Bebaskan Penyihir Itu

Pengejaran Dan Penyerangan (Bagian I)



Pengejaran Dan Penyerangan (Bagian I)

0Ini adalah pertama kalinya bagi Carter Lannis melihat pertempuran seperti itu.     
0

Sebuah tim besar yang terdiri dari tiga ratus orang kesatria telah hancur bahkan tanpa bisa mencapai tepi garis pertahanan mereka.     

Bahkan pada akhirnya, pasukan musuh tidak dapat memasuki zona lima puluh meter. Pangeran Roland menandai zona itu sebagai garis tembak Pasukan Senjata Api. Semua orang hanya diizinkan menembak ketika musuh melewati zona lima puluh meter.     

Keempat meriam milik Pangeran Roland memaksa musuh untuk berada tetap di garis seratus meter. Di zona antara seratus meter hingga seratus lima puluh meter, ada sekitar dua puluh mayat yang tergeletak di tanah, semuanya merupakan para kesatria yang terampil, sama seperti Carter. Seandainya mereka bukan kesatria yang terampil, mereka tidak akan bisa maju dengan kecepatan penuh di atas kuda mereka di antara desingan peluru meriam.     

Carter merasa lega bahwa ia bukan salah satu dari para kesatria yang terbunuh itu. Carter merasa bahwa peperangan di masa depan akan sangat berbeda dari peperangan yang sebelumnya. Roland Wimbledon, yang memiliki kekuatan dahsyat seperti itu, akan mewarisi takhta cepat atau lambat.     

Beberapa orang di Tentara Pertama mengalami pusing-pusing dan mual setelah melihat adegan pertempuran yang mengerikan itu. Karena pertempuran itu bukan pertempuran jarak dekat, dampak membunuh musuh dengan menggunakan meriam akan jauh lebih sedikit daripada membunuh musuh dengan tangan prajurit sendiri. Karena itu, reaksi para prajurit tidak terlalu parah. Carter memilih kelompok pemburu yang terbiasa melihat darah dan potongan-potongan tubuh, dan memerintahkan mereka untuk mengumpulkan mayat-mayat musuh dan mencari musuh yang mungkin masih hidup.     

Matahari terbenam secara perlahan dan Carter menatap langit yang berwarna merah darah, mendengarkan kicauan burung gagak dari pedalaman hutan. Tiba-tiba Carter merasa sangat sedih.     

Zaman di mana para kesatria berjaya telah berakhir.     

…     

Adipati Ryan masih dalam keadaan tercengang.     

Ryan tidak mengerti bagaimana mereka bisa kalah dari pasukan Roland Wimbledon. Garis pertahanan itu tampak begitu rentan seolah-olah bisa ditembus oleh satu serangan saja. Namun, para kesatria miliknya melarikan diri seolah-olah mereka telah melihat iblis. Ryan bahkan tidak bisa menyalahkan siapa pun karena yang berada di garis terdepan pasukan adalah para kesatria yang paling unggul.     

Para pengawal menghabisi beberapa orang untuk mengalihkan tentara bayaran yang berkerumun di lokasi tempat Ryan berdiri. Namun, hanya itu yang bisa Ryan lakukan. Tidak peduli bagaimana Ryan berteriak memerintahkan, ia tidak bisa mengendalikan bawahannya yang berlarian ke sana kemari dengan kalut. Tidak ada pilihan lagi, Adipati Ryan harus mundur sekitar satu setengah kilometer dari kerumunan itu untuk melarikan diri.     

Ketika malam telah tiba, Ryan memilih tempat di dekat sungai untuk mendirikan perkemahan. Kesatria dan tentara bayaran yang tersisa berkumpul di bawah cahaya obor. Masih ada banyak anggota pasukan yang hilang dan buruknya lagi adalah orang-orang yang bertugas membawa kereta berisi perbekalan makanan meninggalkan kereta dan semua makanan itu ketika mereka melarikan diri. Adipati dan semua orang harus membunuh beberapa ekor kuda sebagai bahan makanan mereka.     

Di tenda yang paling besar, para bangsawan dari keenam keluarga terkemuka berkumpul bersama. Mereka memandang Adipati Ryan dengan wajah yang pucat pasi. Adipati Ryan sendiri memasang wajah yang serius.     

"Siapakah dari kalian yang bisa memberitahuku senjata apa yang mereka gunakan? Jarak tembaknya lebih jauh daripada anak panah, tetapi tampaknya senjata mereka bukan alat pelontar batu yang biasa kita lihat." Ryan melirik kepada Rene Medde. "Kamu berada di garis depan, apakah kamu melihat sesuatu?"     

"Tuanku, aku, aku tidak merasa yakin," jawab Rene, sambil memegang kepalanya, "Aku hanya bisa mendengar suara tembakan, dan kemudian para kesatria ambruk satu per satu. Terutama tembakan yang terakhir, tampaknya kesatria yang berderap di garis depan menabrak sebuah dinding yang tak terlihat. Aku melihat tubuh mereka gemetar, dan kepala serta anggota tubuh mereka berserakan, seperti … " Rene berpikir sejenak. "Seperti sebuah telur yang dijatuhkan dari atas istana."     

"Mungkinkah itu perbuatan penyihir?" Earl dari Keluarga Rusa Besar berkata.     

"Mustahil." Adipati Ryan mengerutkan kening. "Semua kesatria milikku mengenakan Liontin Penghukuman Tuhan. Para penyihir tidak akan bisa melukai mereka. Anda pernah bersenang-senang dengan para penyihir sebelumnya. Mereka seperti gadis-gadis biasa di hadapan Liontin Penghukuman Tuhan."     

"Oh, benar juga, Tuanku." Tiba-tiba Rene mengingat sesuatu. "Setelah mendengar suara keras itu, aku melihat ada beberapa kereta di pasukan musuh. Aku lihat ada sebuah tabung besi yang besar di atas kereta itu, dan aku bisa melihat cahaya berwarna merah dan asap keluar dari tabung besi itu."     

"Tabung besi? Cahaya berwarna merah dan asap? Bukankah itu tabung laras untuk acara seremoni?" Earl dari Keluarga Rusa Besar bertanya.     

Adipati Ryan, tentu saja, mengetahui apa itu tabung seremoni. Tabung itu sering digunakan dalam acara-acara besar untuk para bangsawan di Kota Raja. Sekarang para penguasa dari setiap wilayah memiliki dua buah tabung seremoni sebagai cadangan. Ryan sendiri punya beberapa buah tabung itu di istananya. Tabung itu akan meledak setelah bubuk salju dimasukkan ke dalam larasnya. Namun, suara tabung itu tidak sebanding dengan raungan gemuruh yang Ryan dengar hari ini.     

"Tabung seremoni tidak akan menghancurkan tubuh kesatria sampai hancur berkeping-keping," kata Earl dari Keluarga Penghisap Madu, "dan tidak peduli senjata apa yang digunakan Pangeran Roland, kita sudah kalah dalam peperangan. Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"     

Adipati Ryan melirik Earl dari Keluarga Penghisap Madu dengan tatapan kesal. Kata "kalah" terdengar menusuk di telinganya. "Kita masih belum kalah." Ryan menekankan kalimat itu. "Satu pertempuran tidak akan mengubah hasilnya. Setelah kita kembali ke Benteng Longsong, aku akan memanggil pasukan lain dan pada saat yang sama aku juga akan mengakhiri hubungan bisnis dengan Sungai Air Merah. Tanpa bahan makanan, Kota Perbatasan tidak akan bertahan selama satu bulan. Segera setelah Roland Wibledon mengeluarkan orang-orang desa itu, kesatriaku akan menghancurkan dan mengepung mereka dari belakang."     

"Kemenangan akan menjadi milikku," pikir Ryan. Namun, "Kerugian yang telah aku derita sekarang tidak sebanding dengan kota kecil itu … Tidak mungkin aku bisa menaklukkan Wilayah Utara dengan kondisi seperti ini. Sialan! Jika aku bisa menangkap Roland Wimbledon, aku akan memotong tubuhnya menjadi beberapa bagian."     

"Tetapi Tuanku, kapal di Sungai Air Merah tidak hanya berasal dari Benteng Longsong saja tetapi juga datang dari Kota Willow, Bukit Naga Tumbang, dan Kota Air Merah. Jika kita mengakhiri hubungan kita dengan mereka semua, kita akan …" kata Earl dari Keluarga Penghisap Madu dengan ragu.     

"Aku akan membeli semuanya. Tidak akan ada masalah selama aku bisa membayar mereka," kata Ryan dengan nada dingin, "Kalian semua kembalilah ke kemah kalian masing-masing dan beristirahatlah. Kita akan berangkat esok ketika fajar. Kesatria berkuda akan ikut bersama kita. Kesatria yang tidak memiliki kuda akan berdiri di belakang pasukan untuk memimpin para tentara bayaran."     

Pasukan Roland Wimbledon tidak mungkin mengejar mereka di malam hari. Bahkan jika Pangeran Roland ingin mengejar dan menyerang, ia harus menunggu sampai fajar tiba. Pangeran akan dikepung oleh tentara bayaran yang bergerak di belakang pasukannya. Ryan pikir, "Bahkan jika orang-orang yang tidak berguna ini mati dengan mudah, setidaknya mereka akan mengulur waktu untukku."     

Pada pagi berikutnya, Adipati Ryan tidak menerima berita apa pun yang mengindikasikan bahwa Roland Wimbledon mengejar pasukannya. Untuk mengkonfirmasi hal ini, Ryan mengirim orang kepercayaannya untuk memperbesar zona penyelidikannya. Mata-mata Ryan semua kembali dengan informasi yang sama. Hal ini sangat melegakan bagi Ryan. Mungkin senjata-senjata baru itu tidak praktis untuk digerakkan seperti alat pelontar batu dan hanya bisa digunakan dalam pertempuran sebagai pertahanan saja. Pangeran Roland tidak akan bertindak gegabah dengan hanya mengandalkan sekelompok penambang.     

Pada pukul tiga sore, Ryan memerintahkan para kesatria untuk menghentikan barisan dan menunggu yang pasukan lain mengikuti mereka. Para tentara bayaran dan orang-orang biasa hanya bisa mengejar ketinggalan mereka dengan menyusul para kesatria saat sore hari. Kerumunan pasukan itu meraba-raba dan mendirikan tempat untuk berkemah.     

Ryan akan mencapai Benteng Longsong setelah bertahan satu malam lagi. Tembok kota setinggi sepuluh meter di Benteng Longsong itu seperti tempat perlindungan bagi para prajuritnya. Bahkan jika Roland Wimbledon memiliki senjata baru yang bisa menembak dalam jarak jauh, Ryan akan membalas dengan menggunakan alat pelontar batu dari balik tembok Benteng Longsong. Sudah waktunya bagi Ryan untuk membalas serangan Roland.     

Namun, sepanjang hari itu, Ryan merasa seperti sedang diawasi, dan membuat dirinya merasa tidak nyaman.     

"Mungkin hanya perasaanku saja, mungkin aku terlalu gugup," pikir Ryan sambil berusaha menenangkan dirinya.     

Keesokan harinya saat fajar menyingsing, Ryan terbangun oleh suara gemuruh senjata api.     

Ryan bergegas keluar dari tendanya dan melihat bahwa semua orang sedang melarikan diri. Ada tanah dan darah bercipratan di mana-mana. Ryan melihat ke arah barat dan melihat bahwa "Pasukan Milisi" mengenakan baju zirah kulit berada dalam garis lurus dan berdiri di luar perkemahan mereka. Dengan suara tembakan yang memekakkan telinga, Ryan hanya punya satu pemikiran di benaknya — bagaimana pasukan Roland Wimbledon bisa mengejar pasukannya?     

Mengapa para kesatria tidak menemukan musuh yang mengejar mereka kemarin!?     

"Tuanku, kita harus melarikan diri!" seorang pengawal membawakan seekor kuda untuk Ryan sambil berteriak.     

Kecemasan Ryan menjadi kenyataan. Ryan melompat ke atas kudanya dan berderap ke arah timur bersama para pengawalnya. Namun, pasukan Ryan bertemu dengan pasukan lain segera setelah mereka meninggalkan perkemahan.     

Pasukan Roland Wimbledon mengenakan baju zirah kulit yang sama dan memegang semacam gada berbentuk aneh di tangan mereka, mereka berbaris dengan rapi dan bahkan memasang ekspresi yang sama di wajah mereka masing-masing.     

Segera, Ryan mendengar alunan musik dari arah yang berlawanan. Dengan langkah yang teratur, pasukan Pangeran Roland Wimbledon berbaris dan menuju ke arah Ryan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.