Bebaskan Penyihir Itu

Masa Sulit



Masa Sulit

0Hari-hari yang berlangsung selama setengah bulan di Pelabuhan Air Jernih terasa seperti hari libur. Bahkan ketika berdiri di teras menara yang tinggi milik Garcia, Ryan masih bisa merasakan semangat yang menggebu di kota ini.     
0

Persediaan bahan makanan dan tenaga kerja dari Kota Elang meningkatkan kinerja kota pelabuhan ini secara signifikan. Setiap perampok pulang dengan membawa keuntungan yang besar. Pasar jual beli budak juga diuntungkan. Serangkaian pertempuran tidak menyebabkan kerugian yang besar pada Armada Layar Hitam. Sebaliknya, Armada Layar Hitam merekrut lebih banyak budak sebagai awak kapal mereka. Saat ini, para budak yang baru direkrut berada dalam pelatihan. Beberapa hari kemudian, mereka akan menuju ke Fjords dan memulai penjarahan mereka yang pertama tahun ini.     

Sang Ratu Pelabuhan Air Jernih juga telah mengumumkan dekret ekspansi perbudakan, yang dijarah dari Kota Elang, yang mampu merekrut orang-orang baru dari penjarahan di Kota Elang untuk menggantikan pekerjaan mereka sendiri, budak-budak ini bisa menjadi penduduk Pelabuhan Air Jernih. Dengan dekret[1] yang menarik, penduduk Kota Elang yang sekarang telah menjadi budak akan berusaha keras dalam pertempuran.     

[Sekarang Timothy benar-benar telah dikalahkan. Tidak akan ada yang bisa menghentikan Ratu Pelabuhan Air Jernih di Kerajaan Graycastle. Tak lama kemudian, Garcia Wimbledon akan duduk di atas takhta Kerajaan Graycastle,] pikir Ryan, [tetapi mengapa Garcia kelihatan tidak senang? Sebaliknya, Garcia tampak tidak bersemangat.]     

"Yang Mulia, pemimpin suku dari Klan Batu Pasir dan Klan Tulang Hitam ingin bertemu dengan Anda." Terdengar suara seorang penjaga dari luar pintu.     

Ryan memandang ke arah Garcia, yang tampak tidak peduli. Ryan kemudian berkata, "Persilahkan mereka masuk."     

Untuk urusan beristirahat, mengadakan pertemuan atau memantau para bawahannya, Garcia suka melakukan semua kegiatan di lantai atas menara yang tinggi ini. Selama cuacanya bagus, Garcia sering berada di teras. Sebagian besar orang tidak terbiasa berdiri di atas dengan angin yang kencang dan mengobrol dengan hembusan angin laut yang berbau anyir. Bahkan warga Negara Pasir juga tidak terbiasa dengan bau itu.     

Pemimpin Klan Batu Pasir adalah seorang wanita yang bertubuh mungil, yang juga merupakan dewi dari Klan itu. Ryan mencemooh kepala suku wanita ini di dalam hatinya ketika ia pertama kali mendengar sambutan perkenalan diri wanita itu. Dewi tidak ada di bumi. Dewi hanyalah seorang penyihir yang jatuh ke dalam dosa. Pemimpin Klan Tulang Hitam adalah seorang pria yang kuat dengan banyak bekas luka di seluruh wajahnya. Lengannya seukuran kaki orang normal. Setiap kali ada pertemuan, akan ada tiga atau empat orang penjaga di sekelilingnya untuk berjaga-jaga jika pria ini ingin mencelakai Ratu Garcia.     

Kedua pemimpin suku itu mengerutkan kening saat mereka melangkah di teras. Namun, ekspresi mereka segera mereda dan mereka berdua membungkuk sebagai tanda penghormatan kepada Garcia. "Kami berharap proses perjalanan Anda menuju masa depan yang gemilang akan diliputi kedamaian dan bintang-bintang di langit akan menyinari jalan Anda."     

"Kalian boleh bangkit berdiri." Garcia duduk sambil menghadap ke balkon. "Bagaimana dengan rumah baru kalian? Apakah kalian menyukainya?"     

"Semuanya sungguh luar biasa," kata Dewi Kabala, "Ada hutan dan sumber air di wilayah Anda. Hidup di sini jauh lebih baik daripada tinggal di Kota Pasir Besi yang banyak hembusan angin dan juga berdebu."     

"Itu bagus. Apa alasan kalian datang menghadap kepadaku?"     

"Yang Mulia, terakhir kali Anda …."     

Ucapan Pemimpin Klan Tulang Hitam dipotong oleh Dewi Kabala. "Yang Mulia, setelah pertempuran tempo hari, banyak prajurit kami yang kelelahan. Mereka hanya dapat pulih setelah minum pil baru secara teratur. Namun, kami tidak memiliki banyak pil lagi. Jadi, aku datang untuk memohon kepada Anda untuk memberikan aku lebih banyak pil lagi."     

"Aku juga datang dengan permohonan yang sama, Ratu Garcia," sahut pemimpin suku Klan Tulang Hitam sambil menatap kepada Dewi Kabala.     

"Bahan-bahan untuk membuat pil ini sangat kompleks. Aku juga tidak memiliki banyak persediaan pil. Jangan khawatir. Aku akan memberikan pil kepada kalian berdua begitu produksi pil baru sudah selesai. Namun, jangan lupa untuk menyiapkan pembayaran emasnya. Jika kalian berdua tidak memiliki cukup emas, kalian bisa menggunakan air Sungai Styx[2] sebagai gantinya."     

"Yang Mulia, izinkan aku bertanya kepada Anda," Kabala merasa ragu sejenak. "Kapan pil berikutnya akan diproduksi kembali?"     

"Aku tidak bisa memberikan informasi apa pun kepadamu mengenai hal itu." Garcia merapikan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin laut. "Apa pun yang berhubungan dengan pil itu adalah rahasia. Bersabarlah. Para prajurit itu hanya kelelahan. Mereka akan baik-baik saja setelah beristirahat sebentar."     

Para penjaga melihat isyarat dari Ryan. Mereka datang dan mengawal Dewi Kabala dan Pemimpin Klan Tulang Hitam keluar meskipun mereka masih ingin bertanya lebih banyak.     

Garcia menghela nafas setelah pintu teras itu ditutup.     

Garcia sangat jarang menghela nafas panjang. Ryan bertanya, "Yang Mulia, apakah menurut Anda bijaksana untuk mengizinkan Bangsa Pasir tinggal di dekat perbatasan Wilayah Selatan? Jika suatu hari mereka tumbuh lebih kuat …."     

"Tidak, Ryan." Garcia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah khawatir mengenai Negara Pasir. Mereka tidak beresiko membahayakan Pelabuhan Air Jernih. Danau di wilayah itu berada di tengah-tengah kedua klan. Dan hulu sungai datang melalui Pelabuhan Air Jernih. Selama aku memblokir setengah dari aliran sungainya, kekurangan air di danau akan membuat mereka bertengkar satu dengan yang lain. Itulah sebabnya kenapa aku memilih Klan Batu Pasir dan Klan Tulang Hitam yang tinggal di area itu — hubungan kedua Klan itu selalu tidak harmonis."     

"Lalu, apakah Anda merasa khawatir tentang pil itu?"     

Garcia tidak menjawab pertanyaan Ryan. Pada saat itu, penjaga di luar pintu mengetuk kembali. "Yang Mulia, Pendeta Descartes dari gereja ingin menemui Anda."     

"Persilahkan ia masuk." Garcia langsung bangkit berdiri. Ekspresi di wajah Garcia semakin muram.     

"Yang Mulia Ratu Garcia Wimbledon, aku menghadap kepada Anda sebagai perwakilan dari Kota Suci." Pendeta itu melangkah ke teras dan membungkuk memberi hormat.     

"Di mana pil-pil itu? Pengiriman pil-pil yang sebelumnya biasanya tepat waktu. Apa yang menyebabkan keterlambatan pengiriman kali ini?" Garcia bertanya dengan ketus.     

"Mohon jangan marah, Yang Mulia. Aku datang hari ini untuk menyelesaikan masalah pengirimannya." kata Descartes sambil menyeka keringat di keningnya. "Pesanan anda sebanyak lima ribu butir pil cukup membuat kami kewalahan. Bahkan jika kami mencurahkan semua sumber daya kami untuk memproduksi pil di Hermes, kami tidak dapat memenuhi permintaan Anda dengan waktu yang begitu singkat. Kali ini, aku membawakan Anda pengiriman yang baru …. "     

"Berapa banyak yang kamu bawa?" sahut Garcia menyela.     

"Seribu butir pil," kata Descartes, "dan sisa pengiriman pil akan dikirimkan segera."     

"Apakah itu janji yang kamu ucapkan?" Ekspresi Garcia sedikit lebih baik. "Kamu berjanji bahwa aku akan mendapatkan pil sebanyak yang aku inginkan. Di mana pil-pil itu? Aku akan mengirim orangku untuk mengambilnya."     

"Pil-pil itu tersimpan di gereja, mengenai emasnya …."     

"Kamu akan mendapatkan semua emas itu seperti yang telah kita sepakati," Garcia berjalan ke arah Descartes dan berbisik di dekat telinganya, "namun, jika sisa pil itu tidak segera dikirimkan, kepalamu akan digantung di bawah bendera Armada Layar Hitam milikku. Aku yakin Sang Uskup Agung tidak akan merasa kehilangan kamu."     

Pendeta Descartes langsung mengundurkan diri dengan wajah pucat. Ratu Garcia berjalan kembali ke balkon, melihat laut yang terbentang luas. Angin laut meniup rambut panjangnya yang berwarna abu-abu seperti sebuah bendera yang melambai-lambai tertiup angin.     

"Kamu benar. Aku memang mengkhawatirkan pil-pil itu." Suara Garcia terdengar pelan, "Jika Timothy terlambat datang ke Kota Elang dua bulan kemudian, aku akan memiliki banyak kesatria dari Kota Raja untuk mengalahkan pasukannya, daripada harus menggunakan pil-pil itu. Namun, aku tidak menyangka Timothy akan datang secepat itu."     

"Anda telah memenangkan pertempuran dengan sangat baik, Yang Mulia." Pikir Ryan. [Siapa lagi yang bisa melakukan strategi ini lebih baik selain Garcia? Garcia menyusun strategi itu tepat setelah mereka menaklukkan Kota Elang. Garcia memerintahkan orang untuk menjarah seluruh sumber daya dan mengevakuasi warga dan pada saat yang sama Garcia juga mulai menggali parit untuk menuangkan minyak hitam[3]. Karena kurangnya sumber daya manusia, Garcia memperoleh dukungan dari Negara Pasir dengan imbalan sebuah lahan kosong yang berada di Wilayah Selatan. Garcia memerintahkan prajurit yang menelan pil untuk menyerang pasukan Timothy. Pengikut Garcia yang setia bahkan mengambil pil itu tanpa ragu untuk memblokir serangan tersebut."]     

"Pil dari gereja itu tidak terlalu bermanfaat seperti yang aku kira. Jika prajurit tidak meminum pil itu lagi, mereka akan mengalami kecemasan kemudian menjadi lemah. Mereka akhirnya akan mati dengan kesakitan. Aku tidak peduli dengan kematian prajurit Bangsa Pasir. Namun, penduduk yang setia kepadaku harus mendapatkan ganjaran yang lebih baik." Garcia terdiam sejenak, "Ryan, ambil pil-pil itu dan berikan kepada para prajurit. Suruh mereka makan setengah pil saja, supaya kita bisa bertahan sedikit lebih lama."     

"Baik, Yang Mulia Ratu."     

Pada saat Ryan pergi, penjaga di luar pintu mengetuk lagi. "Yang Mulia, ada sepucuk surat dari Kota Raja."     

"Bacakan isi surat itu kepadaku sebelum kamu pergi," kata Garcia kepada Ryan.     

"Baik, Yang Mulia." Ryan mengambil surat itu, membuka segelnya dan mengeluarkan suratnya. Surat semacam ini biasanya berasal dari mata-mata dari berbagai wilayah. Tidak akan ada nama yang tertulis pada surat itu, dan isi suratnya sangat singkat dan jelas. Namun, Ryan terperangah ketika melihat kalimat pertama di surat itu.     

"Pada tanggal dua puluh dua di musim semi, gereja menyatakan bahwa Linna, Ratu dari Kerajaan Everwinter adalah seorang penyihir yang menyamar menjadi seorang Ratu, kemudian Gereja menaklukkan ibu kota kerajaan dan menguasai Kerajaan Everwinter."     

[1] Surat putusan     

[2] Nama sungai di dunia orang mati     

[3] Oli     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.