Bebaskan Penyihir Itu

Lonceng Kematian dari Langit



Lonceng Kematian dari Langit

0Balon udara itu terbang di ketinggian lebih dari dua ribu meter dari atas tanah. Ketinggian ini sudah diukur oleh Kilat ketika ia terbang dari tanah ke langit secara vertikal.     
0

Awan putih yang berarak di langit tampak begitu dekat dengan Kilat sehingga ia merasa seolah-olah awan itu bisa dipegang olehnya. Namun, jika Kilat benar-benar ingin menyentuh awan-awan itu, setidaknya ia harus terbang lagi beberapa ratus meter lebih tinggi.     

Balon udara itu berwarna putih dan biru, warnanya sempurna dan menyatu dengan langit jika dilihat dari kejauhan. Sama seperti bom 'Angin Barat Nomor Satu' Kilat juga memakai pakaian kamuflase. Karena Yang Mulia memerintahkan mereka bahwa serangan itu harus dilakukan dengan cepat dan tiba-tiba, Tentara Pertama sudah harus mendarat sebelum kapal tiba di dermaga Kota Perak dan langsung menuju ke belakang gunung dengan berjalan kaki.     

Berkat pemantauan Sylvie, pasukan Tentara Pertama berhasil mencapai tempat persembunyian mereka tanpa diketahui musuh. Setelah tenda-tenda didirikan, Pemantau Awan perlahan-lahan naik ke langit dan siap untuk menjatuhkan bom keesokan harinya.     

Butuh waktu satu minggu bagi para penyihir dan pasukan Tentara Pertama untuk pulang pergi dari Kota Perbatasan ke Kota Perak, dan saat ini tepat memasuki awal pertengahan musim gugur.     

Sosok putih yang terbang di depan balon udara adalah Maggie. Karena tidak terlalu nyaman untuk mengamati situasi dari dalam keranjang balon udara, Maggie berinisiatif untuk memantau keadaan dan memandu jalan. Setelah Maggie berubah jadi burung Elang Alap Jambul, ia dapat dengan cepat melihat berbagai rute jalanan yang menghubungkan kota yang satu dengan yang lain, serta kereta-kereta kuda yang berderap melewati jalanan ini. Tampaknya daya penglihatan burung Elang Alap Jambul jauh lebih tajam daripada teleskop dalam urusan memandu jalan.     

Kilat senang mengetahui bahwa setidaknya Maggie dapat membantu dirinya untuk menyesuaikan tempat bom dijatuhkan. Kalau tidak, Maggie akan semakin malas karena tidak diberikan tugas sama sekali.     

"Apakah kamu merasa lelah?" Anna bertanya kepada Kilat sambil bersandar di keranjang. "Masuklah ke keranjang dan beristirahatlah. Lagi pula saat ini tidak ada iblis yang menyerang kita."     

Kilat menggelengkan kepalanya. "Aku bisa terbang dengan kecepatan seperti ini sepanjang hari."     

"Apakah kamu merasa gugup?" Wendy juga ikut bertanya kepada Kilat.     

"Tentu saja tidak." sahut Kilat sambil memonyongkan mulutnya. "Aku sudah sering berlatih. Ditambah lagi, istana itu sangat besar. Tidak mungkin aku meleset dari sasaran."     

"Benarkah?" kata Wendy sambil tersenyum. "Bagaimanapun juga, jangan memaksa dirimu terlalu keras. Yang Mulia telah mengatakan keselamatan kita adalah prioritas utama. Lagi pula … kamu tidak perlu terlalu memikirkan apa yang sudah terjadi ketika kita mengintai iblis itu tempo hari. Itu semua bukan kesalahanmu."     

"Yah, aku …."     

Wendy melanjutkan dengan lembut, "Semua orang menyadari bahwa kamu tidak seriang biasanya selama beberapa hari terakhir. Kamu bukan seorang penakut, tetapi hanya kurang pandai dalam bertarung. Jika aku jadi kamu, aku mungkin tidak bisa melakukan hal yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang sudah kamu lakukan."     

"Wendy benar. Banyak penyihir yang tidak memiliki keahlian bertarung seperti Nightingale." sahut Anna sambil menghibur Kilat. "Masuk dan beristirahatlah. Kamu membutuhkan banyak kekuatan sihir untuk menjatuhkan bom itu nanti."     

Akhirnya Kilat mendengus dan terbang ke keranjang. Sebelum Kilat benar-benar mendarat di dalam keranjang, Wendy langsung memeluk gadis kecil itu. "Tidak ada yang menyalahkanmu, jadi kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, apa kamu mengerti?"     

"Baiklah …."     

…     

Setelah terbang sepanjang pagi ini, Maggie kembali ke Pemantau Awan dan melaporkan hasil pemantauannya kepada Anna, Wendy dan Kilat. "Kota Raja tepat di depan kita. Kita sudah hampir sampai."     

Kilat bangkit berdiri dan mengambil teleskop. Seperti yang dikatakan Yang Mulia sebelumnya, tembok Kota Raja yang megah itu terlihat meliuk-liuk seperti benang tipis berwarna biru yang melilit seluruh kota, dan dapat dengan mudah dideteksi dari atas. Di tengah batu berwarna abu-abu tampak titik putih yang berukuran sebesar kuku tangan.     

Menurut rencana awal, para penyihir seharusnya menjatuhkan selebaran terlebih dahulu sebelum menjatuhkan 'Angin Barat Nomor Satu'. Namun, setelah beberapa kali melakukan uji coba, Roland menyadari bahwa tidak mungkin para penyihir bisa menyebarkan selebaran di tempat yang telah ditentukan, sambil membawa bom itu. Jika mereka terbang lebih rendah, mereka akan dengan mudah terlihat oleh orang-orang di bawah. Lagi pula, Pemantau Awan bukan sebuah balon kecil. Orang-orang pasti akan melihat ke atas ketika selebaran dijatuhkan dari langit dan dengan demikian orang-orang akan melihat ada balon udara yang terbang di langit.     

Karena itu, Yang Mulia akhirnya meminta Theo untuk menyebarkan selebaran itu, sedangkan para penyihir hanya perlu bertanggung jawab untuk menjatuhkan bom di atas istana Timothy.     

Wendy menghembuskan angin untuk membuat balon udara melayang tepat di atas Kota Raja.     

"Apakah kamu sudah siap?"     

Kilat mengangguk dan berkata, "Buka katup penutupnya."     

Dengan diiringi bunyi berdenting, bom yang berat itu terlepas dari keranjang dan langsung jatuh ke bawah. Saat bom itu dijatuhkan, balon udara langsung jadi ringan dan naik dengan cepat.     

Kilat sudah hafal dengan langkah-langkah selanjutnya yang harus ia lakukan.     

Ketika parasut di ujung 'Angin Barat Nomor Satu' perlahan-lahan terbuka, Kilat segera terbang menyusul bom itu dan mulai mengarahkan bomnya sedikit demi sedikit.     

Bagi para penyihir dari Asosiasi Persatuan Penyihir, Kota Raja adalah tempat yang sudah mereka kenal. Selama mereka melakukan perjalanan ke Tanah Barbar untuk mencari Gunung Suci, mereka telah bersembunyi di daerah kumuh di Kota Raja selama beberapa bulan. Tujuan mereka tinggal di Kota Raja adalah untuk mengumpulkan bahan makanan dan merekrut anggota baru. Soraya dan Gema bergabung dengan Asosiasi Persatuan Penyihir pada waktu mereka tinggal di sana. Meskipun Kilat tidak mengalami penyiksaan secara langsung oleh orang-orang, ia telah mendengar bahwa para penyihir sangat tidak diterima di Kota Raja jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Para penyihir dieksekusi hampir setiap bulan di alun-alun kota. Karena itu, masa tinggal para penyihir di Kota Raja adalah yang tersingkat di antara tempat-tempat lainnya, karena jika mereka berlama-lama tinggal satu hari lagi di kota itu, mereka akan lebih menderita karena kehilangan saudari-saudari mereka yang tertangkap dan terbunuh.     

Kilat sama sekali tidak menyukai kota yang megah ini. Jika Kilat bisa menjatuhkan bom ini tepat di atas kepala Timothy dan mengakhiri kekejaman rezimnya, ia akan dengan senang hati melakukannya. Kilat yakin jika Yang Mulia Roland yang menjadi raja di Kerajaan Graycastle, tidak akan ada kejadian-kejadian buruk seperti itu.     

Saat ini Kilat mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya.     

Angin berhembus di telinga Kilat. Saat Kilat terbang lebih rendah, pemandangan di bawah mulai jadi lebih jelas. Seluruh bagian istana Timothy terpampang dengan jelas di hadapan Kilat.     

Dibandingkan dengan tempat tinggal rakyat jelata, istana ini tentu jauh lebih besar. Arsitektur utamanya terdiri dari kubah megah, gedung pesta, dan banyak menara. Ada juga bangunan lain seperti lumbung penyimpanan gandum, barak tentara dan kandang kuda. Mengingat kenyataan bahwa istana itu dibentengi dan struktur atapnya cukup rumit, Roland memilih kubah istana sebagai sasaran pengeboman karena lebih mudah untuk mengobarkan api dari sana.     

Selagi bom itu jatuh dengan cepat, tidak lama lagi Kilat harus melepaskn parasut dari badan bom. Kilat menarik kait untuk melepaskan parasut dari bom sementara pada saat yang sama ia harus cepat terbang ke atas sambil membawa parasut itu.     

Meskipun Kilat ingat pesan Yang Mulia yang telah mengatakan kepadanya untuk langsung terbang tinggi agar dirinya terhindar dari ledakan bom dan jangan menoleh ke bawah untuk melihat ledakan itu, gadis kecil itu tetap menoleh ke bawah karena penasaran.     

Kilau menyilaukan menerangi kubah istana, dan tidak lama kemudian bola api raksasa mulai membumbung tinggi.     

Kilau putih itu segera berubah menjadi warna oranye-merah terang kemudian diliputi asap dan abu yang beterbangan ke segala arah. Ledakan itu hanya memakan waktu beberapa detik. Selanjutnya Kilat mendengar suara ledakan yang memekakkan telinga yang hampir membuat dirinya terjungkal di udara.     

Kilat belum pernah melihat medan pertempuran yang penuh dengan pengeboman di sana sini, tetapi ia benar-benar terkejut dengan kekuatan mengerikan yang dihasilkan 'Angin Barat Nomor Satu'. Suara menggelegar yang dihasilkan oleh bom itu sepuluh kali kali lebih keras dari semua suara yang dihasilkan oleh senjata-senjata lain seperti senjata api dan meriam.     

Asap-asap yang keluar dari jendela menyelimuti pilar-pilar di sekeliling kubah istana, asapnya menyebar ke seluruh kebun dan lorong-lorong di luar istana. Saat ini, beberapa retakan terlihat di atas kubah tempat bom itu dijatuhkan.     

Perhatian Kilat masih tertuju pada ledakan itu. Kilat terus menatap kubah itu sambil menahan nafas.     

Satu detik kemudian, retakan berwarna hitam langsung menjalar ke seluruh kubah seperti tumpahan tinta yang mengalir. Ketika terjadi ledakan lagi, kubah itu akhirnya tidak bisa menopang dirinya lagi dan mulai runtuh, dan menciptakan debu-debu yang beterbangan dan puing-puing batu ke segala arah.     

Kubah istana Graycastle itu akhirnya runtuh terkena serangan mematikan 'Angin Barat Nomor Satu'.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.