Bebaskan Penyihir Itu

Andrea Si Penembak jitu



Andrea Si Penembak jitu

0Tanpa perlu memeriksa hasilnya, Andrea membidik ke target berikutnya dengan lensa pembidik.     
0

Kekuatan sihir yang dikonsumsi dalam penembakan yang tepat bisa bervariasi dengan tingkat kesulitan penembakan yang berbeda. Semakin sulit targetnya, semakin banyak kekuatan sihir yang harus Andrea konsumsi.     

Itu berarti kekuatan sihir Andrea, cukup untuk menembakkan panah atau batu selama dua hingga empat jam, dan kekuatannya akan habis dalam waktu sekitar delapan menit karena ia harus menembak dari jarak yang begitu jauh.     

Andrea harus menembakkan pelurunya sebanyak mungkin.     

Kemampuan Andrea merespons keinginan hatinya.     

Andrea merasa ia seperti sedang menari daripada menembak. Penyesuaian pistol, naik dan turun lengannya, dan setiap gerakan tubuh Andrea tampak berintegrasi dengan dunia ini secara harmonis.     

Andrea menembak di setiap helaan napasnya, dan ia segera menghabiskan sepuluh peluru dan segera mengganti amunisi baru. Seluruh proses itu terasa sehalus air dan sehebat penembak profesional.     

Namun, serangan itu tidak mudah bagi orang-orang yang ada di dinding batu.     

Kematian dengan cepat menyapu seluruh pasukan Appen hanya dalam beberapa detik, sementara mereka sama sekali tidak mewaspadai serangan itu.     

Kesatria yang memerintahkan tentara bayaran untuk menyesuaikan busur panah otomatis menjadi korban pertama Andrea.     

Jarak tembak mesin pemanah ini sekitar 120 meter, dan panah besi akan dengan mudah menembus perisai dan baju zirah besi kesatria dalam jarak 30 meter. Senjata ini bisa dibilang adalah senjata terbaik untuk mempertahankan istana dalam menghadapi serangan biasa.     

Untuk menahan prajurit dengan kekuatan luar biasa, Appen telah memerintahkan mereka untuk memindahkan semua inventaris senjata dari gudang di tembok kota. Delapan mesin pemanah diatur di dinding yang langsung menghadap ke Jalan Matahari Terbit. Mengingat lebar jalan yang terbatas, penyerbu mana pun, tidak peduli sekuat apa pun orang itu, mereka tidak dapat bersembunyi dari tembakan busur besi itu.     

Para tentara bayaran mendengar suara berdebum dan mereka melihat kesatria yang telah memberi perintah kini sudah jatuh ke tanah, dengan dada yang menghantam di tanah.     

"Musuh sedang menyerang!" sebuah peringatan segera dibunyikan dari atas tembok.     

Mereka menghunus pedang mereka tetapi gagal menemukan dari mana serangan itu berasal.     

Diikuti oleh serangan kedua dan ketiga ….     

Malaikat maut mengangkat sabitnya lagi dan lagi. Para penjaga Appen terus-menerus berjatuhan, sementara musuh masih tidak kelihatan. Ketakutan yang tak bisa dijelaskan membuat para penjaga itu kewalahan. Kematian sudah biasa bagi orang-orang yang sering berjuang sepanjang hidup mereka, tetapi ceritanya berbeda ketika mereka tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu kematian menghampiri mereka.     

Terutama bagi beberapa tentara bayaran yang percaya diri dengan kemampuan mereka.     

Mereka menyadari bahwa keterampilan mereka yang semakin mahir tidak berguna karena lawan mereka bahkan tidak memberi mereka kesempatan untuk melakukan serangan balik. Prajurit yang canggung atau kesatria berpengalaman tidak jauh berbeda dalam menghadapi serangan yang tak terduga seperti itu. Mereka masih bisa melihat musuh mereka dalam pertempuran Hermes, sementara di sini mereka hanya menunggu malaikat maut menjemput mereka.     

Kurang dari satu menit kemudian, lebih dari 20 orang terbunuh di atas tembok kota. Setelah mendengar rintihan yang menyakitkan dari orang-orang yang terluka, banyak prajurit yang jatuh pingsan.     

"Cari tempat berlindung. Ada penyihir!"     

Saat itu, perintah Pemimpin Kesatria cukup menyadarkan para penjaga itu, "Selama kita bersembunyi di balik benteng dan balok kayu besar, kita dapat menghindari serangan itu! Bawa Panah Penghukuman Tuhan dan tembak ke arah yang memungkinkan untuk memaksa penyihir sialan itu keluar dari persembunyiannya!"     

Andrea juga menyadari ada perubahan di tembok batu itu.     

Seorang kesatria yang mengenakan baju zirah besi berlapis emas sepertinya memerintahkan tindakan pasukan Appen. Para penjaga itu bergerak mendekati kesatria itu dan bersembunyi di balik perisai sambil menembakkan panah tanpa sasaran yang jelas. Beberapa dari mereka bahkan melemparkan anak panah menggunakan tangan. Tujuan mereka sudah jelas.     

Tindakan musuh sama sekali tidak membuat Andrea takut. Namun, jika Andrea tidak bisa menghancurkan musuh, mereka akan menghalangi tindakan Penyihir Penghukuman Tuhan dalam serangan pengepungan ini.     

Posisi kesatria komandan itu berada di titik buta bagi Andrea yang berada di menara lonceng. Samar-samar Andrea bisa melihat lengan kesatria itu, yang mencuat keluar dari benteng, dan sebagian kecil ketopongnya.     

Biasanya, tidak mungkin Andrea bisa menembak target yang berada sejauh itu. Namun, Andrea memiliki gagasan lain sejak ia meyaksikan pertunjukan meriam Tentara Pertama.     

Andrea terus-menerus mengeluarkan kekuatan sihirnya. Dibantu oleh sebuah 'tangan' yang tidak terlihat, senapan yang ada di tangannya terus naik sampai mengarah ke langit.     

Ketika Andrea sudah merasa yakin, ia kembali menarik pelatuknya tanpa ragu-ragu.     

Pada saat itu, Andrea merasa bahwa ia melihat peluru yang melintas. Peluru itu terlempar tinggi di udara tetapi tidak kehilangan semua kecepatan setelah melewati titik tertinggi. Sebaliknya, peluru itu melesat ke arah target dengan momentum ke depan. Meskipun jarak antara keduanya adalah sekitar 600 meter, peluru itu telah terbang dengan jarak yang lebih jauh di udara, jadi waktu yang diperlukan untuk peluru ini sampai ke sasaran jauh lebih lama daripada yang sebelumnya Andrea tembak.     

Kemudian Andrea menurunkan larasnya, ia membidik ketopong kesatria itu dan kembali menembak. Peluru kedua tiba lebih awal dan secara akurat mengenai tepi tembok pertahanan kota. Batu batanya terserempet peluru, dan peluru yang cacat itu berputar dan mengenai bagian atas ketopong dan membuat ketopong kesatria itu terjatuh. Dorongan besar membuat kesatria itu kehilangan keseimbangan dan jatuh ke depan.     

Pada saat yang sama, peluru pertama tiba dan, seperti yang diharapkan, menembus ke dalam kulit kesatria itu dari samping, dan memecah tulang belakang lehernya menjadi beberapa bagian. Pemimpin Kesatria itu tidak punya waktu untuk bereaksi. Kesatria itu hanya mendengar suara pelan di belakang kepalanya, lalu ia merasakan rasa dingin di lehernya, kemudian ia langsung kehilangan kesadaran.     

Tembakan ini hampir menghabiskan semua kekuatan sihir Andrea. Rasa pusing yang hebat menguasai dirinya dan konsekuensi dari konsumsi kekuatan sihir yang berlebihan membuat tangannya gemetaran. Kini Andrea bahkan kesulitan memegang gagang senjatanya.     

Namun, tewasnya Pemimpin Kesatria juga menjadi upaya terakhir bagi pasukan tentara bayaran itu. Garis pertahanan tembok batu segera runtuh. Semua orang berbalik dan berlari ke arah tangga, mereka menyelamatkan diri agar tidak menjadi target kematian berikutnya. Bahkan tidak ada yang mengoperasikan kayu bulat besar, minyak panas, dan mesin panah otomatis yang sudah mereka siapkan.     

"Wooo … wooooo!"     

Suara sangkakala untuk menyerang sudah terdengar.     

Elena, yang berada di tim pengepungan, bergegas masuk terlebih dahulu. Selain membawa alat-alatnya yang biasa digunakan, Elena juga membawa seikat tali rami di tangannya.     

Saat Elena mendekati kaki tembok kota, ia melempar talinya ke atas. Di ujung tali, Elena dengan erat mengikat kait berbentuk persegi.     

Sesaat kemudian, ada beberapa 'kabel gantung' yang tersedia untuk memanjat tembok pertahanan musuh. Tembok batu ini, yang tingginya sekitar lima meter, sulit dinaiki bagi orang awam, tetapi bagi Penyihir Penghukuman Tuhan, tembok ini ibarat pagar biasa yang bisa langsung mereka panjat. Elena dengan mudah memanjat ke atas tembok melalui tali rami, dan ia baru menyadari bahwa Distrik Istana di dalam telah berantakan.     

Tim pengawas dan persiapan yang diatur oleh Appen tidak memainkan peran mereka. Tepat ketika para penjaga di tembok batu dikalahkan, para penjaga Earl Luoxi tiba-tiba menarik pedang mereka ke arah tim penjaga Kerajaan Fajar. Para penjaga di dinding batu ingin melarikan diri sesegera mungkin, sehingga ketiga pihak itu menciptakan kekacauan pada saat itu juga.     

Elena meyunggingkan senyumnya, lalu ia mengeluarkan pedang besar dari balik punggungnya, dan melompati tembok batu.     

Tidak ada yang bisa menahan serangan langsung yang dilancarkan Elena. Selama musuh masuk dalam jangkauan pedang raksasa, musuh itu akan terluka parah atau langsung terbunuh. Dengan kekuatan Elena sendiri, ia menciptakan jalan dari dalam kerumunan musuh.     

Selagi para Penyihir Penghukuman Tuhan bergabung di medan perang, pasukan Earl Quinn sudah menguasai situasi peperangan dengan baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.