Bebaskan Penyihir Itu

Lagu Pujian Syukur



Lagu Pujian Syukur

0…     
0

Pada saat Si Gigi Ular dan Si Cakar Macan tiba di alun-alun, kerumunan besar orang sudah berkumpul di sana. Si Gigi Ular belum pernah melihat ada begitu banyak orang yang berkumpul di satu tempat, bahkan ketika Benteng Longsong membagikan bubur gandum gratis pun, kerumunan orang pada saat itu tidak sebanyak kerumunan yang ada pada saat ini!     

Si Gigi Ular menghitung jumlah kerumunan orang itu secara kasar dan ia memperkirakan bahwa mungkin ada lebih dari 5.000 orang yang datang untuk menonton pertunjukan drama itu.     

Alun-alun kota yang dulunya hanya sebuah lahan kosong kini sudah berubah menjadi alun-alun raksasa yang disebut dengan nama stadion. Menurut penduduk setempat, ini adalah ketiga kalinya alun-alun itu diperbesar kembali. Biasanya, proyek pembangunan sebesar itu akan membutuhkan waktu pengerjaan selama 1 atau 2 tahun, tetapi stadion ini dibangun hanya dalam waktu 2 minggu dan selama proses pembangunan stadion itu, tidak ada orang yang pernah melihat ke mana perginya tanah yang sudah di gali itu.     

Di stadion ini, para penonton bisa duduk di tangga batu untuk menonton pertunjukan, daripada berdiri sampai kaki mereka pegal dan mati rasa. Susunan tempat duduk seperti ini juga memungkinkan para penonton untuk memiliki pandangan yang lebih baik ke arah panggung, selama mereka bisa mendapatkan tempat duduk. Sekalipun mereka datang terlambat, mereka masih bisa berjinjit di sekitar alun-alun untuk melihat pertunjukan dari jarak jauh.     

Si Cakar Macan masuk ke deretan terakhir tangga batu dan ia menemukan tempat duduk yang muat untuk 2 orang sambil berkata, "Lumayan, kita masih berhasil mendapatkan tempat duduk."     

Si Gigi Ular memegangi tas kain di dadanya dengan erat dan ia duduk di samping Si Cakar Macan dengan sikap waspada. Karena tas kain itu berisi semua tabungannya selama bekerja 2 bulan terakhir ini, Si Gigi Ular harus tetap bersikap waspada di tempat yang ramai seperti ini. Dahulu di Benteng Longsong, di tempat-tempat yang ramai seperti ini, para Tikus akan bergerilya dengan gencar. Meskipun Kota Perbatasan tidak memiliki sindikat Tikus sekarang, Si Gigi Ular tetap merasa bahwa ia harus berhati-hati terhadap para Tikus yang 'sementara berpindah pekerjaan ke pekerjaan sipil'.     

Ketika matahari sudah terbenam, hanya ada beberapa obor yang menyala yang menyinari alun-alun. Panggung itu masih diselimuti kegelapan. Si Gigi Ular merasa aneh ketika ia melihat bahwa tidak ada petugas yang datang untuk menyalakan api unggun dan juga tidak ada kayu bakar yang diletakkan di tengah alun-alun.     

Si Gigi Ular merasa heran, bagaimana para pemain itu bisa bermain drama dalam kegelapan seperti ini.     

Tiba-tiba, seberkas cahaya yang terang-benderang bersinar di atas panggung. Cahaya itu menyilaukan, tetapi pandangan Si Gigi Ular segera terbiasa dengan cahaya yang terang itu. Kemudian cahaya yang kedua dan ketiga muncul, secara bertahap menerangi seluruh panggung. Suara para penonton yang terkesiap bergema di atas alun-alun.     

"Itu adalah cahaya yang digunakan di pabrik!" pikir Si Gigi Ular.     

"Oh, astaga! Itu adalah 'cahaya malam'! Mereka membawa 'cahaya malam' ke sini!"     

Rumor mengatakan bahwa cahaya yang terang itu adalah 'cahaya ajaib' yang berisi kilat yang disimpan di dalam sebuah bola kaca kristal yang mahal. Si Gigi Ular baru pernah melihat cahaya terang itu beberapa kali ketika ia melewati kawasan industri.     

"Cahaya malam, kata kalian? Hahaha, cahaya itu disebut lampu listrik dan lampu itu membutuhkan listrik untuk bisa menyala. Lampu listrik dibuat oleh sebuah mesin yang dibuat oleh para penyihir! Yang Mulia berencana agar setiap rumah warga juga dilengkapi dengan lampu listrik, tetapi para penyihir yang menyediakan listrik tidak dapat membuat begitu banyak lampu dalam waktu singkat. Itu sebabnya hanya pabrik di kawasan industri yang baru menggunakan lampu semacam itu untuk saat ini." kata seseorang yang duduk di dekat Si Gigi Ular.     

"Bagaimana Anda bisa tahu hal itu?" Si Cakar Macan bertanya dengan penasaran.     

Orang itu hanya mengangkat bahu sambil berkata, "Kalian pasti bukan penduduk resmi Kota Tanpa Musim Dingin, ya? Balai Kota telah melakukan propaganda tentang apa itu listrik, untuk memberi tahu kami bagaimana cara menggunakan lampu listrik dengan aman. Listrik itu seperti api. Jika kita tidak menggunakan listrik dengan benar, listrik bisa menyebabkan bencana."     

"Apakah listrik tidak seperti guntur?" tanya Si Cakar Macan.     

"Hm … kurang lebih hampir sama. Kalian tidak perlu repot-repot memikirkan hal itu. Nanti ketika kalian menjadi penduduk resmi dan menyelesaikan pendidikan dasar, kalian pasti akan mengerti apa itu listrik." kata orang itu.     

"Apakah ada cara lain agar aku bisa segera menjadi penduduk resmi lebih cepat? Apa itu pendidikan dasar?" tanya Si Gigi Ular.     

Si Gigi Ular bertanya dan ia ingin mengajukan lebih banyak pertanyaan lain, tetapi Si Cakar Macan tiba-tiba mencengkeram tangannya ketika kerumunan orang mulai bersorak dengan suara yang memekakkan telinga.     

Rombongan Bunga Bintang melangkah ke atas panggung.     

"Nona May! Nona May!"     

"Nona Irene!"     

"Nona Gait!"     

Kerumunan itu meneriakkan nama-nama anggota rombongan dan suasananya berubah jadi riuh dan semua orang jadi sangat bersemangat.     

Melihat reaksi semua orang itu, Si Gigi Ular tiba-tiba merasa sangat kagum.     

Si Gigi Ular juga ingin menjadi seseorang seperti para pemain drama itu, menjadi pusat perhatian semua orang. Si Gigi Ular ingin para penonton itu meneriakkan namanya dengan keras … para pemain drama itu juga bukan para bangsawan atau para cendekiawan. Mereka bisa mendapatkan perlakuan seperti itu, seperti yang selama ini diterima oleh para bangsawan.     

Setelah sorak-sorai para penonton mereda, pertunjukan drama segera dimulai.     

Ini adalah pertama kalinya Si Gigi Ular menonton pertunjukan drama yang diperankan oleh Sang Bintang dan Sang Bunga dari Wilayah Barat. Si Gigi Ular tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan tertarik pada sebuah pertunjukan yang biasanya hanya dinikmati oleh para bangsawan, tetapi ketika alunan musiknya terdengar, tanpa sadar Si Gigi Ular mulai terhanyut ke dalam ceritanya.     

Pemeran utama dalam cerita itu bukan seorang bangsawan.     

Sebaliknya, mereka hanyalah orang-orang biasa, sama seperti dirinya … seorang warga negara bebas, seorang pengungsi dan juga seorang anggota Tikus.     

Mereka memiliki mimpi untuk meraih masa depan yang lebih baik dan mereka juga ditimpa kemalangan dalam kehidupan mereka. Mereka semua bertemu secara bersamaan di kota yang sama, di Kota Bintang. Mereka saling membantu. Mereka saling berkeluh kesah dan berbagi beban satu sama lain. Mereka menderita rasa sakit yang sama karena terpaksa meninggalkan kampung halaman dan merasa tersesat di kota yang baru. Setelah itu, mereka bergabung bersama dan menemukan jalan hidup mereka masing-masing.     

Tidak ada suara lain yang terdengar kecuali suara para aktor dan aktris yang ada di panggung. Semua penonton menahan napas, selagi mereka ikut terhanyut dalam cerita yang dipentaskan di atas panggung.     

Pada adegan terakhir, pemeran utama akhirnya menetap di Kota Bintang dan hidup dengan nyaman selamanya. Orang-orang yang awalnya merasa asing satu sama lain, kini telah menjadi sahabat dan juga menjadi sepasang kekasih di akhir cerita. Si Gigi Ular merasa tersentuh ketika alunan musiknya diputar. Si Gigi Ular berpura-pura sedang menggosok matanya untuk menyembunyikan air matanya dan sementara itu, ia juga melihat bahwa Si Cakar Macan sedang berderai air mata meskipun wajahnya tidak terlihat sedih.     

Si Gigi Ular bukan satu-satunya orang yang tersentuh dengan pertunjukan drama itu. Semua orang yang duduk di sekitarnya juga sama seperti dirinya, mereka merasa tersentuh dengan kisah yang mengharukan itu. Tidak ada orang yang bangkit berdiri untuk bersorak sampai pertunjukan benar-benar berakhir.     

Bahkan meskipun tidak ada orang yang menyebutkannya, semua orang yang menyaksikan pertunjukan itu tahu dengan jelas bahwa 'Kota Bintang' yang dimaksud dalam cerita itu adalah Kota Tanpa Musim Dingin.     

Si Gigi Ular tenggelam dalam lamunannya, "Bahkan seorang Tikus pun bisa berakhir dengan bahagia seperti itu?"     

Tepat pada saat itu, seorang gadis yang tampak seperti orang asing melangkah ke atas panggung.     

Seperti seseorang yang ada di dalam sebuah lukisan, perawakan gadis itu tinggi semampai dan ia memiliki rambut berwarna abu-abu kebiruan yang panjang sampai ke pinggang, dan ia mengenakan sebuah gaun putih yang berkilauan.     

Gadis itu mulai bernyanyi.     

Nyanyian gadis itu sangat berbeda dari musik yang diputar sebelumnya, lagu yang dinyanyikannya terdengar sangat bersemangat, ia sedang menyanyikan sebuah lagu yang memuji para pekerja yang sudah bekerja keras dan mulia. Gadis itu bernyanyi dengan cara yang berbeda dari semua penyanyi wanita lainnya. Nyanyian gadis itu sangat menginspirasi dan membesarkan hati semua orang. Mendengar lagunya, Si Gigi Ular merasa bahwa ia dapat melihat keringat dari kerja kerasnya sendiri di bangunan-bangunan perumahan yang jauh dan bahwa semua orang asing yang mengabdikan diri dalam pembangunan kota ini adalah orang-orang yang pantas untuk diingat dan juga dihargai.     

Pengaruh dan emosi yang dihasilkan dari pertunjukan drama ini semakin terasa. Para penonton bangkit berdiri dan bertepuk tangan dengan segenap perasaan mereka. Lagu itu membuat emosi para penonton bergejolak lebih tinggi!     

Kita semua adalah rakyat Yang Mulia Roland Wimbledon!     

Kita semua adalah para pekerja yang berhati mulia!     

Kita semua adalah orang-orang yang berjasa membangun Kota Tanpa Musim Dingin!     

…     

Setelah pertunjukan drama itu berakhir, Yang Mulia meninggalkan alun-alun bersama para penyihir melalui sebuah panggung tinggi yang dibangun untuk sementara. Si Gigi Ular membuka matanya lebar-lebar tetapi ia tidak melihat Paper di antara kerumunan itu. Anehnya, Si Gigi Ular tidak merasa kecewa seperti yang ia duga, mungkin karena lagu itu masih bergema di telinganya, memenuhi seluruh hatinya dengan harapan-harapan baru.     

Si Gigi Ular percaya bahwa ia dan Paper akan segera bertemu lagi, cepat atau lambat.     

Seperti orang-orang asing yang ada dalam cerita itu, Si Gigi Ular dan Paper pasti akan bertemu lagi di kota ini suatu saat nanti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.