Bebaskan Penyihir Itu

Jalanan Berpasir dan Perasaan Sang Serigala Wanita



Jalanan Berpasir dan Perasaan Sang Serigala Wanita

0Ini adalah mimpi yang panjang.     
0

Lorgar tahu ia sedang berada di alam mimpi.     

Saat Elang Bersayap Empat mendarat di atas tubuh Lorgar, rasa sakit karena kakinya yang patah menjalar melalui pembuluh nadinya. Menurut Lorgar, kakinya kini sama hancurnya seperti gandum yang ada di tempat penggilingan, tempat di mana ia melihat anggota klannya memproses makanan yang diimpor dari utara karena kurangnya pengetahuan Lorgar tentang cara menanam gandum sendiri.     

Tidak mungkin Lorgar bisa berdiri lagi dengan normal selama sisa hidupnya, apalagi untuk bertarung.     

Tetapi sekarang Lorgar sedang berdiri.     

Jadi, ini pasti hanya mimpi.     

Karena hanya dalam mimpi, apa yang mustahil menjadi mungkin.     

Sambil menarik napas dalam-dalam, Lorgar melihat ke depan, jalanan berpasir terhampar dari kakinya dan membentang sejauh mata melihat. Lorgar melangkah maju dan dari waktu ke waktu, ia bertemu dengan mantan musuh-musuhnya, yang telah ia kalahkan sebelumnya, mereka berjalan ke arahnya tanpa menertawakan atau mengejeknya. Satu demi satu, musuh-musuh Lorgar melewatinya dan menghilang di belakangnya.     

Seekor cacing pasir adalah hewan pertama yang menjadi lawan Lorgar.     

Cacing pasir itu adalah hasil buruan pertama Lorgar ketika ia berusia 12 tahun.     

Cacing pasir paling mudah diburu ketika hewan itu bergerak di pasir dan meninggalkan jejak yang jelas, tetapi begitu hewan itu masuk ke dalam pasir, akan sulit untuk memburu apalagi menemukannya. Namun, hewan itu tidak bisa bersembunyi dari penduduk Negara Pasir, yang mungkin lebih cerdik dan licin daripada makhluk lain yang ada di padang pasir. Lorgar menyamar sebagai semak belukar dan menunggu cacing pasir itu datang. Pada saat hewan itu sudah cukup dekat, ia menusukkan tombaknya ke dalam pasir ke arah cacing pasir yang ada di bawahnya.     

Performa berburu Lorgar yang luar biasa telah melampaui saudara-saudaranya, bahkan mengalahkan kemampuan berburu klan besar yang ada di Kota Pasir Besi. Setelah perburuan pertama itu, Lorgar jatuh cinta dengan perkelahian dan pertarungan.     

Cacing pasir yang datang sekarang tidak bersembunyi di dalam pasir, tetapi hewan itu mengangkat kepalanya saat merayap perlahan di pasir seperti seekor ular. Untuk sesaat, Lorgar pikir hewan itu akan menyemprotkan racun padanya yang bisa merusak wajahnya, tetapi itu tidak terjadi. Hewan itu berlalu dengan tenang.     

Seekor kalajengking dan serigala gurun juga tiba tidak lama kemudian.     

Kalajengking itu hanya lewat, tetapi serigala gurun itu berhenti, dan setelah ragu-ragu sejenak, serigala itu menghampiri Lorgar sambil mengibas-ngibaskan ekornya. Serigala gurun itu mengendus-endus kaki Lorgar yang telanjang sebelum akhirnya berbalik dan ikut berjalan di sisinya.     

Lorgar teringat akan pertempuran brutal pertamanya antara dirinya dengan serigala gurun. Karena diperlukan banyak upaya bagi seorang wanita Mojin untuk menjadi petarung yang diakui, Lorgar harus mencari mangsa berikutnya tepat setelah perburuan cacing pasir dan kalajengking. Lorgar mengincar perburuan selanjutnya dengan serigala gurun.     

Tetapi serigala yang bergerak dalam kawanannya ternyata lebih menakutkan daripada yang Lorgar duga. Badai pasir telah menerpa kawanan serigala dan membuat mereka terpencar. Pada saat badai itu reda, banyak serigala bermunculan dari segala arah.     

Orang-orang Negara Pasir yang dikepung oleh kawanan serigala gurun telah bertarung dengan gagah berani, tetapi mereka kalah jumlah. Satu per satu, mereka dikalahkan oleh cakar dan taring serigala gurun yang tajam. Lorgar mengira dirinya sudah pasti tewas. Namun pada saat-saat terakhir, rasa sakit yang menusuk membuat Lorgar mengalami kebangkitan sebagai seorang penyihir.     

Lorgar menjadi seekor serigala raksasa.     

Sambil berdiri di atas pasir yang basah oleh darah, Lorgar melihat ke arah kawanan serigala itu, dan siapa pun yang melihat ke dalam matanya langsung menundukkan kepala, seolah-olah mereka sedang menatap seorang dewa.     

Perjalanan hidup Lorgar setelah mengalami kebangkitan sebagai penyihir menjadi lebih mudah.     

Sebagai sesama petarung yang kuat seperti dirinya, para petarung klan, dan petarung yang sudah teruji melewati banyak pertempuran mendekati Lorgar satu per satu dan melewatinya begitu saja. Jantung Lorgar berdetak dengan kencang.     

Mungkin mimpi ini baru akan berakhir ketika lawan terakhirnya melewati Lorgar.     

Tidak banyak waktu yang tersisa untuk Lorgar.     

Lorgar ingin memperlambat jalannya … tetapi itu tidak membantu apa-apa.     

Tidak lama kemudian bumi menjadi gelap seolah-olah ada sesuatu yang besar melewati kepala Lorgar. Lorgar mendongak dan melihat Elang Bersayap Empat itu.     

Musuh terakhir sudah datang.     

Pada saat yang sama, diiringi dengan raungan yang menggetarkan bumi, seekor serigala gurun raksasa mengerahkan otot-ototnya dan melompat ke arah Elang Bersayap Empat yang mendominasi langit itu.     

Kedua binatang raksasa itu bertabrakan dengan keras, cipratan darah dan bulu-bulu mereka beterbangan ke segala arah. Kedua hewan raksasa ini bertarung setengah mati seolah-olah mereka ingin menyelesaikan duel di Panggung Pembakaran yang belum selesai.     

Lorgar menahan napas dan menatap lawan terakhirnya. Tubuh Lorgar mengingat setiap perasaan yang ia rasakan selama pertarungan, itulah sebabnya kemapuannya bisa meningkat jauh lebih cepat daripada orang biasa. Jika Lorgar mendapat kesempatan untuk bertarung dengan binatang buas itu sekali lagi, sudah pasti ia bisa bertahan lebih lama, bahkan ia bisa memutuskan kepala elang itu sebelum Ashes memberikan pertolongan kepada Lorgar.     

Sayang sekali bahwa kesempatan itu tidak akan datang lagi.     

Saat pertempuran mencapai puncaknya, Lorgar ingin bergabung dan bertarung bersama serigala gurun raksasa itu, tetapi tubuhnya kaku dan ia bahkan tidak bisa merasakan kakinya sendiri.     

Lorgar menyadari sudah waktunya ia bangun dari mimpi ini.     

Rasa takut mencengkeram hatinya dan Lorgar mulai gemetaran.     

Lorgar tidak ingin hanya tergeletak di tempat tidur, dan menjadi orang cacat.     

Lorgar ingin berdiri!     

Untuk terus bertarung!     

Namun, Lorgar merasa semakin terkungkung. Perasaan terkungkung itu merayap dari kakinya ke lehernya dan Lorgar bahkan tidak bisa menggerakkan lehernya sekarang.     

Tiba-tiba, serigala gurun itu melolong kesakitan karena perutnya dikoyak oleh Elang Bersayap Empat itu. Usus serigala gurun itu terburai keluar. Serigala itu hanya berhasil bergerak sedikit sebelum kekuatan terakhirnya habis dan hewan itu jatuh ke arah Lorgar. Bahkan pada saat-saat terakhir hidupnya, serigala gurun itu masih berusaha untuk memblokir sisa serangan dari musuh untuk melindungi Lorgar.     

Serangan yang dterima serigala gurun itu seperti sebuah pukulan telak di jantung Lorgar.     

Tidak!!     

Lorgar tiba-tiba membuka matanya dan terduduk.     

Pemandangan jalanan berpasir dan semua binatang buas itu tiba-tiba hilang. Lalu di samping Lorgar terdengar seruan panik pelayannya, "Putri … anda … anda sudah bangun!"     

"Ya …" Lorgar tampak linglung untuk sementara waktu. "Aku sudah bangun."     

"Berarti ketika aku bisa berdiri … tunggu dulu!" Lorgar kebingungan. Lorgar bisa dengan jelas melihat pelayan mendekati ranjangnya dengan panik dan merasakan sentuhan handuk di kulitnya ketika pelayan menyeka keringatnya. Dalam pandangan Lorgar, atap tenda tua, pisau yang tergantung di dinding, dan tungku yang terbakar semuanya bisa terlihat dengan sangat jelas.     

Tetapi bagaimana Lorgar bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan 1 bola mata?     

Tanpa sadar, Lorgar menyentuh mata kirinya … yang membuat Lorgar terkejut, bola matanya masih utuh.     

Tidak, bukan hanya matanya, kedua lengan Lorgar juga utuh dan seluruh tubuhnya tidak terasa sakit, bahkan kakinya juga tidak terasa sakit!     

Sambil membuka selimutnya, Lorgar bergegas turun dari tempat tidur dan berdiri dengan kedua kakinya di tanah dengan tegap.     

"Ada apa?" Lorgar melihat ke arah pelayannya yang terkejut dengan perilakunya.     

"Gadis penyihir yang dibawa oleh orang utara itu yang menyembuhkan anda," kata pelayan itu sambil tergagap. "Gadis itu bahkan tidak menggunakan obat apa pun. Dengan sedikit sentuhan tangannya, luka-luka anda sudah sembuh."     

"Ada seorang penyihir bernama Nana di Kota Tanpa Musim Dingin di Kerajaan Graycastle, yang bisa menyembuhkan siapa pun, bahkan orang yang sekarat atau orang yang anggota tubuhnya hancur juga bisa disembuhkan."     

Jadi yang dikatakan Ashes itu bukan semata-mata demi menghibur Lorgar, tetapi memang benar adanya. Ternyata memang ada seorang penyihir yang memiliki kekuatan ajaib seperti ini!     

"Dimana mereka sekarang?" Lorgar cepat-cepat mengenakan mantelnya dan bertanya kepada pelayannya, "Aku harus berterima kasih pada gadis itu."     

"Mereka sudah pergi." jawab pelayan itu.     

"Apa?" Lorgar mengerutkan keningnya. "Bagaimana dengan Ashes?"     

"Lady Ashes juga tidak berada di Kota Pasir Besi. Dua hari yang lalu, klan Osha membawa kelompok pertama orang-orang Negara Pasir ke Wilayah Selatan."     

"Apakah Ashes…" kata Lorgar pelan. "Sudah berapa lama aku pingsan?"     

Dengan ragu, pelayan itu mengangkat keenam jarinya.     

"Enam hari. Mimpi yang sangat panjang." kata Lorgar sambil menghela napas. "Apakah ada hal lain yang terjadi di Kota Pasir Besi selama 6 hari ini?"     

"Klan Ombak Deras telah mengalahkan Klan Sungai Hitam dan kini mereka menantang kita …" kata pelayan itu, wajahnya tampak tertekan. "Ketua kita tidak menerima tantangan itu, tetapi langsung menyerah. Kini peringkat Klan Api Liar kini turun ke urutan ketiga … kita tidak bisa mempertahankan Istana Batu lagi."     

"Benarkah itu?" tanya Lorgar sambil mengangkat alisnya. "Aku harus bertemu dengan ayahku."     

"Ah … tunggu Putri, anda lupa kerudung dan jubahmu!" Pelayan itu mengikuti Lorgar ke depan pintu sambil membawa beberapa pakaian. "Banyak orang datang ke Istana Batu belakangan ini, beberapa orang datang untuk bernegosiasi, beberapa orang lagi datang untuk …" suaranya semakin pelan ketika gadis itu berbicara.     

"Mengusir kita, bukan?" Lorgar mengulurkan tangannya untuk menyentuh telinganya yang runcing kemudian ia tersenyum kepada pelayan itu. "Simpan baju-baju itu, aku tidak lagi membutuhkannya."     

"Apa? Tetapi …." pelayan itu kebingungan.     

Ayah Lorgar menyuruhnya untuk menyembunyikan penampilan unik Lorgar yang tidak berperikemanusiaan sebelum Lorgar menjadi kepala suku, karena hanya penyihir yang dikecualikan untuk penampilan mereka yang tidak biasa. Tetapi Lorgar sudah mengerti apa yang sebenarnya ia inginkan setelah menyelesaikan jalan berpasir panjang dalam mimpinya.     

Setengah wanita dan setengah binatang buas? Ataukah aku seekor monster?     

Hal itu tidak bisa mencegah Lorgar melanjutkan perjuangannya, bukan?     

Lorgar mengibaskan tangannya ke arah pelayan itu, ia tidak menjawab lagi, kemudian ia berjalan langsung menuju lantai atas Istana Batu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.