yang harus kamu takuti bukanlah rasa takut itu sendiri tetapi rasa takut akan hal yang tidak kamu ketahui. Jika kamu ingin mengatasi rasa takutmu, kamu harus membereskan rasa takut itu terlebih dahulu." Kilat mengulangi kalimat yang pernah disampaikan ayahnya.     

Meski mengetahui bahwa besok dirinya mungkin akan menghadapi bahaya lagi, Kilat memutuskan untuk tetap berani dan terus maju. Kilat tahu bahwa jika ia gagal mengatasi rasa takutnya kali ini, ia tidak akan bisa terbang dengan leluasa lagi.     

Ini adalah alasan mengapa Kilat bertindak tanpa seizin Roland. Sesuai dengan rencana sang pangeran, penjelajahan ke menara batu dijadwalkan setelah Bulan Iblis berakhir, tetapi pada saat itu, perjalanan itu akan diikuti oleh semua penyihir lain dan pasukan Tentara Pertama, jadi Kilat pikir ia tidak akan bisa mengatasi ketakutannya sendiri jika ada orang lain. Itu tidak bisa disebut sebagai eksplorasi, jika Kilat hanya bisa mendekati tempat mengerikan itu sambil ditemani begitu banyak orang.     

Kilat juga menyadari bahwa Yang Mulia pasti akan memarahi dan menghukumnya serta berhenti memberikan es krim kepadanya atas perbuatannya ini, dan saudari-saudari dari Persatuan Penyihir mungkin akan mengkhawatirkan dirinya, tetapi Kilat masih bertekad untuk pergi.     

Sebagai putri seorang penjelajah terhebat di Fjords, Kilat tidak dapat menerima dirinya sebagai seorang pengecut.     

Kilat harus lebih siap untuk eksplorasi kali ini. Dibandingkan dengan kepergiannya yang pertama ke Menara Batu beberapa bulan yang lalu, kali ini Kilat melengkapi dirinya dengan revolver dan ia memiliki pemahaman yang lebih baik tentang iblis itu dan juga bantuan dari Maggie.     

"Untunglah Maggie setuju untuk bergabung denganku. Bahkan jika Maggie gagal menakuti iblis itu dalam wujud binatang iblisnya, setidaknya Maggie masih bisa menggendongku dan terbang jika situasinya berbahaya."     

"Seorang penjelajah tidak perlu pasukan besar untuk menjaga agar dirinya tetap berani, tetapi menjelajahi tempat bersama seorang teman yang dapat diandalkan itu sudah cukup," pikir Kilat.     

Ketika pesta perayaan berakhir, Kilat sudah membungkus semua irisan daging panggang madu yang telah dikumpulkannya dan ia menaruh semua makanan itu di dalam sebuah kantung kain, lalu ia memasukkan revolver, batu api, dan kantung minuman ke dalam kantungnya.     

Kilat mendapatkan kepercayaan dirinya kembali setelah keberhasilan misi pengeboman istana Timothy, dan ia merasa lebih berani setelah mendapat dorongan semangat dari sang pangeran dan telah mencium pipi sang pangeran yang sedikit berjenggot. Seperti kata pepatah, tempalah ketika besinya masih panas. Setelah melewati hari yang menyenangkan ini, esok adalah waktu yang tepat bagi Kilat untuk bereksplorasi.     

Keesokan paginya saat hari masih sangat pagi, Kilat terbang ke atas atap istana, dan Maggie sudah bertengger di atas atap sambil menunggu kedatangannya.     

"Periksa kantungmu kembali."     

"Aku sudah membawa semua yang kamu perintahkan." Maggie berubah menjadi seorang gadis dan membuka kantungnya agar Kilat bisa memeriksa isinya. Kali ini, Maggie hanya membawa setengah kantung berisi makanan, sebuah belati dan sebuah batu api.     

"Yah, kali ini kamu sudah lolos dari pemeriksaanku … mari pergi." setelah itu Kilat terbang bersama Maggie menuju Hutan Berkabut.     

Selagi Kilat mengingat-ingat rute perjalanan ini dalam benaknya, ia masih bisa terbang dengan benar bahkan dengan mata tertutup sekali pun. Cuaca hari ini agak mendung, tetapi cuaca hari ini jauh lebih baik daripada langit yang gelap dan suram ketika Kilat menjelajahi menara batu itu untuk pertama kalinya. Tanah di bawah tampak bergerak mundur dengan perlahan. Ketika Kilat mendekati daerah di mana menara batu itu berada, ia menyadari bahwa dirinya mulai semakin gugup.     

Maggie bertanya kepada Kilat, "Apakah tempat menarik yang kamu sebutkan tadi malam adalah sarang burung elang yang baru kamu temukan?"     

Kilat menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak, tempat ini jauh lebih menarik dari sekedar sarang burung. Tujuan kita hari ini adalah sebuah monumen kuno, yaitu menara batu berusia lebih dari empat ratus lima puluh tahun. Karena ruang bawah tanahnya masih belum runtuh, kita mungkin bisa menemukan beberapa buku-buku kuno di dalam ruang bawah tanah yang berisi informasi pada zaman itu."     

"Buku-buku kuno?" Maggie mengepakkan sayapnya. "Kedengarannya tidak terlalu menyenangkan seperti mencuri telur burung elang."     

Kilat menjelaskan, "Sarang elang biasanya memiliki paling banyak dua atau tiga telur saja. Kamu bisa langsung menghabiskan semua telur itu hanya dalam beberapa gigitan saja. Namun, jika kita dapat menemukan buku-buku kuno yang berharga dan membawanya kembali kepada Yang Mulia, ia pasti akan menghadiahi kita satu keranjang penuh berisi telur! Kamu bisa merebus atau mengukus telur itu sesuai keinginanmu. Bahkan jika kamu makan tiga telur setiap hari, masih ada cukup banyak telur yang bisa kamu nikmati untuk waktu yang lama."     

Mendengar penjelasan Kilat, Maggie langsung bersemangat lagi. "Benarkah? Ayo cepat kita cari buku-buku kuno itu!"     

Maggie dan Kilat akhirnya tiba di menara batu itu ketika waktu sudah hampir tengah hari.     

Setengah dari menara batu itu ditutupi oleh tanaman rambat dan lumut. Segala sesuatu di sekitar menara batu itu masih tampak sama seperti beberapa bulan yang lalu. Kilat terbang rendah di sekitar menara batu itu. Setelah memastikan bahwa semuanya aman, Kilat mendarat di tanah.     

"Apakah ini tempat yang kamu maksud?" tanya Maggie yang bertengger di atas kepala Kilat.     

"Ssstt …" Kilat meletakkan jarinya di depan bibir untuk menyuruh Maggie diam. Di hutan yang sunyi ini, bahkan suara mereka berdua saja sudah terdengar cukup keras. "Bicaralah pelan-pelan, karena beberapa iblis mungkin ada di sini juga."     

"Ada iblis!?" Ekor Maggie langsung tegak karena terkejut.     

"Tunggu aku di sana. Aku akan masuk dan memeriksa keadaan terlebih dahulu," kata Kilat sambil menunjuk ke puncak menara baru yang hancur.     

Sambil menginjak rumput yang layu, Kilat bisa mendengar suara gemerisik di bawah kakinya dengan jelas. Kilat melihat bahwa tanaman rambat belum tumbuh kembali untuk menutupi pintu masuk menara itu, dan ia melihat sekelompok kecil tanaman rambat yang ia potong terakhir kali masih tampak sama. Kilat menahan napas dan memasuki menara, mengikuti rute yang ia ingat. Selangkah demi selangkah, ia semakin mendekati tangga di tengah menara, yang menuju ke ruang bawah tanah. Sekarang Kilat bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri.     

"Ketidaktahuan menyebabkan rasa takut. Untuk mengatasi rasa takut itu, aku harus melihat apa yang tidak aku ketahui …" Gadis kecil itu terus memberanikan dirinya sendiri dalam hati. Kilat menyalakan batu apinya dan berjalan menuruni tangga.     

Sambil berdiri di sudut tangga, Kilat melongok untuk mengintip ke dalam. Kilat melihat bahwa pintu kayu yang terlepas itu sudah hancur dan tidak ada iblis di pintu masuk ruang bawah tanah. Kegelapan yang pekat di sana tampak seperti mulut seekor monster pemakan orang yang menganga tanpa dasar.     

Saat ini, Kilat mendengar sebuah suara pelan yang sudah pernah ia dengar, keluar dari kegelapan.     

Tanpa sadar Kilat meringis mendengar suara rintihan itu, dan semua bulu di tubuhnya meremang. Kilat merasa ingin segera melarikan diri, tetapi ia menggertakkan gigi untuk menahan rasa takutnya dan menutup mulutnya dengan tangan agar tidak menangis. Kilat berusaha fokus untuk mendengar suara itu lagi.     

Kali ini, Kilat mendengar suara itu lebih jelas. Suara itu terdengar dengan nada yang sama.     

"Tolong aku …."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.