Bebaskan Penyihir Itu

Pertempuran Sengit



Pertempuran Sengit

0"Para penjelajah tidak pernah takut menghadapi petualangan, tetapi kami juga tidak boleh berpetualang dengan gegabah.     
0

Iblis itu tidak terlalu mengerikan karena mereka juga bisa dibunuh. Dan iblis itu juga memiliki kelemahan besar — mereka tidak dapat bertahan hidup tanpa Kabut Merah.     

"Daun pernah menggunakan busur panah untuk membunuh iblis saat bertempur di Tanah Barbar. Nightingale berhasil membunuh iblis saat ia hampir terjatuh ke laut." Kilat diam-diam menyemangati dirinya sendiri dan ia yakin ia juga bisa mengalahkan iblis-iblis itu.     

"Kita harus melaporkan hal ini dulu kepada Yang Mulia," kata Daun dengan panik. "Dibandingkan dengan kita, Nightingale dan Ashes jauh lebih berpengalaman dalam bertempur melawan iblis!"     

"Tetapi, iblis-iblis itu mungkin sudah pergi saat Nightingale dan Ashes sampai di sini." jawab Kilat sambil memeriksa amunisi pistolnya untuk memastikan bahwa pelurunya masih penuh dan berkata, "Dengan membiarkan musuh berbahaya berkeliaran di sekitar perbatasan kota kita, kita akan menghadapi risiko yang jauh lebih serius."     

"Aku … aku bisa tinggal di sini dan mengawasi iblis-iblis itu." kata Daun.     

"Bagaimana jika mereka keluar dari jangkauan integritasmu," jawab Kilat bersikeras, "Dan jika kamu mencoba menghentikan mereka, kamu terpaksa harus mengekspos dirimu sendiri. Jika kita bersatu, kita mungkin bisa mengalahkan iblis-iblis itu."     

Daun kembali terdiam. Sepertinya bujukan Kilat berhasil mempengaruhi Daun.     

"Coo coo!" Maggie terbang di atas kepala Kilat dan mengepakkan sayapnya.     

"Baiklah," Kilat menggaruk leher merpati itu sambil berkata, "Kita akan mengalahkan iblis-iblis itu."     

"Apa yang baru saja Maggie katakan?" tanya Daun.     

Kilat memonyongkan mulutnya dan berkata, "Maggie bilang ia ingin mematahkan kepala musuh itu dengan cakarnya dan membuat daging iblis itu menjadi pai daging. Lalu, Maggie akan memanggang daging mereka untuk mencicipi bagaimana rasanya."     

"Tetapi Maggie hanya mengatakan 'Coo coo' dua kali!" sahut Daun, ia merasa curiga dengan jawaban Kilat.     

"Pada dasarnya Maggie memang mengatakan hal itu." kata Kilat sambil mengangguk dengan mimik sungguh-sungguh.     

"Seorang penjelajah yang hebat tidak hanya harus berani tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk memimpin seluruh tim, membantu timnya untuk tetap tenang ketika mereka gugup dan menjaga timnya ketika mereka lengah." " Aku akan mencoba semampuku untuk mengikuti kata-katamu, ayah." pikir Kilat.     

Kilat mengguncang pergelangan tangannya dan kokang pistolnya masih dalam posisi terkunci. Kilat berusaha tidak terlihat gugup, ia berpura-pura terlihat tenang dan berkata, "Seberapa jauh iblis-iblis itu dari sini?"     

"Sekitar tiga ratus meter dari kanan kita." jawab Daun.     

"Aku seharusnya bisa melihat musuh jika pandanganku tidak terhalang oleh hutan-hutan ini." Kilat berpikir ia pasti memiliki posisi yang menguntungkan jika ia menembak pertama kali, dan pistol itu jelas lebih unggul daripada Batu Ajaib karena bisa menembak dari jarak jauh. "Kamu bisa melilit iblis-iblis itu dengan tanaman rambat, bukan? Sama seperti terakhir kali ketika masih di Tanah Barbar."     

"Aku yakin aku hanya bisa melilit mereka sementara." jawab Daun.     

"Baiklah. Kita bisa menyerang mereka dari atas." kata Kilat, "Ini adalah titik terakhir yang dilihat oleh musuh. Untuk sementara mereka pasti akan disibukkan dengan tanaman rambat milik Daun. Kita bisa mengakhiri pertarungan ini dalam hitungan detik."     

"Aku … mengerti." Daun di pohon sedikit bergetar. Mungkin karena terlalu banyak kenangan mengerikan ketika Daun masih berada di Asosiasi Persatuan Penyihir. Tetapi Kilat tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal ini sekarang. Kilat mungkin akan kehilangan keberanian jika mereka terus menunggu. Lagi pula, Kilat dan Maggie adalah orang yang akan melawan iblis-iblis itu. Sedangkan Daun akan bersembunyi di dalam hutan. Daun tidak akan terluka meskipun iblis itu menyerang tanaman rambat miliknya.     

"Mari kita mulai!" kata Kilat sambil melesat ke langit.     

"Baiklah, coo!" Maggie mengikuti tepat di belakang Kilat.     

Hutan itu langsung tampak seperti sebidang tanah berwarna hijau dan putih di bawah Kilat. Gadis kecil itu mengenakan kacamata anti angin yang diberikan oleh Yang Mulia dan ia langsung merasa lebih berani dan kuat.     

"Iblis-iblis itu ada di sana." Maggie berubah menjadi seekor elang berekor abu-abu dan menemukan targetnya setelah beberapa detik mencari musuhnya — dengan mata elangnya, Maggie bahkan bisa melihat seekor kelinci yang sedang berlari di salju.     

Kilat menarik napas dalam-dalam. Sosok ayahnya dan sosok Yang Mulia melintas di benak Kilat. Kilat menggelengkan kepalanya dan berusaha menjernihkan pikirannya. Sambil memegang pistolnya, Kilat berkata kepada Maggie, "Aku akan mengurus iblis yang di sebelah kiri dan kamu urus iblis yang di sebelah kanan. Ketika kita sudah beraksi setengah jalan, kamu harus berubah menjadi burung hibrida raksasa lagi."     

"Serahkan saja padaku, coo!" jawab Maggie.     

"Ayo!" Gadis kecil itu berteriak dan kemudian mulai menukik ke bawah. Angin dingin menderu di pipi Kilat dan telinganya terasa sakit. Kilat memasukkan kepalanya sedikit ke dalam syalnya. Sambil memikirkan metode penembakan yang pernah Kilat pelajari dari Nightingale, ia mengarahkan pistolnya ke depan. Jarak efektif peluru sekitar seratus meter, jadi Kilat harus bergerak sedekat mungkin untuk memastikan pelurunya mengenai targetnya. Jika informasi yang disampaikan Daun benar, sarung tangan besi milik iblis itu pasti bertatahkan Batu Ajaib. Jarak sihir Batu Ajaib itu sekitar lima meter, hampir sama dengan para penyihir. Pilihan terbaik untuk menembak iblis-iblis itu adalah dalam jarak tujuh hingga delapan meter.     

Sosok musuh mulai terlihat lebih jelas. Dan Kilat bisa melihat ketopong dan topeng merah mereka yang mengerikan. Tiba-tiba, iblis itu berhenti dan melihat ke atas serta meraung ke arah Kilat dan Maggie. "Apakah kita … sudah ketahuan?" Hati Kilat langsung menciut. "Mengapa musuh bergerak seolah-olah mereka bisa melihat kedatanganku?" Pada saat yang sama, tanaman rambat yang tidak terhitung banyaknya muncul dari dalam tanah mengelilingi kedua iblis itu. Semua tanaman rambat ini melilit kaki musuh dan terus menjalar ke atas. Akhirnya, tubuh musuh benar-benar terlilit dengan kencang oleh tanaman rambat itu.     

Cahaya berwarna putih bersinar dari tubuh Maggie dan ia berubah menjadi burung hibrida raksasa dalam sekejap, ia menukik dan memekik untuk menunjukkan kekuatannya.     

Kilat menggertakkan giginya dan memutuskan untuk mempercepat laju terbangnya. Ketika Kilat berada dalam jarak sekitar lima puluh meter dari musuh, ia tiba-tiba berbelok dan bergegas ke belakang musuh seperti sebuah bintang jatuh — Kilat hanya bisa mengenai kepala musuh jika ia menembak lurus ke bawah, sementara ia bisa memperluas area penembakan jika ia menembak secara horizontal. Dan Nightingale juga telah mengingatkan berkali-kali bahwa Kilat harus menembak bagian tubuh musuh yang paling terekspos.     

Iblis itu berjuang untuk mengangkat tangan kanannya yang dililit oleh tanaman rambat. Cahaya menyilaukan keluar dari sarung tangan besi iblis itu. Hampir pada saat yang bersamaan, Kilat juga menekan pelatuk pistolnya. Sebuah ledakan besar tiba-tiba terdengar menembus langit di atas hutan.     

Seperti yang Kilat duga, jangkauan serangan Batu Ajaib benar-benar terbatas. Cahaya kilat berwarna biru dan putih hanya muncul sesaat dari sarung tangan besi iblis itu. Dengan suara tembakan dari pistol yang ditembakkan Kilat, Kabut Merah menyembur keluar dari bagian belakang iblis itu — peluru Kilat tidak hanya menembus tubuh iblis itu tetapi juga berhasil menghancurkan tabung gas yang ada di punggungnya.     

Namun, Maggie tidak seberuntung itu. Iblis yang satunya berhasil mengenai Maggie dengan sambaran kilat dari sarung tangan besinya. Percikan kilat mengenai tubuh Maggie dan pekikannya yang hebat berubah menjadi jeritan mengerikan. Maggie menekuk sayapnya kemudian jatuh menimpa iblis itu dengan keras, membuat bongkahan-bongkahan salju berhamburan ke segala arah. Ketika mereka berdua jatuh ke tanah, Kilat bisa merasakan tanahnya bergetar. Itu mungkin karena dampak tabrakan yang cukup keras, tabung gas iblis itu hancur dan Kabut Merah menguap keluar dari bawah tubuh burung raksasa itu. Melihat kejadian ini, Kilat merasa sangat cemas dan khawatir.     

Daun segera bereaksi. Lusinan tanaman merambat berkumpul di bawah tubuh Maggie dan Daun memindahkan tubuh Maggie menjauh dari iblis itu. Burung raksasa itu berguling di salju dua kali, dan berbaring diam dengan muka menghadap ke tanah.     

Kilat bergegas ke arah Maggie. Kilat memegangi kepala burung itu, dan menggoyang-goyangkan kepala Maggie sambil berteriak, "Maggie, bangun! Apa kamu baik-baik saja?!"     

"Coo … aku merasa mati rasa," sahut Maggie sambil membuka matanya. Maggie berubah wujud kembali menjadi manusia karena kekuatan sihirnya memudar dan ia bertanya, "Apa yang terjadi barusan?"     

Kilat memeriksa setiap bagian tubuh Maggie, ia merasa lega setelah memastikan bahwa Maggie tidak apa-apa dan berkata, "Aku senang kamu baik-baik saja."     

Tampaknya dalam wujud sebagai burung raksasa, Maggie tidak terpengaruh oleh Kabut Merah dan ia bisa menahan lebih banyak serangan dengan tubuh raksasanya. Panah kilat yang mengenai Maggie hanya membuatnya pingsan sesaat, dan iblis itu tepat berada di bawahnya sebagai bantalan ketika Maggie jatuh ke tanah. Itu adalah serangan yang menakutkan tetapi Maggie nyaris tidak terluka sama sekali. Untungnya semua berjalan baik meskipun sempat terjadi insiden mengerikan.     

"Kedua iblis itu sudah mati." Daun memunculkan separuh wujudnya ke batang pohon, ia memeriksa dua iblis yang sudah tidak bernyawa itu dan berkata, "Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"     

"Kita bawa kembali mayat mereka ke kota," kata Kilat, "Yang Mulia pasti tahu cara menangani mayat-mayat ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.