Bebaskan Penyihir Itu

Mempertahankan Kota Perbatasan (Bagian I)



Mempertahankan Kota Perbatasan (Bagian I)

0Van'er segera melihat para kesatria dengan baju zirah yang berkilauan menunggangi kuda yang tinggi dan mereka terus bergerak menuju Kota Perbatasan. Van'er terkejut melihat pemandangan ini. Dahulu ada seorang kesatria di kota, yang selalu memandang rendah orang-orang seperti Van'er, dan sekarang para kesatria yang berjumlah kurang lebih seratus orang sedang menuju ke arah mereka.     
0

Van'er merasa tangannya mulai berkeringat lagi, seperti ketika ia berdiri di atas tembok kota untuk bertarung melawan binatang iblis untuk pertama kalinya. Kali ini, Van'er berpikir bahwa ia dan musuhnya, Pasukan Aliansi dari Benteng Longsong, setidaknya adalah sesama manusia juga.     

"Tidak, berasal dari kaumku sendiri? Sejak kapan para bangsawan itu memperlakukan kami dengan setara?" Van'er meludah dan mengejek dirinya sendiri dalam hati dan menyingkirkan pemikiran itu. Pasukan aliansi Benteng Longsong datang ke sini untuk merebut Kota Perbatasan dan memonopoli Tambang Lereng Utara lagi. Yang lebih penting lagi, mereka bahkan berniat untuk mengusir Yang Mulia dari Wilayah Barat. Tindakan mereka benar-benar tidak dapat diterima bagi semua Tentara Pertama Kota Perbatasan.     

Para prajurit mengetahui peperangan ini dari pidato sebelum pertempuran yang disampaikan oleh Yang Mulia kemarin bahwa Timothy Wimbledon, kakak laki-laki Yang Mulia, telah membunuh Raja Wimbledon III, dan telah merebut takhta melalui tindakan persekongkolan dan pembelotan. Van'er biasanya tidak peduli mengenai para bangsawan yang saling bertarung berebut kekuasaan, karena ia merasa tidak ada bedanya siapa pun yang akan menjadi raja nantinya. Namun, Van'er berpikir Adipati Ryan yang selama ini menginginkan wilayah kekuasaan Yang Mulia saat ini benar-benar sudah keterlaluan.     

Van'er telah menyaksikan banyak perubahan positif yang dibawa Yang Mulia ke Kota Perbatasan sejak ia menjadi penguasa di sini. Van'er juga ingat dengan jelas penguasa yang sebelumnya, sepertinya seorang bergelar Earl. Orang-orang di kota jarang melihat Earl kecuali ketika dirinya keluar untuk membeli bulu-bulu binatang bersama para pengawalnya. Earl sering membeli bulu binatang berkualitas dari para pemburu dengan harga yang murah dan selalu menjadi orang yang pertama melarikan diri meninggalkan kota di Bulan Iblis, meninggalkan semua rakyatnya di daerah kumuh di Benteng Longsong. Earl tidak pernah peduli dengan penderitaan rakyatnya.     

Tetapi Yang Mulia berbeda. Di bawah pemerintahan Yang Mulia, kehidupan di Kota Perbatasan jelas menjadi lebih baik bagi semua penduduk setempat. Para penambang dibayar lebih untuk pekerjaan yang lebih banyak. Yang Mulia telah memasang sebuah mesin berwarna hitam ke Tambang Lereng Utara untuk meningkatkan hasil produksi bijih, tetapi ia masih menambahkan hasil produksi itu kepada para penambang dan meningkatkan pendapatan pribadi mereka. Penduduk kota, yang mengambil bagian dalam pembangunan tembok kota atau menghancurkan batu di pertambangan, semuanya mendapatkan bayaran secara tepat waktu. Tidak ada rakyat yang kelaparan atau mati kedinginan di musim dingin ini.     

Perubahan terbesar di Kota Perbatasan adalah adanya Pasukan Milisi, yang sekarang disebut sebagai Tentara Pertama. Dilindungi oleh prajurit-prajurit ini, penduduk setempat di kota itu tidak perlu meringkuk di dalam gudang kayu mereka yang dingin dan mengemis makanan di musim dingin. Van'er bertanya pada dirinya sendiri dalam hatinya, "Jika Pangeran diusir dari sini, akankah Adipati Ryan akan mengizinkan Tentara Pertama tetap ada?"     

Van'er mengambil napas dalam-dalam dan menyeka tangannya yang berkeringat dengan pakaiannya sambil berpikir. "Tidak, Adipati Ryan tidak akan mengizinkan Tentara Pertama tetap ada. Para bangsawan di Benteng Longsong tidak akan peduli terhadap penduduk di Kota Perbatasan. Sama seperti yang dikatakan Yang Mulia, hanya pasukan yang terdiri dari orang sipil yang akan berjuang untuk rakyat."     

Van'er mengangkat kepalanya untuk melihat ke kiri dan melihat titik hitam melayang di langit. Sosok hitam itu bisa dengan mudah disalah artikan sebagai seekor burung berkepala besar, tetapi sebenarnya, sosok yang terbang itu adalah Komandan Pasukan Artileri, yang bernama Kilat. Kilat terbang di langit untuk menyelidiki gerakan musuh sambil menutupi dirinya dengan pepohonan di kedua sisi jalan utama. Ketika Kilat terbang kembali, Van'er memperhatikan bahwa puncak pohon di atas memang membuat orang-orang di bawahnya tidak dapat melihat Kilat. Itu berarti, jika penyihir itu tidak terbang ke tempat yang terbuka, yang bisa dilihat musuh hanyalah ranting pohon ketika mereka mendongak ke atas.     

Lima belas menit yang lalu, Kilat terbang dekat dengan garis pertahanan Kota Perbatasan untuk menunjukkan kepada pasukan Van'er sebuah pita yang berwarna hijau.     

Melihat pita hijau itu, Van'er langsung mengetahui bahwa musuh berada dalam jarak seribu meter. Sekarang Van'er harus segera memerintahkan pasukan artileri mereka untuk bersiap-siap menembak. Faktanya, Van'er tidak tahu berapa lamakah jarak "seribu meter" itu. Van'er hanya memberi perintah berdasarkan aturan yang ia pelajari selama pelatihan. Van'er dengan cepat meneriakkan perintah, menginstruksikan tim untuk mengisi ulang meriam dan memperbaiki sudut meriam.     

Empat tim pasukan artileri dengan cepat mengubah sudut meriam dan mengisi lubang meriam dengan bubuk mesiu dan peluru meriam, dengan begitu seluruh proses persiapan telah selesai dilakukan.     

Setelah selesai, Van'er masih merasa gugup. Jantungnya berdebar sepanjang waktu sejak pasukan berkumpul di sore itu. Van'er menganggap dirinya sebagai seorang pemimpin yang berpengalaman, karena ia telah bertarung melawan binatang iblis di atas tembok kota, tetapi hari ini Van'er menyadari bahwa ia masih belum menjadi pemimpin tim yang baik seperti Si Kapak Besi atau Brian. Mereka berdua bisa dengan tenang memimpin tim mereka ke posisi menembak, dan Van'er bahkan merasa gembira mendengar suara Brian ketika Brian memberi perintah. Bahkan temannya, Rodney tampaknya lebih baik daripada Van'er sendiri. Hal ini membuat Van'er merasa sedikit tertekan.     

Van'er menjilat bibirnya yang kering dan mulai mencari Kilat lagi.     

Saat ini, gerakan pasukan musuh tiba-tiba melambat.     

"Apa yang sedang mereka lakukan?" tanya Rodney.     

"Aku tidak tahu." Si Cakar Kucing menjawab sambil membelalakkan matanya untuk melihat musuh. "Mereka tampaknya sedang menyesuaikan formasi, dan pasukan mereka terlihat cukup berantakan."     

"Mereka sedang menunggu pasukan yang berada di belakang," kata Jop dengan suara bergetar. "Para Kesatria tidak akan bertarung sendirian. Mereka pasti diikuti oleh banyak orang di belakangnya."     

"Oh ya? Dari mana kamu tahu hal itu?" Nelson bertanya.     

"Aku sudah pernah melihatnya. Satu kesatria akan mengambil setidaknya dua orang pengawal dan dua belas orang budak yang membawa persediaan makanan," kata Jop sambil menghitung dengan jarinya, "Kamu tahu, seorang Adipati dari Benteng Longsong setidaknya memiliki seratus orang kesatria. Adipati Ryan memiliki setidaknya tiga ratus penunggang kuda yang dapat bertarung selain Earl, Viscount di Benteng Longsong … dan ada lebih banyak orang lagi! Dan mereka telah merekrut banyak tentara bayaran. Orang-orang itu berdarah dingin, mereka para pembunuh profesional! Tetapi kita hanya berjumlah tiga ratus orang saja!"     

"Jumlah kita hampir tiga ratus orang." Diam-diam Van'er mengoreksi di dalam hatinya, tetapi ia merasa lebih baik mengetahui bahwa ada seseorang yang bahkan lebih gugup daripada dirinya. Hanya sekitar dua ratus tujuh puluh prajurit Pasukan Senjata Api yang dilengkapi dengan senjata, karena kapasitas produksi yang tidak mencukupi, menurut Yang Mulia. Akibatnya, prajurit Pasukan Senjata Api yang tidak mendapatkan senjata dipindahkan dalam pasukan artileri untuk membawa amunisi untuk keempat buah meriam.     

"Para tentara bayaran, mereka sudah datang!" Jop berkata dengan suara rendah.     

Van'er melihat sekelompok orang dengan berbagai macam pakaian secara bertahap mengambil posisi di tengah dalam formasi musuh. Mereka tidak menunggangi kuda atau berbaris dalam barisan. Dalam kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang itu, mereka berkumpul di tengah-tengah pasukan. Para kesatria bergeser ke samping, meninggalkan ruang di tengah bagi tentara bayaran. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, Pasukan Aliansi Benteng Longsong milik Adipati Ryan sudah semakin dekat.     

Tiba-tiba, seorang kesatria dengan cepat berderap keluar dari barisan dan menuju ke Kota Perbatasan. Jantung Van'er berdetak kencang saat melihat kesatria itu. Van'er hampir meneriakkan perintah untuk menembak.     

"Apa yang Kesatria itu lakukan?" sambil kebingungan, Van'er mendongak tetapi ia masih tidak melihat sinyal dari Kilat. Kesatria itu semakin dekat sambil melambaikan bendera berwarna putih di tangannya.     

"Kesatria itu pembawa pesan dari Adipati Ryan. Kesatria ini mungkin datang untuk membujuk kita agar menyerah," kata Jop dengan suara perlahan.     

"Itu bukan urusan kita," kata Rodney sambil berjongkok di belakang meriam untuk mensejajarkan matanya dengan garis tengah laras meriam. "Tuan, posisi meriam harus disesuaikan kembali, karena sebagian besar kesatria telah meninggalkan bagian tengah."     

Para prajurit diajarkan berulang kali selama pelatihan ketika mereka melakukan latihan dengan peluru meriam yang titik jatuhnya selaras dengan laras meriam. Mengingat bahwa, jika mereka ingin mengenai target mereka, mereka perlu menyesuaikan laras meriam sampai garis tengahnya selaras dengan target. Lima prajurit bekerja bersama untuk memindahkan kereta meriam, sehingga posisi kereta tepat mengarah kepada para kesatria di depan Pasukan Aliansi Benteng Longsong lagi.     

Kesatria utusan itu tiba dan diantar kepada Carter ke belakang garis pertahanan, tetapi Van'er tahu dengan jelas bahwa itu hanya untuk mengulur waktu, karena Yang Mulia tidak akan pernah menyerah kepada Adipati.     

Tepat pada saat itu, Kilat terbang menuju kota dengan memegang pita berwarna kuning di tangannya.     

Pita berwarna kuning berkibaran tertiup angin menunjukkan bahwa musuh berada dalam jarak delapan ratus meter. Pada jarak ini, pasukan Van'er bisa mengenai target dengan peluru meriam. Sementara itu, pasukan artileri dapat menembakkan peluru selama kapten artileri tidak melarang tembakan itu.     

Melihat sinyal dari Kilat, anggota tim Van'er semua memandang kepada Van'er. Van'er menganggukkan kepala, ia mengambil napas dalam-dalam dan kemudian memerintahkan, "Tembak!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.