Bebaskan Penyihir Itu

Pertempuran di Kota Elang (Bagian III)



Pertempuran di Kota Elang (Bagian III)

0Para kesatria Kota Raja menghabisi prajurit di barisan belakang peleton Garcia seperti sebilah pisau perak yang tajam.     
0

Kerumunan musuh mendadak panik. Banyak prajurit yang jatuh ketika mereka berserakkan dan berlarian ke sana kemari dengan kalut, banyak dari mereka yang mati karena terinjak-injak kuda.     

Ada beberapa prajurit yang menggunakan senjata mereka untuk melawan, tetapi mereka ditikam oleh para kesatria yang terampil. Ada satu orang yang berderap memimpin para kesatria yang sedang melaju ke depan, ia seperti sebuah ujung pedang yang tajam, orang itu adalah Naim Moor si Kesatria Angin Dingin. Jubah bergaris biru yang berkibar di belakang punggungnya terlihat mencolok saat ia bergegas maju untuk membuka jalan menuju ke musuh di depannya. Naim Moor berjuang dengan gigih untuk memukul mundur musuh-musuhnya, dan membuat tombaknya berlumuran darah.     

Timothy Wimbledon berdiri di sebuah lereng kecil jauh dari medan pertempuran sambil menyaksikan keadaan. Pada saat ini, formasi peleton yang tadinya berjumlah tiga ribu orang menjadi berantakan, dan ketika formasi mereka semakin kacau, peleton itu hampir kehabisan prajurit mereka.     

"Mereka tidak bisa bertahan lebih lama lagi," pikir Timothy, "Pasukan Garcia akan dikalahkan oleh dua serangan lagi. Gerombolan pengacau ini bukan tandingan para kesatria elit Kerajaan Graycastle." Sebagian besar musuh Timothy bahkan tidak mengenakan baju zirah, mereka hanya perlu ditebas sekali saja dan langsung ambruk ke tanah.     

Seperti yang sudah Timothy duga, jalan memutar menghabiskan waktu dua jam lebih lama. Pasukan Timothy telah berjalan mengelilingi Kota Elang, melalui rintangan-rintangan kayu, dan akhirnya kembali ke jalan utama. Setelah itu, di bawah perintah Timohty, para kesatrianya akhirnya bisa menyusul pasukan Garcia pada tengah hari.     

Menurut apa yang telah Frances ajarkan kepadanya, Timothy membagi pasukannya menjadi tiga buah grup, masing-masing grup terdiri dari tiga ratus orang yang akan bergiliran menyerang bagian belakang musuh. Dengan cara itu, Timothy bisa menghemat cukup banyak kuda dan prajurit untuk menggerakkan dan mendukung serangan jika terjadi keadaan darurat. Jika pasukan Timothy dikepung, daripada berbaris menuju ke kerumunan musuh, para kesatria itu hanya perlu berada di dekat peleton di sisi kiri kanan pasukan sebelum mereka menyerbu kerumunan musuh. Dengan begitu, mereka dapat menghabisi sedikit pasukan musuh dan setidaknya serangan itu akan menghabiskan puluhan orang musuh mereka.     

Akibat dari serangan itu akan cukup fatal. Setelah beberapa kali serangan, pasukan Garcia telah kehilangan lebih dari seratus orang, dan mereka tidak dapat melawan kembali. Meskipun pasukan Garcia juga mengatur penunggang kuda untuk mempertahankan pasukan mereka, mereka tidak memiliki perlengkapan dan pelatihan yang memadai. Dibandingkan dengan kesatria Kota Raja, penunggang kuda di pasukan Garcia tidak lebih dari pasukan infantri berkuda. Ketika "pasukan berkuda" itu terlibat dalam pertempuran sesungguhnya melawan para kesatria, mereka langsung tercerai-berai dan melarikan diri sambil berlumuran darah.     

Pembantaian yang luar biasa itu menurunkan moral pasukan musuh. Timothy menyadari bahwa ada beberapa prajurit di pleton Garcia yang meninggalkan pasukan dan melarikan diri ke arah yang berlawanan.     

Timothy berpikir sudah waktunya ia meluncurkan serangan secara masif. Sambil menunggu sampai Naim Moor memimpin pasukan miliknya kembali, Timothy kembali ke pasukan kesatrianya di lereng dan tidak memberikan perintah untuk melakukan serangan yang berikutnya.     

"Yang Mulia, musuh akan segera dihancurkan," kata Naim sambil menyeka keringat di keningnya, ada noda darah di telapak tangannya. Darah itu adalah darah musuhnya. Naim belum terluka sama sekali sejak pertempuran dimulai.     

Timothy mengeluarkan saputangannya dan menyerahkannya kepada Naim Moor. "Bagus sekali. Beristirahatlah sebelum kita melakukan serangan yang terakhir."     

Menyadari bahwa serangan selanjutnya belum juga dilakukan oleh pasukan Timothy, pasukan Garcia mengetahui bahwa pertempuran terakhir akan segera tiba. Pasukan itu berhenti berbaris dan berkumpul menjadi satu kumpulan secara perlahan. Prajurit yang berada di barisan paling luar memegang tombak-tombak kayu.     

Melihat reaksi pasukan Garcia, Timothy mengejek mereka. "Mereka akan mati dengan mudah. Tanpa pasukan berkuda dan baju zirah, tubuh mereka bukan hanya tandingan kesatria Kota Raja saja, tetapi mereka juga akan berakhir dengan kekalahan. Apakah Garcia berada di pasukan itu atau tidak, hasil pertempuran tidak akan berubah. Mungkin Garcia telah melarikan diri terlebih dahulu sejak lama, meninggalkan seluruh pasukannya untuk memberi dirinya lebih banyak waktu untuk melarikan diri."     

Tetapi Timothy segera menyadari bahwa apa yang ia pikirkan ternyata salah.     

Sekali lagi, musuh mengibarkan bendera milik Ratu Pelabuhan Air Jernih, membiarkan bendera itu berkibar tertiup angin. Timothy mengerutkan kening ketika ia melihat lambang bergambar kapal layar dan mahkota di atas bendera itu. Timothy mengawasi musuhnya melalui teleskop. Ada sosok seorang wanita yang berdiri di atas bahu beberapa orang prajurit. Sepertinya wanita itu meneriakkan sesuatu sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Timothy tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas tetapi ia mengenali rambut yang berwarna abu-abu itu.     

Itu Garcia Wimbledon. Kenapa ia tidak melarikan diri?     

Timothy menarik napas panjang. "Baiklah, dengan begitu, lelucon ini akan berakhir lebih cepat di tempat ini, aku tidak perlu repot-repot datang ke Pelabuhan Air Jernih."     

Timothy menunggu sampai kuda-kuda mereka cukup beristirahat sebelum ia memberikan perintah untuk menyerang secara masif.     

Di bawah kepemimpinan Kesatria Kota Raja, delapan ratus orang penunggang kuda, yang berasal dari para kesatria dan para pengawal, mulai berbaris di depan pasukan musuh. Naim Moor si Kesatria Angin Dingin, masih berada di barisan terdepan seperti sebuah ujung pedang yang siap menusuk musuh.     

Ketika para kesatria bersiap menyerang musuh, gerombolan besar penunggang kuda muncul dari arah timur dan barat. Gerombolan ini datang sambil mengeluarkan pekikan dan teriakan yang aneh, mereka berderap sampai ke tengah-tengah medan pertempuran.     

Timothy membelalakkan matanya dengan kaget. "Siapakah orang-orang ini?"     

Pasukan yang menyerbu itu tidak memiliki bendera atau lambang apa pun, dan mereka terlihat berbeda dari pasukan mana pun di kerajaan. Sambil melihat melalui teleskop, Timothy melihat bahwa kebanyakan dari mereka tidak mengenakan baju zirah dan dilengkapi dengan berbagai macam senjata. Sejauh yang Timothy ketahui, hanya ada satu jenis negara yang memiliki bentuk tubuh yang kekar dan wajah yang aneh.     

Mereka berasal dari Negara Pasir di Wilayah Selatan!     

Timothy tidak perlu menebak di pihak mana bangsa pasir itu memihak. "Sudah jelas, Garcia pasti telah melakukan negosiasi dengan Negara Pasir sehingga mereka mengganggu perebutan takhta Kerajaan Graycastle. Dasar orang asing sialan!" Ketika Timothy memikirkan hal itu, amarahnya memuncak, ia menoleh ke arah pasukannya dan berteriak, "Tiupkan terompetnya! Suruh para kesatria untuk mundur!"     

Tetapi sudah terlambat bagi pasukan yang berderap kencang untuk berbalik dengan mudah. Pasukan kesatria milik Timothy telah bergegas menuju pleton milik Garcia, melaju langsung ke tempat Garcia berdiri seperti sebuah adegan membelah mentega dengan pisau panas.     

Timothy memandangi bendera berlambang milik Garcia, ia berharap bendera itu segera diturunkan. "Dengan seribu tentara dari Negara Pasir yang mengepung di setiap sisi, jumlah pasukan Garcia sekarang menjadi lima ribu orang, dan jumlah mereka melebihi jumlah kesatria milikku. Sementara itu, prajurit dari Negara Pasir, yang gagah berani dan tangguh, akan membahayakan pasukan kesatriaku dalam pertempuran jarak dekat. Satu-satunya kesempatanku terletak pada para pasukan Naim Moor yang mungkin bisa membunuh Garcia dan menurunkan bendera mereka."     

Namun tiang bendera milik pasukan Garcia hanya bergoyang sedikit dan tetap berdiri.     

Begitu prajurit dari Negara Pasir mengepung musuh mereka, mereka berbaris ke medan pertempuran mengikuti pasukan milik Naim Moor.     

Jika bala bantuan tidak ada, tiga ribu bandit milik Garcia pasti akan berserakkan. Namun, permainan telah berubah. Pasukan Garcia telah memegang kendali dan menghabisi para kesatria milik Timothy satu per satu, seperti sebuah rawa yang menelan korbannya.     

Terompet yang ditiupkan untuk memanggil pasukan mundur bergema di medan pertempuran. Satu per satu, para kesatria berkumpul menuju ke tempat Timothy berada. Namun, banyak dari mereka yang terjebak di tengah-tengah pasukan musuh, dan Naim Moor si Kesatria Angin Dingin juga salah satu yang terjebak di sana.     

Naim Moor sedang bertempur sambil terengah-engah dengan segala upaya untuk menghadapi seorang prajurit Negara Pasir dengan tubuh setinggi hampir tiga meter yang menyapukan tongkat raksasanya untuk menyingkirkan orang-orang di sekitar mereka. Kuda milik Naim Moor sudah mati terkena tombak, dan Naim sekarang mencoba segala kemampuan yang ia miliki untuk menghindari serangan itu. Reaksi dan ketangkasannya yang luar biasa telah banyak membantu Naim bertempur, tetapi baju zirah yang tebal dan berat membuat dirinya cepat kehabisan tenaga. Akhirnya, Naim Moor terjatuh ketika sedang menghindari serangan dan ia terkena lemparan tombak tepat di dadanya. Lemparan tombak itu begitu keras sehingga baju zirahnya melesak ke dalam dan tongkat itu patah menjadi dua bagian.     

Jubah biru milik Naim Moor jatuh perlahan dan menghilang di dalam kerumunan itu.     

Setelah satu jam, para kesatria milik Timothy yang masih berdiri telah jauh berkurang. Ketika Timothy melihat bahwa para prajurit dari Negara Pasir mengalihkan pandangan mereka ke tempat Timothy berada, ia mengertakkan gigi dan memerintahkan pasukannya untuk mundur. Pasukan milik Timothy yang tersisa mulai bergerak mundur ke utara. Setelah pertempuran itu, hanya tersisa tiga ratus orang prajurit termasuk Timothy, jumlah mereka jauh lebih sedikit daripada jumlah mereka saat perang baru dimulai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.