Bebaskan Penyihir Itu

Ilusi (Bagian I)



Ilusi (Bagian I)

0Setelah Mayne memberikan tanda penghormatan kepada potret Alice, ia kembali menopang Paus ke keretanya.     
0

"Zero," O'Brian memanggil salah satu Penyihir Sucinya dengan lembut.     

Seorang Penyihir Suci yang berpakaian putih masuk ke ruangan melalui pintu samping kecil, dan langkah kaki penyihir itu nyaris tidak terdengar. "Aku disini, Yang Mulia."     

Mayne melihat Zero dan mengerutkan kening. Mayne tidak mengharapkan kehadiran seorang Penyihir Suci di tempat rahasia seperti ini. "Meskipun para penyihir ini dibesarkan sendiri oleh Paus setelah melewati Hari Kebangkitan dan melayani Yang Mulia seumur hidup mereka, bagaimanapun, para wanita ini adalah penyihir." Ditambah lagi, Mayne merasa sedikit kesal karena Zero sepertinya sudah mengetahui tentang Pantulan Gereja terlebih dulu daripada dirinya sendiri.     

"Bawa Tuan Mayne ke Ruang Ilusi."     

"Baik, Yang Mulia." Zero berjalan ke tempat suci dan menekan sebuah batu berukir gambar kitab yang ada di atas meja. Sebuah cahaya menyala dan potret raksasa itu mulai naik ke atas secara perlahan, lalu di balik potret itu ada sebuah gerbang besi yang berwarna hitam. Kemudian, Zero mengambil liontin kristal dari leher sang Paus, memasukkan kristal itu ke lubang kunci gerbang dan memutarnya. Suara klik terdengar dari dalam gerbang besi dan gerbangnya mulai terbuka.     

Zero menarik kembali kristal itu dari lubang kunci, tetapi ia tidak mengembalikan kristal itu kepada Yang Mulia O'Brian, dan wanita itu malah memberikannya kepada Mayne.     

Mayne menoleh untuk melihat reaksi sang Paus, dan sang Paus menganggukkan kepalanya. "Ambillah liontin kristal itu. Kamu yang akan menyimpannya mulai sekarang. Kamu dapat menggunakan kristal itu untuk membuka ruang perpustakaan Kuil Rahasia Utama, atau pintu rahasia Kantor Penelitian."     

"Mari kita pergi." kata Zero sambil tersenyum dan ia meraih tangan Mayne. Mereka berdua berjalan bersama ke ruangan di belakang potret raksasa, ruangan ini mungkin bukan lagi Pantulan Gereja, dan tidak ada apa pun di ruangan itu kecuali jendela yang terpasang dari lantai sampai ke langit-langit yang menghadap ke dataran tinggi Hermes.     

Ruangan itu tampak sangat luas dan dibangun dengan struktur melingkar. Ruangan itu berukuran sekitar setengah ukuran aula Ruang Doa dan dapat menampung sepuluh baris orang yang berdiri berdampingan, sehingga agaknya ruangan ini tidak cocok jika disebut 'Ruang Ilusi'. Namun, di dalam ruangan ini, tidak ada perabotan sama sekali. Satu-satunya tempat untuk duduk adalah sebuah kursi batu panjang yang membentang di sepanjang salah satu dinding ruangan yang melengkung itu.     

Setelah gerbang besinya ditutup, Mayne melepaskan tangannya dari genggaman Zero dan bertanya, "Apakah Yang Mulia mengizinkan kamu masuk ke ruangan ini?"     

Zero mengabaikan pertanyaan Mayne dan membalas, "Jika aku tidak ikut denganmu, siapa yang akan mengaktifkan Batu Ilusinya? Bukan kamu yang memiliki kekuatan untuk mengaktifkan Batu Ilusi itu."     

Jawaban Zero yang kasar membuat Mayne terkejut. "Tampaknya penyihir ini masih menganggap dirinya sebagai penyihir milik Yang Mulia O'Brian. Setelah aku menerima tongkat Paus dan mengambil kendali atas seluruh wilayah Gereja, aku akan membuat penyihir ini mengerti bahwa ia tidak hanya harus menghormati aku sebagai Paus yang baru, tetapi ia juga harus menghormati para Uskup Agung yang memiliki hak waris untuk menjadi Paus."     

"Kalau begitu mari kita mulai." kata Mayne sambil meredam emosinya dan duduk di kursi batu.     

"Baik, Yang Mulia." jawab Zero sambi mengangkat tuas yang ada di dinding, lalu ia menekan Batu Ajaib itu. "Bersiap-siaplah, karena ini adalah pertama kalinya aku mengaktifkan Batu Ajaib ini."     

"Pertama kalinya? Bukankah penyihir ini sudah hidup selama lebih dari dua ratus tahun? Bukankah wanita ini juga ikut berpartisipasi dalam upacara penobatan Paus O'Brian sebelumnya?" pikir Mayne dengan bingung, tetapi sebelum ia bisa memikirkan jawabannya, sebuah sinar yang menyilaukan muncul dan kini Mayne dikelilingi kegelapan pekat.     

Kegelapan ini begitu pekat sehingga tidak ada cahaya yang tampak sama sekali, yang menyebabkan dinding, lantai dan kursi batu menghilang dari pandangan. Mayne merasa seolah-olah ia ditelan oleh binatang buas raksasa dari dalam jurang dan tiba-tiba kehilangan semua hubungan dengan dunia luar. Langit dan bumi sepertinya menyatu menjadi satu, dan yang bisa dilihat oleh Mayne hanyalah kegelapan. Mayne menunduk dan ia menyadari bahwa ia bahkan tidak bisa melihat tubuhnya sendiri.     

Sambil menahan nafas, Mayne dengan hati-hati mengulurkan tangannya ke bawah dan ia menyentuh kursi batu yang ia duduki. Mayne menghentakkan kakinya, dan ia menyadari bahwa lantainya masih ada. Mayne merasa sedikit lega. Kini Mayne yakin bahwa ia tidak berpindah ke ruang bawah tanah lain, tetapi Batu Ajaib itu telah menyerap semua cahaya yang ada di ruangan ini.     

"Dalam kegelapan pekat seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa untuk melihat 'kebenaran' yang disebutkan oleh Yang Mulia O'Brian?" pikir Mayne.     

Seolah menjawab pertanyaan Mayne, lantainya mulai bersinar lagi, tetapi kali ini, Mayne bukan berada di Ruang Ilusi. Lempengan batu yang ada di lantai dipoles sampai mengkilap dan licin, memantulkan kilau berwarna biru tua, dan pada masing-masing lantai diukir berbagai pola yang rumit dan indah. Tidak lama kemudian, sebuah cahaya masuk dari atas kepala, dan Mayne terkejut melihat langit yang bening muncul dari atas. Sambil melihat ke langit-langit, Mayne bahkan bisa melihat langit dan awan yang cerah di atas kepalanya.     

Dalam sekejap, muncul banyak perabotan di dalam ruangan itu, ada sebuah meja marmer berbentuk bundar yang dikelilingi kursi-kursi, ada bola dunia dan gelas-gelas yang diletakkan di atas meja, dan keempat dinding itu tertutup tirai, lalu ada pedang dan perisai yang dipajang di tengah ruangan, dan kepala Megacerops[1] tergantung di atas pintu.     

Selanjutnya muncul sosok orang-orang.     

Mayne menyaksikan sambil tercengang ketika sesosok wanita yang tampak seperti aslinya muncul satu per satu di ruangan itu. Masing-masing mereka mengenakan jubah yang luar biasa, dan mereka duduk mengelilingi meja. Ada satu wanita yang duduk menghadap ke gerbang aula, wanita itu adalah pemimpin dari semua wanita ini, Alice Ratu para Penyihir yang berambut merah. Tangannya dilipat di depan dadanya, kepalanya terangkat dan dadanya membusung. Matanya melihat langsung ke depan sementara mata para wanita lain fokus kepada Alice. Bagi Mayne, semua penampakan ini tampak seperti sebuah lukisan yang sangat hidup.     

"Apakah ini yang bisa dilihat di Ruang Ilusi?" pikir Mayne. Ilusi di depan mata Mayne ini benar-benar terlihat nyata, sehingga untuk sesaat, para wanita itu tampak seolah-olah hidup.     

"Hadirin sekalian, Eksperimen Pasukan Penghukuman Tuhan telah berhasil," kata seorang penyihir yang duduk di sebelah Alice. "Pasukan Penghukuman Tuhan adalah pasukan yang sangat agresif, mereka tidak takut mati, dan sangat kuat. Bahkan manusia yang lemah dapat berubah menjadi prajurit perkasa yang tidak kalah kuat dari Penyihir Luar Biasa. Selain itu, Pasukan Penghukuman Tuhan juga memiliki kemampuan untuk mengganggu pelepasan kekuatan sihir para iblis, jadi ketika sedang menghadapi Iblis Gila dan Penguasa Neraka, yang mana para iblis ini membutuhkan waktu untuk melepaskan kekuatan sihir mereka, Pasukan Penghukuman Tuhan memiliki keuntungan besar dalam melawan iblis."     

"Tetapi upacara inkarnasi akan menelan nyawa penyihir, dan aku dengar tidak semua orang bisa berhasil diubah menjadi Pasukan Penghukuman Tuhan." kata seseorang.     

"Itu hanya masalah sepele." kata Elaine. "Aku yakin jika kita melanjutkan penelitian, perkumpulan kita dapat mengatasi masalah ini."     

"Jangan menganggap remeh masalah ini, Elaine! Kita sudah kekurangan orang, oleh karena itu setiap nyawa penyihir sangat berharga!" balas orang itu sambil mengerutkan kening.     

"Apa bedanya mati di tangan Iblis dengan mati dalam pengorbanan?" jawab Elaine sambil meninggikan kepalanya. "Setidaknya jika mati dalam pengorbanan, mereka sudah memberikan kontribusi kepada Pusat Persatuan Penyihir."     

"Apa katamu?!"     

"Cukup!" Kata Alice dengan lembut. Meskipun suara Alice sangat lembut, perselisihan itu langsung mereda. Semua orang terdiam dan menunggu kata-kata sang Ratu selanjutnya.     

"Manusia biasa tidak bisa mengalahkan iblis, saudari-saudariku," kata Alice dengan tenang. "Kita dapat memilih untuk tidak melakukan apa-apa selain menikmati saat-saat terakhir yang damai ini, dan ketika serangan iblis yang berikutnya datang, kita semua akan mati dan menjadi sejarah. Atau, kita dapat memilih untuk melakukan pertarungan terakhir, dengan menempatkan seluruh harapan kita kepada Pasukan Penghukuman Tuhan, dan membuat pengorbanan yang kita perlukan untuk meraih kemenangan. Aku akui ini adalah pilihan yang sulit, tetapi selama ada kesempatan untuk memperpanjang keberadaan umat manusia di muka bumi, semangat dan tekad para penyihir tidak akan pernah dilupakan."     

"Meskipun aku adalah Ratu di Kota Meteor, aku mempersilahkan kalian untuk memilih keputusan penting ini. Apakah kalian ingin menyerah dan mati dengan damai, atau apakah kalian ingin membalas dendam atas kematian semua saudari-saudari kita, dan mengusir iblis-iblis itu keluar dari Wilayah Fajar, serta mengembalikan kejayaan para penyihir? Semuanya terserah kalian."     

"Tentunya, tidak ada satu pun dari kita yang dapat berpartisipasi secara langsung dalam Pertempuran Besar Ketiga, maka apa pun pilihan yang kita buat, kita dapat menjalani kehidupan kita sementara ini dengan damai. Ingat, pilihan yang kalian buat sekarang bukan hanya untuk diri kalian sendiri, tetapi untuk seluruh kaum penyihir … agar saudari-saudari kita di masa depan masih bisa melihat Tuhan tersenyum atas kita."     

"Mereka yang tidak setuju dengan pilihan ini, tolong berdiri sekarang."     

[1] Badak purba yang hidup di zaman prasejarah     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.