Bebaskan Penyihir Itu

Mempertahankan Kota Perbatasan (Bagian II)



Mempertahankan Kota Perbatasan (Bagian II)

0Karena kekuatan fisik kuda yang terbatas, kuda yang membawa seorang kesatria hanya bisa mempertahankan kecepatan yang tinggi dalam waktu singkat. Biasanya, dalam sebuah serangan, para kesatria akan membiarkan kuda mereka berderap perlahan terlebih dahulu ketika musuh masih berada dalam jarak delapan ratus hingga seribu meter jauhnya. Kesatria akan mempercepat laju kuda mereka ketika jarak dengan musuh menjadi lima ratus meter dan berderap lebih cepat dalam jarak dua ratus meter terakhir.     
0

Secara teori, jarak tembak Meriam Napoleon seberat 6 kilogram adalah seribu tiga ratus meter untuk sebuah peluru meriam besar, tetapi meriam yang dirancang dan dibuat oleh Roland cenderung meleset dari target hingga seribu meter jauhnya, yang mungkin terjadi karena perbandingan kaliber laras dengan panjang laras meriam. Untuk memastikan rasio tembakan secara tepat, Roland membuat aturan bahwa pasukan artileri hanya boleh menembak ketika musuh berada dalam jarak delapan ratus meter. Dengan cara ini, peluru juga akan sangat efektif untuk mengenai kerumunan musuh karena peluru meriamnya juga akan memantul setelah mendarat.     

Karena Adipati Ryan telah memerintahkan tentara bayaran untuk menyerang terlebih dahulu, semua kesatria hanya berdiri dari kejauhan. Jarak ini biasanya sangat aman, karena panah musuh tidak akan bisa menembak sejauh itu. Sementara jarak ini juga memberi kesatria ruang yang cukup untuk mempercepat derap kuda mereka secara bertahap selama serangan. Proses berbaris tentara bayaran yang lambat membuat para kesatria harus menunggu di posisi mereka. Dengan begitu, para kesatria menjadi sasaran empuk bagi pasukan artileri milik Roland.     

Pada saat ini, pasukan Adipati Ryan tanpa sadar telah masuk ke dalam medan perang yang sudah direncanakan Roland. Pasukan Ryan hanya bisa melihat jalan utama yang datar dan lebar di tengah, dan padang rumput berwarna hijau di kedua sisi, tetapi padang rumput itu sebenarnya penuh dengan tanaman yang ditumbuhkan oleh Daun secara khusus. Tersembunyi dalam ilalang setinggi lutut, tanaman rambat itu berfungsi sebagai rintangan untuk mencegah para kesatria mengepung Tentara Pertama dari samping. Dalam jarak seribu meter di medan perang ini, ada tanda jarak yang dibuat oleh Soraya, yang tidak terlihat oleh orang-orang di bawah. Namun, dari langit, Kilat dapat dengan jelas melihat bahwa medan perang itu terbagi menjadi beberapa bagian dengan tanda berwarna yang berbeda. Setiap tanda berwarna berarti jarak tertentu dari garis pertahanan. Dari atas, musuh tampak berbaris dalam barisan lurus. Strategi ini menyelamatkan Pasukan Artileri dari kesulitan menghitung waktu dan memperbaiki sudut meriam mereka sebelum menembak.Pasukan artileri milik Roland hanya perlu bertindak sesuai dengan langkah-langkah yang telah mereka pelajari dalam latihan sebelumnya.     

Tim Van'er adalah yang pertama menembakkan meriam seberat enam kilogram ke arah musuh.     

Hembusan udara yang disebabkan oleh ledakan bubuk mesiu mengirim peluru meriam terbang dengan kecepatan lebih dari empat ratus meter per detik di udara. Dalam sekejap mata, pelurunya menghantam tanah. Pelurunya melewati dua orang kesatria dan akhirnya jatuh ke samping padang rumput. Tanahnya hancur dan berterbangan ke segala arah dan membuat kuda-kuda musuh terkejut. Salah satu kesatria bahkan jatuh dari kudanya sebelum ia menyadari apa yang sedang terjadi.     

Dua peluru berikutnya yang ditembakkan juga meleset dari sasaran. Pelurunya hanya menciptakan lebih banyak debu dan tanah yang berhamburan ke udara.     

Di babak pertama penembakan, tembakan keempat dari empat meriam yang ternyata mengenai target. Tidak ada apa-apa di depan peluru meriam itu, tapi kemudian seorang kesatria yang tidak beruntung kebetulan memasuki area tempat peluru itu jatuh. Baju zirahnya tidak mampu menghadapi peluru meriam berkecepatan tinggi. Pelurunya menghancurkan lapisan baju zirah dan menembus tubuh kesatria itu Setelah itu, benda itu memantul di tanah, mengenai dan mengenai betis kesatria lain dan kemudian mengenai perut kudanya. Organ-organ dalam kuda itu berhamburan ke tanah.     

Pasukan artileri harus menyesuaikan posisi meriam untuk penembakan berikutnya, jika para kesatria bergerak bersama kuda mereka. Namun, serangan yang tiba-tiba itu tampaknya telah mengejutkan Pasukan Aliansi Benteng Longsong. Para kesatria itu tidak juga menerima perintah untuk menyerang dan mereka masih tetap di posisi mereka, mencoba untuk menenangkan kuda tunggangan mereka yang ketakutan. Para kesatria itu tidak tahu dari mana peluru besi itu berasal dan bagaimana peluru besi itu dikeluarkan, karena dengan hanya mata telanjang tidak akan bisa mengamati sesuatu yang terbang dengan kecepatan tinggi.     

Tim Van'er mengisi ulang meriam secepat mungkin untuk memulai penembakan kedua.     

Serangan senjata api bukan tandingan manusia. Bahkan jika terkena peluru besi yang bergerak cepat bisa sangat melukai tubuh manusia. Kesatria yang terkena langsung oleh peluru meriam langsung hancur berkeping-keping. Darahnya terciprat keluar, dan memercik di udara. Para prajurit Pasukan Aliansi Benteng Longsong hanya bisa melihat sekilas benda berwarna hitam ketika benda itu memantul di tanah. Benda itu tampak seperti hantu hitam yang membantai rekan seperjuangan mereka.     

Setelah dua kali serangan, Adipati Ryan akhirnya mulai memikirkan beberapa hal. Ryan tenggelam dalam pemikirannya. "Api berwarna hijau dan bunyi yang nyaring itu pasti ada hubungannya dengan serangan mendadak ini. Pasukan musuh tampaknya memiliki beberapa senjata luar biasa yang menembak lebih jauh daripada anak panah. Mereka mungkin memiliki jangkauan tembak yang sama dengan alat pelontar batu di Benteng Longsong." Berdasarkan pemikiran ini, Ryan memberi perintah untuk menyerang dengan menyuruh seorang prajurit meniup terompet, karena ia percaya bahwa senjata untuk serangan jarak jauh tidak akan berfungsi dalam jarak pendek.     

Mendengar tiupan terompet, para kesatria bereaksi sangat berbeda. Beberapa dari mereka mengikuti perintah dan mempercepat derap kuda mereka, menuju Kota Perbatasan. Beberapa kesatria masih mencoba untuk menenangkan kuda mereka yang menolak untuk berderap. Beberapa orang dari mereka bahkan bergerak mundur saat ini. Tentara bayaran bergegas ke sisi tempat para Kesatria berdiri, membuat formasi mereka sangat kacau.     

Melihat para kesatria mengambil posisi mereka di jalan utama dan bersiap-siap untuk menyerang, pasukan artileri milik Roland bergerak serentak. Selain membersihkan lubang meriam dan mengisi ulang larasnya, kali ini, mereka perlu memindahkan kereta meriam lagi, karena mereka melihat tanda pita berwarna merah di tangan Kilat ketika ia kembali ke langit di atas garis pertahanan.     

Pita berwarna merah berarti bahwa pasukan musuh hanya berjarak lima ratus meter. Itu adalah titik terdekat meriam. Pada jarak ini, mereka memiliki tingkat keberhasilan tembakan ke target sebesar delapan puluh persen.     

Van'er berteriak, "Tetap merunduk! Cepatlah, tembak, tembak!"     

Van'er bahkan tidak berhenti dahulu untuk melihat kondisi musuh ketika suara ledakan yang memekakkan telinga mereda. Malah, Van'er langsung berbalik dan berteriak kepada prajurit yang bertugas untuk mendistribusikan amunisi. "Peluru kecil! Beri aku peluru kecil!"     

Selama pelatihan artileri, Yang Mulia telah menekankan berkali-kali bahwa begitu prajurit melihat sinyal pita merah, mereka harus mengisi ulang meriam dengan peluru kecil dan menembaki pasukan musuh ketika mereka berada dalam jarak tiga ratus meter. Yang Mulia juga telah mengingatkan pasukan artileri bahwa mereka harus menembak semua peluru di lubang terlebih dahulu sebelum mengisi ulang dengan peluru kecil jika meriam mereka tidak kosong.     

Peluru kecil tampak seperti sebuah kaleng besi dari luar, tetapi ini adalah sebuah tabung silinder berisi bola-bola besi kecil dan serbuk gergaji. Sebelum prajurit memasukkan peluru kecil ke dalam lubang meriam, mereka harus mengisi kembali bubuk mesiu dan memasukkan sebuah papan kayu tipis ke dalam laras meriam, untuk menyodokkan peluru kecil masuk ke dalam karena diameter peluru kecil lebih kecil dari diameter laras meriam.     

Ketika Kilat mengangkat sinyal pita berwarna ungu, empat meriam ditembakkan secara serentak.     

Ini adalah pertama kalinya bagi Van'er untuk menembakkan peluru kecil yang sebenarnya. Pasukan artileri termasuk Van'er hanya menerima pelatihan tanpa benar-benar menembakkan peluru kecil karena Yang Mulia mengatakan bahwa sulit untuk mengumpulkan dan menggunakan kembali peluru kecilnya setelah ditembakkan. Hari ini, Van'er menyaksikan kekuatan mengerikan peluru kecil itu untuk pertama kalinya.     

Setelah peluru kecil ditembakkan, wadah besinya terbelah karena perbedaan tekanan yang sangat besar. Bola-bola besi di dalamnya menghujani para kesatria dalam jarak tiga ratus meter seperti hujan lebat. Darah menyembur dari para kesatria dan kuda-kuda mereka. Peluru kecil menghabisi kerumunan musuh semudah menuai gandum. Beberapa bola besi bahkan tetap berkecepatan tinggi setelah menembus tubuh musuh. Ketika hal itu terjadi, bahkan bersembunyi di belakang orang lain pun tidak akan bisa menyelamatkan nyawa seseorang.     

Masih ada beberapa kesatria beruntung yang lolos dari mandi bola besi dan sampai pada jarak seratus lima puluh meter. Mereka semua menurunkan tubuh bagian atas mereka dan melaju ke depan dengan kecepatan tinggi, dengan hanya satu pikiran, untuk menghancurkan garis pertahanan yang lemah dan membunuh prajurit yang bersembunyi di belakangnya yang mengoperasikan senjata-senjata ganas itu. Pada kecepatan mereka saat ini, para kesatria hanya perlu waktu kurang dari dua menit untuk menyelesaikan jarak seratus lima puluh meter lagi.     

Namun, ternyata sangat sulit bagi mereka untuk menyelesaikan jarak pendek ini. Tembakan peluru kecil benar-benar menghancurkan semangat mereka untuk bertarung. Dalam jarak seratus meter, bola-bola besi berkecepatan tinggi yang tidak sempurna bisa menembus tubuh dua hingga tiga orang sekaligus. Area yang berada di depan moncong meriam akan menjadi dunia bagi orang mati. Masing-masing dari dua puluh kesatria tercepat berakhir dengan kematian. Satu-satunya perbedaan adalah berapa banyak tembakan yang mereka terima di tubuh mereka sebelum ambruk ke tanah.     

Pasukan kesatria itu telah hancur.     

Tidak ada yang bisa menyelamatkan pasukan ini sekarang. Para kesatria yang ketakutan di belakang pasukan menarik tali kekang kuda mereka, mencoba melarikan diri dari medan pertempuran.     

Melihat para kesatria yang melarikan diri, tentara bayaran secara naluri menolak untuk melangkah maju. Mereka memang mempertaruhkan hidup mereka dalam pertempuran demi uang, tetapi mereka tidak pernah menantang kematian dengan sukarela. Sekarang tampaknya sudah waktunya bagi mereka untuk melarikan diri, dan mereka berlari jauh lebih cepat daripada ketika mereka datang ke medan pertempuran.     

Kepanikan dengan cepat melanda seluruh pasukan Adipati Ryan, membuat situasi pasukan mereka di luar kendali. Para prajurit memaksa untuk membuka jalan bagi diri mereka sendiri untuk melarikan diri dari medan pertempuran. Orang-orang yang terjatuh di tanah langsung mati terinjak-injak kuda. Semua orang terlalu sibuk melarikan diri, sambil berharap mereka memiliki dua kaki tambahan untuk berlari lebih cepat.     

Pada saat yang sama, Lagu Gerilyawan berkumandang di medan pertempuran. Pasukan infanteri Kota Perbatasan berbaris dalam barisan untuk membersihkan medan pertempuran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.